Sukses

Kala Jokowi Puji Menlu Retno Marsudi Keras di DK PBB Soal Konflik Israel-Palestina dan Krisis Gaza hingga Sorot Perang Rusia-Ukraina

Jokowi kemudian menyorot perang di Gaza yang masih intens dan tengah jadi perhatian.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyinggung tantangan global yang tengah dihadapi saat ini dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045.

"Ketidakpastian ekonomi global, satu; yang kedua, perubahan iklim; yang ketiga, perang," kata Jokowi di Rakernas LDII seperti dikutip dari situs setkab.go.id, Selasa (7/11/2023).

Jokowi kemudian menyorot perang di Gaza yang masih intens dan tengah jadi perhatian. "Hati-hati. Ini juga jauh, tapi tetap dukungan kita terhadap Palestina tidak akan surut," ucapnya.

Ia kemudian memuji Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi yang sudah vokal menyuarakan, agar segera dihentikan eskalasi konflik Israel-Palestina dan mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza.

"Coba Bapak-Ibu lihat Menteri Luar Negeri Bu Retno Marsudi waktu di Dewan Keamanan PBB, paling lantang, paling keras, dan paling menentang. Saya juga heran Bu Menlu kita ini orangnya halus, tapi kok di Dewan Keamanan kok galak banget," papar Jokowi.

Adapun Menlu Retno Marsudi diketahui mengkritik Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) terkait penanganan konflik yang terjadi di Gaza.

"Saya ingin mengingatkan bahwa DK PBB memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga perdamaian dan keamanan, tidak membiarkan perang berkepanjangan atau membantu salah satu pihak melanjutkan perang," ungkap Menlu Retno Marsudi dalam High-Level Open Debate DK PBB mengenai situasi di Timur Tengah di New York pada 24 Oktober lalu, seperti dikutip dari pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI).

Menlu Retno Marsudi juga mengatakan bahwa DK PBB tidak boleh tinggal diam menyaksikan bencana dan kejahatan kemanusiaan yang sedang terjadi di Palestina. Serangan terhadap rumah sakit dan tempat ibadah, blokade listrik, air, bahan bakar, dan pengusiran warga Gaza dilakukan oleh Israel atas nama hukuman kolektif, sementara pada saat yang sama, warga sipil disandera dan menghadapi ancaman nyawa.

"Saya ingin bertanya bagaimana DK PBB akan melakukan tanggung jawabnya? Kapan DK PBB akan menghentikan perang di Gaza, mewujudkan gencatan senjata, membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan, menyerukan pembebasan warga sipil, dan menghentikan pendudukan ilegal oleh Israel?" cecar Menlu Retno dalam forum tersebut.

Dia menambahkan, setiap detik yang terbuang karena perbedaan politik dan kegagalan mencapai konsensus merupakan kekalahan bagi kemanusiaan dan memperparah instabilitas.

"Berapa banyak lagi nyawa harus dikorbankan sebelum DK PBB mengambil langkah?" tanya Menlu Retno kala itu.

 

2 dari 4 halaman

Juga Sorot Perang Rusia-Ukraina

Sebelumnya, Jokowi juga menyinggung soal perang di Ukraina yang belum berakhir dan dampaknya terhadap Indonesia.

"Perang di Ukraina belum rampung ditambah lagi sekarang dengan perang di Gaza. Kelihatannya dulu saya berpikir, kita semua mungkin berpikir sama, Ukraina jauh sekali dari Indonesia. Apa dampaknya? Enggak akan lah berdampak kepada kita. Ternyata, dampaknya nyata dan ada," sambung Jokowi.

Ia menambahkan bahwa "Kita impor itu gandum 11 juta ton per tahun. Ternyata 30 persen itu impornya dari Ukraina dan dari Rusia. Kapalnya tidak berani mengirim barang karena ada perang, semuanya setop."

Bukan hanya di situ saja, lanjut Jokowi, problem kedua ternyata bahan baku pupuk kita itu berasal dari Rusia, Ukraina, dan Belarusia. "Sehingga apa, harga pupuk dan gandum juga naik. Sekali lagi, impor kita sudah besar, gandum 11 juta ton, karena di Indonesia memang tidak bisa kita tanam gandum."

 

3 dari 4 halaman

Perang Rusia-Ukraina Memblokir Laju Impor Gandum

Jokowi kemudian mengutarakan hasil pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky beberapa waktu lalu.

Saya saat bertemu Presiden Zelensky saat itu dia menyampaikan, "Presiden Jokowi, di Ukraina sekarang ini ada 77 juta ton gandum yang berhenti tidak bisa kita ekspor."

Jokowi juga menceritakan hasil pertemuannya dengan Orang Nomor Satu di Rusia.

"Saya pindah ke Rusia mau ngomong sama Presiden Putin tiga jam, cerita hal yang sama, di Rusia ada 130 juta ton gandum berhenti. Artinya, 207 juta ton gandum berhenti di Ukraina dan di Rusia," papar Jokowi.

Artinya apa, sambung Jokowi,ada negara-negara yang tidak mendapatkan bahan makanan karena perang di Ukraina.

"Kita tidak merasakan itu, karena di sana setop, kita bisa mencari yang lebih dari negara lain," pungkas Jokowi.

4 dari 4 halaman

Indonesia Desak 3 Hal di DK PBB Soal Perang Israel-Hamas

Menlu Retno menegaskan, Indonesia tidak membuang-buang waktu dalam memobilisasi dukungan internasional untuk dilakukannya tindakan segera.

Melalui OKI, ASEAN, dan pertemuan ASEAN-GCC, D8, Indonesia menyerukan kesatuan suara untuk mendesak dihentikannya kekerasan dan fokus pada isu bencana kemanusiaan.

Indonesia mendesak segera dilakukannya tiga hal, yaitu:

1. Seruan Bersama untuk Gencatan Senjata Segera 

"Diam di tengah desingan peluru dan ledakan roket yang memekakkan telinga adalah sangat mengerikan. Dukungan mutlak terhadap salah satu pihak telah memicu penggunaan kekerasan yang tidak proporsional, pelanggaran hukum humaniter internasional, dan impunitas," tegas Menlu Retno.

Dia menambahkan, "Menjadi kewajiban kolektif kita untuk mengakhiri siklus kekerasan sebelum tereskalasi menjadi bencana kawasan dan global."

2. Memprioritaskan Akses Kemanusiaan

Menlu Retno menuturkan bahwa lebih dari 2 juta nyawa warga Gaza terancam karena tidak adanya akses terhadap kebutuhan dasar.

"Konvoi bantuan kemanusiaan terkendala dan terancam oleh baku tembak. DK harus segera mendesak akses bantuan kemanusiaan yang aman dan lancar serta penghormatan terhadap hukum humaniter internasional," tutur Menlu Retno.

3. Kemanusiaan Harus Dikembalikan

"Tolong gunakan kekuatan besar Anda untuk kemanusiaan. Warga Palestina berhak memperoleh hak dan perlakuan yang setara. Kita semua manusia. Kita semua berhak memiliki rumah. Kita harus tolak pengusiran warga Palestina. Jangan sampai tragedi 1948 kembali terjadi," ungkap Menlu Retno.

"DK memiliki kekuatan besar dan dengan kekuatan besar maka tanggung jawab juga besar untuk mengatasi situasi di Gaza dan akar masalahnya, serta memastikan terwujudnya solusi dua-negara."