Sukses

5 Negara Minta Mahkamah Pidana Internasional Selidiki Dugaan Kejahatan Perang di Palestina

Lima negara yang dimaksud adalah Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Komoro, dan Djibouti.

Liputan6.com, Amsterdam - Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan pada Jumat (17/11/2023) mengatakan kantornya menerima permintaan bersama dari lima negara, yaitu Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Komoro, dan Djibouti untuk menyelidiki dugaan kejahatan di wilayah Palestina.

"Sesuai dengan Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional, suatu negara dapat merujuk ke jaksa penuntut suatu situasi di mana satu atau lebih kejahatan dalam yurisdiksi mahkamah tampaknya telah dilakukan dan meminta jaksa untuk menyelidiki situasi tersebut untuk menentukan apakah satu atau lebih pihak tertentu harus didakwa melakukan kejahatan," ujar Khan dalam pernyataannya seperti dilansir CNN, Minggu (19/11).

Dia mencatat bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap situasi di wilayah Palestina atas kemungkinan kejahatan yang dilakukan sejak Juni 2014 di Gaza dan Tepi Barat. Investigasi dimulai pada Maret 2021.

"Ini sedang berlangsung dan meluas hingga meningkatnya permusuhan dan kekerasan sejak serangan yang terjadi pada 7 Oktober 2023," tutur Khan.

Baik Hamas maupun Israel dituduh melakukan kejahatan perang karena jumlah korban tewas akibat konflik meningkat. Menurut otoritas Gaza, serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober telah menewaskan setidaknya 12.000 orang.

Sementara itu, serangan Hamas ke Israel selatan pada hari yang sama menewaskan setidaknya 1.200 orang dan lebih dari 200 lainnya disandera.

Tidak hanya melancarkan serangan balasan, Israel juga menerapkan blokade total terhadap Jalur Gaza, memicu krisis bahan bakar dan kebutuhan dasar lainnya. Update pada Jumat menyebutkan bahwa Israel telah mengizinkan bahan bakar dalam jumlah terbatas memasuki Gaza dua hari sekali.

2 dari 3 halaman

Hamas dan Israel Sama Dituduh Melakukan Kejahatan Perang

Perang Hamas Vs Israel disebut tercakup dalam sistem hukum internasional kompleks yang dikembangkan setelah Perang Dunia II, yang berupaya menyeimbangkan kepentingan kemanusiaan dan kebutuhan militer suatu negara.

Sebuah laporan PBB bulan lalu menyebutkan bahwa mereka mengumpulkan bukti kejahatan perang setelah serangan Hamas. Laporan tersebut mengatakan Israel mungkin melakukan kejahatan perang berupa hukuman kolektif, setelah pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan pengepungan total terhadap Jalur Gaza. Sejumlah kelompok hak asasi manusia terkemuka setuju dengan penilaian PBB.

Awal bulan ini, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk melabeli serangan Hamas pada 7 Oktober sebagai kekejaman, dan mengatakan serangan serta penyanderaan adalah kejahatan perang.

Namun, dia menambahkan hukuman kolektif yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina juga merupakan kejahatan perang, seperti halnya evakuasi paksa terhadap warga sipil yang melanggar hukum.

Pemerintah Afrika Selatan telah menyerukan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Dalam pernyataan bulan lalu, Departemen Hubungan dan Kerja Sama Internasional Afrika Selatan menuduh Israel melakukan kejahatan perang dan mengatakan pengeboman terus-menerus terhadap sasaran sipil, pengabaian terhadap air, makanan, bahan bakar, dan listrik bagi penduduk sipil Gaza dilarang berdasarkan Perjanjian Hukum Humaniter Internasional dan Konvensi Jenewa.

3 dari 3 halaman

PM Israel Soal Tuduhan Lakukan Kejahatan Perang: Omong Kosong

Netanyahu menegaskan bahwa tuduhan Israel melakukan kejahatan perang di Gaza adalah omong kosong.

"Kami melakukan segala daya kami untuk menargetkan teroris dan warga sipil – seperti yang terjadi dalam setiap perang yang sah – terkadang disebut sebagai kerusakan tambahan," kata Netanyahu kepada NBC News.

Israel bukan anggota ICC dan menolak yurisdiksi pengadilan tersebut. Meski demikian, itu tidak menghentikan pengadilan untuk menyelidiki tindakannya di wilayah pendudukan Palestina.

Fatou Bensouda, yang sebelumnya menjabat sebagai jaksa ICC, menghabiskan waktu lima tahun untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan yang cermat dan menyimpulkan bahwa kejahatan perang telah atau sedang dilakukan di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza. Namun, tidak ada penangkapan yang dilakukan dan Bensouda meninggalkan jabatannya pada tahun 2021.

Khan sendiri telah mengatakan sebelumnya bahwa tindakan yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober adalah pelanggaran serius, jika terbukti, terhadap hukum kemanusiaan internasional.

Dia menekankan pula bahwa Israel mempunyai kewajiban yang jelas sehubungan dengan perangnya dengan Hamas.

"Bukan hanya kewajiban moral, tetapi kewajiban hukum … Hal ini tertuang dalam Konvensi Jenewa. Itu hitam dan putih," imbuhnya.

Â