Sukses

Penyu Jantan Terancam Punah, Ini Penyebabnya

Penyu hijau sedang terancam punah karena ulah manusia seperti berburu, mengambil telur, merusak habitat. Namun, ada ancaman yang lebih besar yaitu tukik jantan terancam punah.

Liputan6.com, Jakarta - Penyu hijau sedang terancam punah karena ulah manusia seperti berburu, mengambil telur, merusak habitat, dan sampah yang bisa menjebak mereka. Namun, ancaman yang lebih besar bagi mereka bukan hanya dari manusia, melainkan dari hilangnya tukik jantan dalam spesies ini.

Penyebabnya sebagian terkait dengan perubahan iklim yang meningkatkan suhu, tetapi penelitian terbaru menyoroti dampak aktivitas manusia lainnya yang turut mendorong masalah ini.

Melansir dari Science Alert, Minggu (3/13/2023), sebuah studi baru menemukan bahwa polutan tertentu dapat menyebabkan feminisasi pada penyu. Hal tersebut diungkapkan oleh Arthur Barraza, seorang ahli toksikologi dari Australian Rivers Institute di Griffith University.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa risiko kepunahan karena kurangnya penyu hijau jantan mungkin diperburuk oleh kontaminan yang juga dapat mempengaruhi rasio jenis kelamin penyu hijau yang sedang berkembang, sehingga meningkatkan bias terhadap penyu hijau betina," ujar Arthur Barraza.

Penyu hijau (chelonia mydas) adalah spesies yang tersebar luas, mendiami wilayah tropis, subtropis, dan yang beriklim sedang di Samudera Atlantik, Pasifik, Hindia, serta Laut Mediterania.

Saat ini, jumlah tukik jantan jauh melampaui jumlah betina secara keseluruhan, meskipun ketidakseimbangannya berbeda-beda di berbagai daerah tempat mereka hidup. Contohnya, di wilayah-wilayah yang lebih hangat seperti Great Barrier Reef di utara, para peneliti menyatakan bahwa ratusan penyu betina lahir untuk setiap penyu jantan.

Hal tersebut disebabkan oleh sistem penentuan jenis kelamin penyu yang tergantung pada suhu, yang berarti bahwa suhu pasir di sekitar sarang telur akan mempengaruhi jenis kelamin embrio.

Penyu betina lebih sering lahir dari telur yang dierami dalam pasir yang lebih hangat. Dengan meningkatnya suhu secara global, jumlah tukik jantan semakin langka.

2 dari 5 halaman

Jenis Kelamin Penyu Hijau, Lebih dari Penentuan Suhu dan Jumlah Sarang

Namun, menurut penelitian terbaru, penentuan jenis kelamin bukanlah satu-satunya faktor yang berperan.

Dalam penelitian terbaru tersebut, Arthur Barraza dan timnya melakukan penelitian pada penyu hijau di wilayah pemantauan yang berlangsung lama di Pulau Heron, sebuah pulau kecil berpasir di bagian selatan Great Barrier Reef.

Para peneliti telah melaporkan bahwa antara 200 hingga 1.800 penyu betina bersarang di sana setiap tahunnya, dan anak penyu yang lahir di pulau ini memiliki proporsi jenis kelamin yang lebih seimbang daripada yang lahir di daerah dekat garis khatulistiwa, di mana hanya ada dua atau tiga penyu betina untuk setiap jantan.

Tim peneliti memeriksa 17 sarang telur penyu hijau di pulau tersebut. Mereka mengumpulkan telur-telur tersebut dua jam setelah induk penyu bertelur, lalu menimbunnya kembali di sekitar perangkat pengukur suhu yang akan merekam suhu setiap jam di dalam sarang dan di pantai.

3 dari 5 halaman

Dampak Xenoestrogen pada Tukik yang Baru Menetas

Saat tukik menetas, tim peneliti mencatat jenis kelaminnya dan melakukan uji pada 18 logam berat seperti kadmium dan kromium, serta zat pencemar organik seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (PAHs), bifenil poliklorinasi (PCBs), dan difenil eter polibrominasi (PBDEs).

"Semua kontaminan ini diketahui atau diduga berfungsi sebagai 'xenoestrogen' atau molekul yang mengikat reseptor hormon seks wanita," ujar penulis senior Jason van de Merwe, ahli ekologi kelautan dan ekotoksikologi di Australian Rivers Institute.

Jason van de Merwe mengatakan bahwa penyu betina mengakumulasi kontaminan tersebut di tempat mencari makannya.

"Saat telur berkembang di dalam tubuhnya, mereka menyerap kontaminan yang dia kumpulkan dan menyimpannya di hati embrio, di mana mereka dapat bertahan selama bertahun-tahun setelah menetas," jelas Jason van de Merwe.

4 dari 5 halaman

Rasio Jenis Kelamin Penyu Hijau

Penelitian di Pulau Heron mengungkap variasi rasio jenis kelamin di antara kelompok-kelompok tertentu, tetapi mayoritas sarang cenderung menghasilkan lebih banyak tukik betina, menurut laporan para peneliti.

Tingkat ketidakseimbangan betina di setiap sarang menunjukkan keterkaitan dengan tingkat xenoestrogen pada tukik. Mereka menemukan bahwa tingkat polutan yang lebih tinggi di hati tukik berhubungan dengan ketidakseimbangan jenis kelamin yang lebih besar di sarang mereka.

Meskipun perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah polutan ini secara langsung berperan dalam perbedaan rasio jenis kelamin, hubungan ini menimbulkan kekhawatiran bagi para peneliti, mengingat kelangkaan tukik jantan serta berbagai ancaman lain yang dihadapi oleh populasi penyu.

"Seiring dengan rasio jenis kelamin yang mendekati 100 persen penyu betina, semakin sulit bagi penyu betina dewasa untuk menemukan pasangan. Hal ini sangat penting mengingat perubahan iklim telah menjadikan pantai tempat bersarang menjadi lebih hangat dan lebih memihak betina," ujar Arthur Barraza.

5 dari 5 halaman

Strategi Menghadapi Penurunan Tukik Jantan

Selain mengurangi emisi gas rumah kaca, studi ini menyarankan bahwa mengelola dengan lebih baik beberapa zat pencemar yang bersifat estrogenik bisa menjadi solusi lain untuk mengurangi penurunan jumlah tukik jantan.

"Menentukan senyawa spesifik mana yang dapat mengubah rasio jenis kelamin anakan adalah penting untuk mengembangkan strategi mencegah polutan semakin membuat populasi penyu menjadi semakin feminin," tutur penulis senior Jason van de Merwe, ahli ekologi kelautan dan ekotoksikologi di Australian Rivers Institute.

"Sebagian besar logam berat berasal dari kegiatan manusia seperti pertambangan, pencemaran dari air limbah, dan polusi umum yang berasal dari sampah perkotaan," lanjutnya.

Menurut Jason van de Merwe, solusi terbaik yang bisa ditempuh ke depan adalah dengan mengadopsi pendekatan ilmiah yang berkelanjutan untuk mengurangi polusi yang masuk ke dalam lingkungan laut kita.

Studi ini dipublikasikan di Frontiers in Marine Science.