Liputan6.com, Jakarta - Prof. Dr. Stefan Rahmstorf, seorang pakar iklim dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) di Jerman, menyampaikan bahwa faktor pendidikan hingga politik dapat menjadi solusi penting untuk mengatasi krisis iklim.
Bagaimana caranya?
Baca Juga
"Untuk mengatasi perubahan iklim, upaya seperti pendidikan, organisasi, dan advokasi politik sangatlah penting," ujar Prof. Rahmstorf dalam acara diskusi bertajuk The Science of Climate Change and Debunking Climate Misinformation yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Advertisement
Profesor Rahmstorf mengatakan bahwa solusi dan langkah-langkah yang berfokus pada lingkungan harus didukung. Adapun diketahui Indonesia memiliki faktor demografi yang menguntungkan, di mana memiliki banyak penduduk dengan usia produktif.
Menurut Profesor Rahmstorf, Indonesia memiliki prospek cerah di masa depan berkat faktor demografi tersebut. Hal itu dapat dicapai dengan meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap krisis iklim. Beda halnya dengan Jerman yang saat ini mayoritas penduduknya bukanlah orang muda.
"Karena faktor demografi, Jerman menghadapi tantangan dalam menetapkan prioritas dan batasan bagi Kementerian Lingkungan Hidup selama bertahun-tahun, sehingga membatasi pengaruhnya," ungkap Profesor Rahmstorf.
Profesor Rahmstorf juga menekankan bahwa baik di Jerman maupun secara global, sektor kesehatan semakin menyadari bahwa krisis iklim merupakan isu kesehatan utama.
"Inisiatif kesehatan yang terkait dengan perubahan iklim adalah langkah yang penting untuk melindungi kesejahteraan masyarakat," ujar Profesor Rahmstorf.
Isu Universal yang Membutuhkan Solusi Bersama
Untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang krisis iklim, Prof. Dr. Stefan Rahmstorf berpendapat bahwa komunikasi dan kolaborasi penting untuk dilakukan.
"Penting untuk mengomunikasikan informasi terkait perubahan iklim dengan cara yang dapat diakses dan dikaitkan dengan masyarakat, sehingga menjembatani kesenjangan antara temuan ilmiah dan bahasa sehari-hari," tutur Profesor Rahmstorf.
Profesor Rahmstorf menambahkan bahwa informasi terkait perubahan iklim dapat diperoleh dari media, yang memainkan peran signifikan dalam membentuk persepsi dan pemahaman masyarakat tentang perubahan iklim.
"Merupakan tanggung jawab media untuk tidak hanya melaporkan topik-topik populer tetapi juga menyoroti potensi bahaya yang mungkin tidak diketahui publik," ungkap Profesor Rahmstorf.
Profesor Rahmstorf juga mengungkapkan bahwa perubahan iklim adalah masalah universal yang mempengaruhi seluruh masyarakat dunia. Menurutnya, penting untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat secara luas.
"Generasi tua dan muda harus didengarkan dan dilibatkan dalam diskusi untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan," ujar Profesor Rahmstorf.
Penyebaran kesadaran dan tindakan terhadap perubahan iklim adalah tugas bersama. Dalam upaya ini, apresiasi terhadap kontribusi para ilmuwan, aktivis iklim, dan individu yang memperjuangkan perubahan sangatlah penting.
Advertisement
Upaya Dunia dalam Mengatasi Perubahan Iklim
Prof. Dr. Stefan Rahmstorf ikut memaparkan masalah perubahan iklim di tingkat global. Hasil dari upaya ini adalah terbentuknya Perjanjian Paris, yang memuat persyaratan bahwa semua negara harus meminimalkan emisi gas dan mencapai net zero emission.
Selain itu, ia juga menyebut bahwa Perjanjian Paris mengajak seluruh negara untuk bekerja sama dalam upaya membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius dan juga terdapat komitmen tambahan untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius.
Profesor Rahmstorf kemudian mengungkap laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) paling terbaru, juga dalam laporan sebelumnya pada tahun 2014, bahwa 100 persen pemanasan global modern disebabkan oleh aktivitas manusia, yang disebabkan oleh emisi rumah kaca.
"Sekarang kita telah memanaskan planet ini lebih dari satu derajat dalam 100 tahun, sehingga sepuluh kali lebih cepat. Sangat penting bagi kemampuan ekosistem dan juga masyarakat serta infrastruktur untuk beradaptasi terhadap perubahan ini. Ini berjalan terlalu cepat," jelas Profesor Rahmstorf.
Teori Konspirasi Terkait Iklim dan Pemanasan Global
Teori konspirasi terkait pemanasan global turut dibahas oleh Profesor Rahmstorf.
"Ada teori konspirasi yang mengatakan bahwa semua ilmuwan terlibat dalam konspirasi besar untuk mengelabui umat manusia agar percaya bahwa ini adalah pemanasan global, karena mereka melakukannya demi uang," ujar Profesor Rahmstorf.
Profesor Rahmstorf kemudian melanjutkan adanya teori konspirasi yang dikatakan cukup liar, yaitu para ilmuwan sedang merencanakan genosida global.
Teori konspirasi tersebut diketahui oleh Profesor Rahmstorf saat ia sedang berada di pertemuan para peraih Nobel yang diselenggarakan di Stockholm, di mana terdapat banyak peraih Nobel yang mendiskusikan perubahan iklim. Dalam acara tersebut, ada pengunjuk rasa dari gerakan LaRouche.
Profesor Rahmstorf berbicara dengan mereka dan ternyata para pengunjuk rasa diterbangkan dari Berlin hanya untuk melakukan protes.
"Mereka menyatakan bahwa para ilmuwan merencanakan fasisme hijau dan genosida global dengan ingin mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, karena hal itu pada dasarnya akan membunuh semua orang karena mereka tidak punya energi lagi," tutur Profesor Rahmstorf.
Profesor Rahmstorf menyatakan bahwa teori-teori tersebut tidak masuk akal. Ia menekankan bahwa pemanasan global telah tercatat dalam sejarah selama beberapa dekade. Fenomena ini mengancam keberlangsungan peradaban kita saat ini.
Advertisement