Liputan6.com, Washington - Sekelompok ahli bedah di New York, Amerika Serikat (AS), telah melakukan operasi transplantasi mata utuh pertama pada manusia di dunia, meski sang pasien belum bisa melihat kembali.
Operasi tersebut memakan waktu hingga 21 jam.
Baca Juga
Dalam enam bulan sejak operasi, yang dilakukan selama transplantasi sebagian wajah, mata yang dicangkokkan telah menunjukkan tanda-tanda kesehatan yang penting. Termasuk di antaranya pembuluh darah yang berfungsi dengan baik dan retina yang tampak menjanjikan, menurut tim bedah di NYU Langone Health.
Advertisement
"Fakta bahwa kita melakukan transplantasi mata secara utuh merupakan sebuah langkah maju yang besar, sesuatu yang telah dipikirkan selama berabad-abad, namun belum pernah dilakukan," kata kepala tim dokter Dr Eduardo Rodriguez, seperti dikutip CNA, Jumat (10/11/2023).
Hingga saat ini, dokter hanya mampu melakukan transplantasi kornea, lapisan depan mata yang bening.
Penerima mata tersebut, Aaron James, adalah seorang veteran militer berusia 46 tahun dari Arkansas yang selamat dari kecelakaan listrik tegangan tinggi yang menghancurkan sisi kiri wajah, hidung, mulut dan mata kirinya.
"Awalnya, dokter hanya berencana memasukkan bola mata sebagai bagian dari transplantasi wajah untuk alasan kosmetik," kata Rodriguez.
Untuk mendorong penyembuhan hubungan antara saraf optik donor dan penerima, ahli bedah mengambil sel induk dewasa dari sumsum tulang donor dan menyuntikkannya ke saraf optik selama transplantasi, dengan harapan sel tersebut dapat menggantikan sel yang rusak dan melindungi saraf.
Dr Rodriguez mengatakan bahwa transplantasi mata utuh ini layak membuka banyak kemungkinan baru, bahkan jika penglihatan tidak pulih dalam kasus ini.
Tak Kembalikan Penglihatan Penuh Pasien
James, yang masih hanya dapat melihat dengan salah satu matanya, mengetahui bahwa ia mungkin tidak dapat memperoleh kembali penglihatannya secara penuh melalui mata yang ditransplantasikan.
Para dokter "tidak pernah mengira transplantasi mata utuh ini akan berhasil, dan mereka sudah memberitahu saya hal itu sejak awal", katanya.
"Saya mengatakan kepada mereka, 'walaupun saya tidak dapat melihat... mungkin setidaknya kalian semua dapat belajar sesuatu untuk membantu orang berikutnya'. Begitulah cara Anda memulainya," katanya.
"Mudah-mudahan ini membuka jalan baru."
Advertisement
Penerima Transplantasi Babi Meninggal
Dalam kisah lainnya, Lawrence Faucette, seorang pasien penerima transplantasi jantung babi kedua di dunia dikabarkan meninggal dunia pekan ini. Kabar dukanya ini berselang hampir enam minggu pasca-operasi.
Pasien tersebut merupakan pria berusia 58 tahun bernama Lawrence Faucette.
Ia mengidap penyakit jantung terminal atau gagal jantung stadium akhi sehingga diupayakan untuk mendapatkan transplantasi jantung babi yang telah disesuaikan secara genetik agar kompatibel atau sesuai dengan tubuh manusia.
Proses cangkok ini dilakukan pada 20 September lalu dan Faucette meninggal pada 30 Oktober 2023.
Sempat Lakukan Terapi
Setelah menjalani operasi cangkok jantung, Faucette yang merupakan pensiunan teknisi laboratorium di National Institutes of Health (Institut Kesehatan Nasional) sempat mengikuti terapi fisik dengan harapan dapat memulihkan kemampuan berjalan seperti sedia kala.
Sang istri mengatakan Lawrence Faucette menyadari bahwa waktunya bersama keluarga tak lama lagi.
"Dia tahu waktunya bersama kami singkat, dan ini adalah kesempatan terakhirnya untuk berbuat demi orang lain, kata istrinya, Ann Faucette dalam catatan kenangan.
"Dia tidak pernah membayangkan akan bertahan selama itu," tambahnya.
Ahli bedah yang melaksanakan operasi transplantasi tersebut di Pusat Medis Universitas Maryland di Baltimore, Bartley Griffith turut menyampaikan duka cita.
"Kami berduka atas kehilangan Tuan Faucette, seorang pasien, ilmuwan, veteran Angkatan Laut, dan pria berkeluarga yang luar biasa, yang hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama istri, putra, dan keluarganya yang tercinta," ungkap Bartley Griffith dalam catatan kenangan yang sama untuk Ann Faucette.
Advertisement