Liputan6.com, Amsterdam - Sebuah start-up yang berbasis di Belanda, Human Material Loop, kini menghadirkan konsep inovatif dalam industri fashion yakni menggunakan rambut manusia sebagai bahan tekstil.Â
Perusahaan ini telah menciptakan prototipe unik karena berasal dari rambut manusia berupa mantel, jumper, dan blazer, dengan harapan sejumlah perusahaan pakaian akan membeli bahan alternatif ini untuk digunakan dalam rancangan desain mereka.
Baca Juga
Menurut start-up asal Belanda itu, rambut manusia dianggap memiliki sejumlah kesamaan dengan mantel wol. Kedua bahan ini mampu untuk mempertahankan panas tubuh dan sama-sama terbuat dari serat protein. Dengan persamaan tersebut, Human Material Loop mempertanyakan mengapa salah satunya dipakai oleh manusia sementara yang lainnya dibuang.
Advertisement
Mengapa rambut manusia?
Zsofia Kollar, salah satu pendiri Human Material Loop, mengungkapkan ketertarikannya pada potensi rambut sebagai bahan tekstil dalam bidang fashion.
"Betapa kami sangat peduli dengan rambut kami, tapi begitu rambut kami dipotong, kami sangat muak dengan hal itu," kata Kollar.Â
Kollar sempat mengalami krisis identitas sebagai seorang desainer ketika masa pandemi COVID-19. Dirinya kemudian memutuskan untuk memperbaiki masalah limbah industri rambut.
Berdasarkan data yang dikutip dari CNN, Sabtu (23/11/2023), bahwa setiap menitnya, salon di AS dan Kanada menghasilkan 877 pon limbah. Limbah rambut ini akan melepaskan gas rumah kaca ketika disimpan tanpa oksigen yang tentu saja berdampak pada perubahan iklim.
Perusahaan asal Belanda ini juga melaporkan bahwa terdapat 72 kilogram sampah rambut manusia di setiap tahunnya di Eropa.
"Ini adalah aliran limbah yang melimpah dan saat ini belum ada solusi yang terukur," kata Kollar.
Pengelolaan limbah rambut manusia oleh sebagian besar negara pun dilakukan dengan dibakar atau cara lain yang tidak ramah lingkungan menurut penjelasan pendiri tersebut.
Prototipe yang Diproduksi
Proses produksi sweter dari rambut manusia pun tidak jauh berbeda dengan pembuatan dari bahan lain menurut penjelasan Kollar. Rambut pendek dipintal menjadi benang kontinu lalu diwarnai dengan pigmen murni.Â
Selain itu, seiring peningkatan produksi maka perusahaan mungkin akan mewarnai benang atau kain dengan mempertimbangkan bahan mana yang paling efisien.
Prototipe pertama Human Material Loop merupakan sejenis sweter dengan nuansa wol.
"Saya perlu membuat produk yang dapat dipahami oleh banyak orang, dan jumper tersebut adalah salah satu prototipe paling layak yang dapat kami buat, tetapi juga paling relevan," kata Kollar.
Human Material Loop sudah menguji prototipe yang lain termasuk mantel luar ruangan beirisi rambut sebagai isolasi termal. Produk ini diuji coba pada ekspedisi Aconcagua yakni gunung tertinggi di Argentina.
Meski begitu, desain milik perusahaan ini tidak dapat dibeli sebab tujuannya hanyalah sebagai pemasok bahan bagi desainer dan merek lain.
Advertisement
Lebih Lanjut Mengenai Rambut Sebagai Bahan Tekstil
Mengenai harga pun, Kollar mengungkapkan bahwa setelah volume produksi telah lebih besar maka harganya harus dapat bersaing dengan wol.
"Kami tahu bahwa memakai rambut manusia di tubuh kami, itu bukanlah sesuatu yang siap dilakukan oleh kebanyakan orang," kata Kollar seraya menambahkan optimismenya bahwa ide ini dapat lebih berkembang di masyarakat.
Mereka tak hanya ingin menggunakan rambut dengan alasan aspek kebaruan atau keberlanjutan tetapi sebagai karena rambut dianggap sebagai bahan yang awet.
Perusahaan ini mengambil rambut yang telah dipotong atau dipatahkan sehingga tidak mengandung DNA inti seseorang dari salon-salon di Belanda, Belgia, dan Luksemburg. Human Material Loop juga membangun rantai dokumentasi untuk melacak asal-usul materi tersebut.
Sementara itu jika mengulas balik kisah sejarah, rambut manusia telah digunakan untuk sejumlah produk dalam berbagai budaya. Contohnya baju besi tenun dengan salah satu bahannya adalah rambut manusia oleh suku Kiribati di Mikronesia pada abad ke-13, kaus kaki dari rambut di Amerika Serikat Bagian Barat Daya, dan salah satu bahan rekonstruksi kuil Higashi Hongan-ji di Kyoto pada abad ke-19.
Tantangan dan Optimisme
Namun, tantangan muncul dalam produksi tekstil menggunakan rambut manusia.
Sanne Visser, seorang peneliti, perancang dan pembuat material Belanda, serta dosen di University of the Arts London (tidak terlibat dalam Human Material Loop) mengungkapkan bahwa masih ada stigma seputar penggunaan rambut manusia.
"Masih ada tabu seputar rambut manusia sebagai bahan baku… Kami tidak benar-benar menghargainya sebagai sumber daya – ini hanya dianggap sebagai limbah, terutama jika sudah dipotong," ungkapnya.
Meskipun begitu, dia optimis bahwa seiring berjalannya waktu, masyarakat akan lebih menerima konsep ini.
Visser bahkan menciptakan istilah "pertanian rambut" dengan bekerja bersama penata rambut untuk proyek "Locally Grown" untuk Museum Desain London. Dia juga membuat kursi tukang cukur yang dapat menampung rambut yang dipotong untuk menghemat waktu bagi pendaur ulang dan penata rambut.
"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat orang-orang mau menerimanya sebagai sebuah material…. Saya pasti bisa melihatnya semakin banyak digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, seiring berjalannya waktu," kata Visser.
Advertisement