Sukses

Demi Uang dari Mantan Suami, Ibu di Ukraina Rekam Aksi Pukuli Anak

Mantan suaminya dilaporkan berhenti mengirim uang lantaran perempuan tersebut memakai sebagian besar tunjangan untuk dirinya sendiri, bukan anak mereka.

Liputan6.com, Kyiv - Tega betul seorang ibu di Ukraina. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa dia merekam aksinya memukuli anaknya yang masih balita sebagai cara untuk mendapatkan uang dari mantan suami.

Seperti dilansir Mirror, Sabtu (18/11/2023), video yang beredar menunjukkan bahwa perempuan yang diidentifikasi bernama Alina terlihat tengah bersama dengan anak laki-lakinya di tempat tidur di rumah mereka di Donetsk yang diduduki Rusia. Dia disebut berbicara kepada anaknya dengan kasar.

Tidak hanya itu, dia menampar anaknya hingga tersungkur ke tempat tidur dan mulai menangis.

"Ucapkan terima kasih kepada ayahmu karena ternyata kamu sangat aneh," ujar Alina.

Media lokal melaporkan bahwa mantan suami Alina yang tidak disebutkan namanya, ayah dari anak tersebut, adalah seorang tentara di Milisi Rakyat Republik Rakyat Donetsk.

2 dari 3 halaman

Hak Asuh Akan Dicabut

Disebutkan bahwa mantan suami Alina berhenti mengirimkan uang karena menuduh perempuan itu menghabiskan sebagian besar tunjangan untuk dirinya sendiri, bukan untuk anak mereka.

Menurut sejumlah laporan karena itulah Alina kemudian beralasan terpaksa memukuli putranya dan mengirimkan rekaman aksinya kepada mantan suaminya untuk minta uang.

Lembaga penegak hukum setempat dan layanan sosial mengatakan bahwa mereka mengetahui situasi ini dan telah memulai proses untuk mencabut hak asuh Alina.

3 dari 3 halaman

Bagian Tersembunyi dari Perang Ukraina

Melansir Reuters, kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tercatat di Ukraina awalnya menurun setelah invasi Rusia pada Februari 2022, di mana jutaan orang melarikan diri.

Namun, seiring dengan banyaknya keluarga yang kembali ke rumah lama mereka atau menetap di rumah baru, data kepolisian nasional menunjukkan bahwa jumlah kasus meningkat tahun ini.

Dalam lima bulan pertama tahun 2023, kasus yang terdaftar melonjak 51 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022. Jumlah tersebut sepertiga lebih tinggi dibandingkan rekor sebelumnya pada tahun 2020, yang oleh para ahli dikaitkan dengan lockdown akibat pandemi.

Para pejabat terkait dan ahli menilai bahwa fenomena ini disebabkan oleh meningkatnya stres, kesulitan ekonomi, pengangguran, dan trauma terkait konflik.

"(Peningkatan ini) disebabkan oleh ketegangan psikologis dan karena banyak kesulitan. Masyarakat kehilangan segalanya," kata komisaris kebijakan gender Ukraina, Kateryna Levchenko, kepada Reuters pada Mei.

Sebagian besar ahli menyuarakan kekhawatiran bahwa isu ini akan bertambah buruk seiring dengan berlanjutnya perang Ukraina dan akan bertahan lama setelah konflik berakhir karena tentara yang mengalami trauma kembali dari garis depan.