, Berlin - Slogan yang lengkapnya berbunyi "Dari sungai ke laut, Palestina akan Merdeka" belakangan diperdebatkan di Jerman. Buntutnya, dilarang digunakan di depan publik.
Padahal sejatinya slogan "from the river to the sea" telah ada selama beberapa dekade.
Baca Juga
Mengutip laporan DW Indonesia, Selasa (21/11/2023), slogan ini sebelumnya di Jerman sering diteriakkan dalam aksi-aksi unjuk rasa pro-Palestina. Selain itu juga beredar luas di media sosial, bahkan ditemukan di berbagai barang yang dijual secara online, termasuk lilin, bendera, dan kaus.
Advertisement
Banyak aktivis pro-Palestina yang menggambarkan slogan itu sebagai seruan untuk perdamaian dan kesetaraan bagi warga Palestina, yang harus hidup di bawah pendudukan Israel selama puluhan tahun. Tapi ada pula yang menafsirkannya sebagai seruan nyata untuk menghancurkan Israel.
Damai atau radikal?
Dalam kaitannya dengan hak eksistensi Israel, makna slogan "Palestina yang merdeka dari sungai ke laut” menjadi bermasalah. Karena menyerukan penghancuran negara Israel adalah sesuatu yang dilarang di Jerman.
Belakangan, slogan ini memang sering digunakan oleh kelompok-kelompok radikal. Di luar Jerman, slogan ini masih jadi perdebatan.
Pada tahun 2021 misalnya, cendekiawan Amerika Serikat keturunan Palestina, Yousef Munayyer, berpendapat bahwa frasa "Dari sungai ke laut” hanyalah sebuah deskripsi tentang ruang, di mana banyak hak-hak warga Palestina ditindas sejak pengusiran mereka pada tahun 1948, tidak hanya di wilayah pendudukan, tetapi juga di wilayah Israel.
Menurut Munayyer, frasa ini mengungkapkan hasrat atas "sebuah negara di mana warga Palestina dapat hidup di tanah air mereka sebagai warga negara yang bebas dan setara, tanpa didominasi oleh orang lain.”
"Tidak ada satu inci persegi pun tanah antara sungai dan laut di mana warga Palestina memiliki kebebasan, keadilan dan kesetaraan. Hal ini menjadi sangat penting ditekankan saat ini,” tulis Munayyer, yang menjabat sebagai Kepala Program Palestina/Israel di Arab Center di Washington awal bulan lalu di platform X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Larangan di Berbagai Negara: Dianggap Dukung Hamas hingga Seruan Aksi Kekerasan untuk Israel
Apakah slogan "dari sungai ke laut" memuat seruan untuk penghancuran negara Israel, atau sekedar seruan kesetaraan bagi warga Palestina? Ini masih menjadi perdebatan sampai sekarang.
Di Jerman sendiri ada perdebatan pendapat mengenai slogan ini.
Awalnya, tidak ada aturan hukum mengenai slogan ini, dan frasa itu dianggap bagian dari kebebasan berkspresi yang dilindungi oleh undang-undang di Jerman. Slogan itu baru dianggap bermasalah, kalau menjadi pemicu aksi kekerasan.
Tetapi sekarang, Kementerian Dalam Negeri Jerman melarang penggunaan slogan tersebut, karena dianggap sebagai indikasi dukungan terhadap Hamas, yang di Jerman ditetapkan sebagai organisasi teroris. Slogan itu juga dianggap sebagai seruan untuk melakukan kekerasan terhadap orang Yahudi dan terhadap negara Israel.
Siapa pun yang sekarang menggunakan slogan itu dapat dikenakan sanksi denda karena "menghasut kebencian," atau bahkan dalam skenario terburuk, dapat dihukum penjara hingga tiga tahun. Beberapa negara bagian di Jerman sudah melakukan tuntutan pidana pertama dengan aturan baru itu.
Kontroversi serupa juga terjadi di beberapa negara lain.
Bulan Oktober lalu, demonstrasi di Austria dilarang karena penggunaan slogan tersebut. Di Inggris, anggota parlemen Andy McDonald diskors dari Partai Buruh karena menggunakan frasa tersebut dalam rapat umum pro-Palestina.
Sementara di AS, anggota Kongres berdarah Palestina dari Partai Demokrat, Rashida Tlaib, mendapat teguran keras di parlemen karena menggunakan slogan kontroversial itu. Resolusi teguran keras yang diajukan kubu Republik di parlemen itu disetujui oleh mayoritas anggota dengan dukungan sebagian anggota parlemen dari Partai Demokrat.
Advertisement
Asal-Usul Slogan Berusia Puluhan Tahun yang Sering Digunakan
Ungkapan "(Mulai) Dari sungai (hingga) ke laut” pertama kali digunakan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada tahun 1964.
Dalam piagam pendiriannya saat itu, PLO dengan tegas menolak rencana pembagian Palestina oleh PBB pada tahun 1947, dan menuntut pembentukan negara Palestina Merdeka yang membentang dari Sungai Yordan hingga ke Laut Mediterania atau sering juga disebut Laut Tengah.
Setelah periode Perang Enam Hari pada tahun 1967, ungkapan itu kemudian semakin sering digunakan oleh kelompok-kelompok Palestina lainnya. Mereka menggunakan slogan itu sebagai seruan untuk membebaskan wilayah mereka dari pendudukan Israel, antara lain Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina, PFLP, dan kelompok Hamas, yang didirikan pada tahun 1987.
Hamas memakai slogan tersebut secara luas sekitar tahun 2012. Saat itu, pemimpin Hamas Khaled Mashal berpidato dalam peringatan 25 tahun berdirinya Hamas dan mengatakan: "Palestina adalah milik kita dari sungai hingga laut dan dari selatan ke utara."
Pernyataan ini dimuat kembali dalam revisi piagam Hamas pada tahun 2017, yang juga menyerukan penghancuran negara Israel dengan kekerasan.
Dan pada Desember 2022, Hamas kembali menerbitkan slogan tersebut, bersama dengan peta wilayah yang menggambarkan negara Palestina tanpa Israel.
Baik Hamas maupun PFLP sekarang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), Jerman, dan beberapa negara lain.
Slogan Antisemit?
Kendati demikian, di sisi lain, slogan tersebut secara luas dianggap sebagai ujaran antisemitisme, yang menyerukan pemusanahan negara Israel.
Pada awal November lalu, sebuah surat terbuka yang ditandatangani oleh 30 media Yahudi di seluruh dunia, terbit di sebuah majalah. Di sana disebutkan: "Tidak ada keraguan bahwa Hamas mendukung seruan "dari sungai ke laut”, karena Palestina yang berada di antara sungai dan laut tidak menyisakan satu inci pun untuk Israel."
Komite Yahudi Amerika juga menegaskan di situsnya: "Tentu tidak ada antisemitisme dalam mengadvokasi warga Palestina memiliki negara mereka sendiri … Namun, menyerukan penghapusan negara Yahudi, memuji Hamas atau entitas lain yang menyerukan penghancuran Israel, atau pernyataan bahwa orang Yahudi tidak punya hak untuk menentukan nasib sendiri, adalah tindakan antisemitisme.”
Mereka berpendapat, penggunaan slogan tersebut tidak dapat ditoleransi, karena organisasi-organisasi radikal Palestina telah mengadopasinya dan mengklaimnya sebagai slogan mereka.
Advertisement