Sukses

Perang Hamas Vs Israel: 4 Bayi Meninggal di RS Al-Shifa Gaza, 5 Lainnya Kritis

Perusahaan telekomunikasi utama di Gaza, Paltel dan Jawwal, telah mengonfirmasi pemulihan sebagian layanan telekomunikasi di wilayah kantong tersebut.

Liputan6.com, Gaza - Krisis bahan bakar di Jalur Gaza akibat blokade total Israel kembali menelan korban jiwa. Empat bayi di inkubator Rumah Sakit Al-Shifa meninggal.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh General Manager Kementerian Kesehatan Palestina Munir al-Barsh pada Jumat (17/11/2023), yang berada di dalam Rumah Sakit Al-Shifa. Demikian seperti dilansir Middle East Eye, Sabtu (18/11).

Barsh menambahkan bahwa lima bayi lainnya berada dalam kondisi kritis menyusul serangan Israel yang terus berlanjut terhadap Rumah Sakit Al-Shifa dan kurangnya bahan bakar yang menyebabkan banyak fasilitas medis di kompleks tersebut tidak dapat digunakan.

Sementara itu, dilansir The Guardian, perusahaan telekomunikasi utama di Gaza, Paltel dan Jawwal, mengonfirmasi pemulihan sebagian layanan telekomunikasi di wilayah kantong tersebut.

Perusahaan-perusahaan itu mengumumkan pemadaman total layanan mereka sehari sebelumnya karena kekurangan bahan bakar.

"Kami ingin mengumumkan pemulihan sebagian layanan telekomunikasi di berbagai wilayah di Jalur Gaza. Hal ini terjadi setelah pasokan bahan bakar dalam jumlah terbatas tersedia melalui UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina) untuk mengoperasikan generator utama kami," tulis Paltel di X alias Twitter.

Media otoritas Gaza, yang dikuasai Hamas, seperti dikutip Middle East Eye mengumumkan pada Jumat bahwa total korban tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober mencapai setidaknya 12.000 orang. Jumlah tersebut mencakup setidaknya 5.000 anak-anak dan 3.300 perempuan.

Terdapat lebih dari 3.750 orang hilang, termasuk 1.800 anak-anak yang diyakini masih berada di bawah reruntuhan. Setidaknya 200 staf medis tewas, termasuk dokter, perawat dan anggota pertahanan sipil. Disebutkan pula bahwa 41 jurnalis tewas.

2 dari 3 halaman

PBB Desak Israel Stop Jadikan Air Sebagai Senjata Perang

Seorang pejabat hak asasi manusia PBB mendesak Israel berhenti menggunakan air sebagai senjata perang dan mengizinkan air bersih masuk ke Gaza.

"Setiap jam yang berlalu ketika Israel mencegah penyediaan air minum yang aman di Jalur Gaza, yang merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional, membuat warga Gaza berisiko mati kehausan dan penyakit yang berkaitan dengan kurangnya air minum yang aman," ungkap pelapor khusus PBB untuk air dan sanitasi Pedro Arrojo-Agudo.

Dia mengingatkan Israel bahwa secara sadar mencegah pasokan air bersih memasuki Gaza melanggar hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional.

"Dampaknya terhadap kesehatan dan kebersihan masyarakat tidak dapat dibayangkan dan dapat mengakibatkan lebih banyak kematian warga sipil dibandingkan dengan jumlah kematian yang sudah sangat besar akibat pengeboman di Gaza," tutur Arrojo-Agudo.

3 dari 3 halaman

Penyebaran Penyakit di Gaza

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyuarakan keprihatinan serupa. Pada Jumat mereka mengatakan sangat prihatin dengan penyebaran penyakit di Gaza pasca serangan Israel selama berminggu-minggu, menyebabkan warga menumpuk di tempat penampungan, sementara makanan dan air bersih langka.

"Kami sangat prihatin dengan penyebaran penyakit ketika Musim Dingin tiba," ungkap perwakilan WHO di wilayah pendudukan Palestina Richard Peeperkorn.

Menurut Richard, terdapat lebih dari 70.000 kasus infeksi pernapasan akut dan lebih dari 44.000 kasus diare tercatat di Gaza.