Liputan6.com, Jakarta - Chevening Alumni Association Indonesia (CAAI) mendukung kebijakan donor organ yang lebih komprehensif di sistem kesehatan Indonesia, yakni realisasi transplantasi dari donor mati. Isu itu dibahas dalam acara bertajuk “Chevening for Healthier Indonesia: Debunking Transplantation Myths in Indonesia".
Donor organ dari seseorang yang sudah meninggal sudah dilakukan di banyak negara maju, namun di Indonesia masih ada mitos-mitos negatif terkait hal tersebut, sehingga membuat calon pendonor ragu.
Pihak CAAI menyorot bahwa kebutuhan transplantasi di Indonesia sangatlah tinggi. Meski transplantasi organ seperti kornea, ginjal, dan hati dari donor hidup telah rutin diselenggarakan, namun transplantasi jantung, paru, serta transplantasi organ dan jaringan lainnya dari donor mati belum pernah dilakukan di Indonesia.
Advertisement
“Kami tidak ingin Indonesia terus dipandang sebagai negara di Asia Tenggara yang sistem transplantasi organnya masih minim. Oleh karena itulah Chevening Alumni Association Indonesia memfasilitasi acara ini sebagai langkah awal untuk membangkitkan kesadaran dan minat masyarakat Indonesia untuk mendukung sistem transplantasi yang komprehensif dan mumpuni," ujar ungkap Luthfi Nurfakhri, Vice President General Secretary CAAI dalam rilis resminya, dikutip Senin (20/11/2023).
Turut hadir dalam acara ini yakni Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, para pakar kesehatan, masyarakat, serta para alumni penerima beasiswa Chevening di Indonesia.
Dalam keynote speech-nya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa transplantasi organ di Indonesia semakin dibutuhkan di tengah makin majunya ilmu kedokteran dan teknologi medis serta meningkatnya usia harapan hidup.
“Berdasarkan UU No 17 tahun 2023, saat ini pemerintah sedangmempersiapkan regulasi dan infrastruktur untuk terbentuknya sistem transplantasi nasional yang mampumelayani kebutuhan masyarakat Indonesia.,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Melihat dari Berbagai Sudut Pandang
Pada acara talkshow ini, pihak Chevening melibatkan para pakar yang membahas isu donor organ dari berbagai sudut pandang, mulai dari hukum, kesehatan, hingga keagamaan.
Dr. Gerhard Reinaldi, SpU(K), PhD selaku ahli transplantasi ginjal dan perwakilan dari RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo sekaligus Indonesian Transplant Society (InaTS) menjelaskan bahwa donasi organsebenarnya bisa dilakukan baik setelah donor mati klinis ataupun mati batang otak.
Terkait ketakutan soal perdagangan organ, dr. Susan H.M., SpBTKV(K) selaku ketua tim transplantasi paru RSUP Persahabatan menjelaskan bahwa perdagangan organ tubuh bukanlah hal yang realistis.
Pasalnya, donor organ perlu juga menjelaskanhal tersebut sebenarnya tidak memungkinkan karena pmeliputi proses pencocokan antara donor dan resipien, pengambilan organ, serta transportasi organ. Proses itu dilakukan dengan waktu terbatas untuk mempertahankan kualitas organ.
Dokter Susan juga menyebutkan adanya tim advokasi dari Rumah Sakit yang akan memfasilitasi keluarga calon pendonor, baik secara teknis maupun moral.
MUI juga ternyata sudah merilis fatwa bahwa donor organ adalah hal yang boleh dilakukan, termasuk oleh pendonor mati.
KH Miftahul Huda, Lc sebagai Sekretaris Komisi Fatwa MUI menegaskan bahwa praktik donasi organ hukumnya boleh. Hal itu tertuang di fatwa MUI nomor 11 tahun 2019 tentang Hukum Transplantasi Organ dan/atau Jaringan Tubuh untuk Diri Sendiri, serta Fatwa MUI nomor 12 tahun 2019 tentang Hukum Transplantasi Organ dan/atau Jaringan Tubuh dari Pendonor Mati untuk Orang Lain, dan sudah didukung oleh Fatwa MUI no. 12, dan Fatwa MUI nomor 13 tahun 2019 tentang Hukum Transplantasi Organ dan/atau Jaringan Tubuh dari Pendonor Hidup untuk Orang Lain
Advertisement
Penerima Donor
Acara CAAI ini juga dihadiri oleh Haris Saptowidyono dan Rahmannur Rizki Syahputra, pasangan ayah anaksekaligus donor dan resipien ginjal. Ada juga seorang ibu yang telah mendonorkan sebagian hatinya kepada putrinya.
Mereka bercerita bahwa kualitas hidup donor tetap baik.
“Saya masih bisa beraktivitas fisik seperti biasa, masih bisa bermain golf. Walaupun memang saya selalu menginformasikan terkait kondisi saya kepada rekan-rekan di kantor dan menghindari pekerjaan yangterlalu demanding secara fisik," ujar Haris.
Hal senada disampaikan Leona.
“Saya masih buka usaha jualan kue kering kecil-kecilan, tidak ada gejalaataupun masalah yang berarti” ujarnya.
Hal ini didukung penjelasan dari dr. Gerhard Reinaldi,SpU(K), PhD bahwa berdasarkan hasil penelitian, para donor justru biasanya memiliki kesehatan yang cenderung lebih baik karena lebih memperhatikan kesehatannya.
Adanya komunitas seperti Komunitas Transplantasi Hati Indonesia (KATAHATI) dan Yayasan Komunitas Cangkok Ginjal Indonesia (YKCGI) juga sangat membantu para donor dan resipien ginjal dan hati dalam menyesuaikan diri pasca-transplantasi.