Sukses

Otoritas Kesehatan Gaza Akui Tidak Lagi Mampu Menghitung Jumlah Korban Tewas Akibat Serangan Israel

Tantangan dalam memverifikasi jumlah korban tewas semakin meningkat seiring dengan intensifnya invasi darat Israel yang disertai dengan putusnya layanan telepon dan internet, menimbulkan kekacauan di seluruh wilayah.

Liputan6.com, Gaza - Otoritas kesehatan Gaza, wilayah yang dikuasai Hamas, mengatakan pada Selasa (21/11/2023) bahwa mereka telah kehilangan kemampuan untuk menghitung jumlah korban tewas menyusul runtuhnya sistem kesehatan di wilayah tersebut dan sulitnya pengumpulan jenazah dari daerah-daerah yang dikuasai tank dan pasukan Israel.

Selama lima pekan pertama perang Hamas Vs Israel berlangsung sejak 7 Oktober, otoritas kesehatan Gaza dilaporkan dengan hati-hati melacak korban jiwa. Pembaruan terakhir mereka pada 10 November menyebutkan bahwa korban tewas tercatat 11.078 orang.

Tantangan dalam memverifikasi jumlah korban tewas semakin meningkat seiring dengan intensifnya invasi darat Israel yang disertai dengan putusnya layanan telepon dan internet, menimbulkan kekacauan di seluruh wilayah.

"Disayangkan, otoritas kesehatan belum bisa mengeluarkan statistiknya karena ada gangguan komunikasi antar rumah sakit dan gangguan pada internet," kata juru bicara otoritas kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra kepada AP, seperti dikutip, Rabu (11/22/2023).

"Basis data elektronik yang digunakan otoritas kesehatan untuk mengumpulkan korban dari rumah sakit tidak lagi mampu menampilkan nama dan statistiknya."

Al-Qudra mengatakan pihaknya sedang mencoba memulai kembali program dan melanjutkan komunikasi dengan rumah sakit.

Para petugas medis menuturkan saat ini terlalu berbahaya untuk mengumpulkan banyak sekali mayat di Kota Gaza, di mana buldoser Israel memblokir jalan-jalan dan tank-tank menembaki apapun yang menghalangi mereka.

2 dari 3 halaman

Diyakini Total Korban Jiwa Melonjak Tajam

Para pejabat otoritas kesehatan Gaza, yang telah lama dipandang sebagai sumber lokal yang paling dapat diandalkan mengenai jumlah korban, mengungkapkan keyakinan mereka bahwa angka kematian telah melonjak tajam dalam sepekan terakhir berdasarkan perkiraan dokter pasca serangan udara di lingkungan padat penduduk dan laporan dari keluarga tentang hilangnya orang-orang terkasih.

Namun, mereka menggarisbawahi hampir mustahil untuk mengetahui jumlah korban secara pasti.

"Tidak ada yang punya angka pastinya dan hal itu tidak mungkin terjadi lagi," kata pejabat otoritas kesehatan Gaza Mehdat Abbas.

"Orang-orang diusir ke jalanan. Beberapa berada di bawah reruntuhan. Siapa yang dapat menghitung jumlah korban jiwa dan mengumumkannya dalam konferensi pers?"

Pernyataan Abbas dinilai menyentil Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina yang berkedudukan di Ramallah. Otoritas Palestina diakui secara internasional sebagai perwakilan sah Palestina.

Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah memberikan jumlah korban yang serupa dengan otoritas kesehatan Gaza selama lima pekan pertama perang Hamas Vs Israel berlangsung.

Namun, setelah otoritas kesehatan Gaza berhenti menghitung, Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah terus mengeluarkan laporan rutin mengenai jumlah korban tewas – yang terbaru 13.300 – tanpa membahas metodologi yang mereka gunakan.

Badan-badan PBB mengatakan mereka tidak dapat memverifikasi jumlah kematian yang dirilis Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah.

Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah dilaporkan berhenti memberikan penghitungannya pada Selasa (21/11), tanpa mengungkapkan alasannya.

Otoritas Gaza menekankan bahwa mereka tidak tahu bagaimana Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah menghitung jumlah korban jiwa. Al-Qudra menggambarkan angka-angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah sebagai "statistik personal" yang tidak ada hubungannya dengan otoritas Gaza.

"Seseorang yang duduk di kantor ber-AC, bisa mengatakan apapun yang diinginkannya," kata Abbas. "Namun, jika Anda datang ke lapangan, tidak ada yang bisa bekerja di antara tank untuk menghitung berapa banyak orang yang terbunuh."

3 dari 3 halaman

Kesulitan Berkoordinasi

Pekan lalu, otoritas kesehatan Gaza mengosongkan kantor pusatnya di Rumah Sakit Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, ketika pasukan Israel mengepung dan menggerebek fasilitas tersebut, yang mereka tuduh digunakan Hamas sebagai pusat komando.

Hamas dan manajemen rumah sakit telah membantah keras tuduhan tersebut.

Staf yang bertanggung jawab menghitung jumlah korban tewas dilaporkan tersebar di seluruh Jalur Gaza selatan dan kesulitan untuk berkoordinasi satu sama lain, termasuk dengan rumah sakit karena seringnya terputus komunikasi.

Rumah sakit-rumah sakit di Jalur Gaza utara disebut telah ditutup kecuali Rumah Sakit Awda, sebuah fasilitas swasta di kamp pengungsi Jabalia, di utara Kota Gaza, tempat para dokter melakukan operasi dengan senter dan merawat pasien di lantai yang berlumuran darah.

"Ini kekacauan. Ada bom di sekitar kami, serangan udara, serangan tank, penembak jitu, dan tembakan," kata Direktur Rumah Sakit Awda Ahmad Muhanna. "Kami berusaha memberikan perkiraan terbaik yang kami bisa, namun setiap detiknya, semakin banyak pasien yang datang dan keadaannya semakin sulit."

"Dalam banyak kasus saat ini, sertifikat kematian tidak ada."

Tanpa penghitungan jumlah korban tewas yang jelas, para aktivis khawatir konflik akan terus berlanjut tanpa akuntabilitas. Mereka mengatakan angka-angka tersebut penting karena dapat berdampak langsung pada kebijakan dan urgensi global.

"Kita harus mencatat angka-angka ini dalam sejarah," kata Shawan Jabarin, direktur kelompok hak asasi manusia Palestina al-Haq.

"Akuntabilitas adalah satu hal dan hal lainnya adalah mengajarkan generasi berikutnya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ini penting untuk keadilan transisi, untuk perdamaian."

Video Terkini