Liputan6.com, Jakarta - Brigadir Polisi Satu Renita Rismayanti menjadi yang termuda sekaligus yang pertama dari Indonesia yang menerima penghargaan Polisi Wanita Terbaik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2023.
Renita Rismayanti adalah seorang Perwira Polisi Indonesia, yang saat ini bertugas sebagai perwira polisi perorangan di Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB di Republik Afrika Tengah (MINUSCA) sebagai petugas basis data kriminal di Bagian Intelijen dan Analisis Kejahatan.
Perempuan berusia 27 tahun yang akrab disapa Nita itu tidak menyangka akan mendapatkan penghargaan tersebut, dikutip dari Antara, Jumat (17/11/2023).
Advertisement
"Untuk semua wanita, dimana pun kalian berada dan apa pun pekerjaannya, percayalah bahwa kemampuan kalian tidak ada batasnya. Jadi, wherever you are, do your best."
“Pas saya dapat berita resmi (menerima penghargaan) itu, sebenarnya saya lagi cuti. Saya lagi di Indonesia, lagi di rumah orang tua saya di Magelang,” kata Nita seraya menambahkan bahwa dia menerima berita tersebut tepat pada hari ulang tahunnya.
Nita mengatakan bahwa dia memulai karir polisinya di Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah dan kemudian pindah ke Divisi Hubungan Internasional di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2017.
Tugasnya selama di Divisi Hubungan Internasional Polri adalah mengelola para anggota kepolisian yang berangkat untuk Misi Perdamaian PBB, dan pekerjaan tersebut membuat dia tertarik untuk mendaftar ke Misi Perdamaian PBB tersebut.
“Usia untuk mendaftar (Misi Perdamaian PBB) itu minimal 25 tahun. Jadi saya harus menunggu dulu. Baru di usia 25 saya ikut daftar dan diseleksi langsung oleh PBB,” katanya.
Sejumlah Tes Dilakukan Nita
Ia berbagi cerita bahwa tes yang dia lakukan saat mendaftar untuk Misi Perdamaian PBB adalah tes bahasa, tes mengemudi dan tes menembak.
“Waktu itu yang diujikan bahasa Inggris. Kebetulan saya ditugaskannya di misi berbahasa Prancis, jadi ada tes tambahan yaitu wawancara dalam bahasa Prancis,” jelas Nita, menambahkan bahwa sekarang misi berbahasa Prancis lebih banyak daripada misi berbahasa Inggris.
Nita menceritakan bahwa dirinya lebih percaya diri berbicara dalam bahasa Inggris dan baru mulai belajar bahasa Prancis selama satu setengah bulan sebelum wawancara tes.
“Awalnya saya nggak ngerti, susah untuk adaptasi (di Republik Afrika Tengah). Ada beberapa yang bisa berbahasa Inggris…tapi saya nggak mau lagi (berbahasa Inggris). Karena kapan saya bisanya (bicara bahasa Prancis). Saya terbata-bata, tapi ternyata saya di situ bisanya (bicara bahasa Prancis),” jelas Nita.
Advertisement