Liputan6.com, Jalur Gaza - Qatar berhasil menjadi salah satu negara yang berjasa dalam mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza. Setelah hampir dua bulan berperang dan menewaskan lebih dari 10 ribu orang, Israel sepakat untuk gencatan senjata.
Gencatan senjata akan dimulai pada Jumat (23/11/2023).Â
Baca Juga
Berdasarkan laporan The Jerusalem Post, pihak Kementerian Luar Negeri Qatar menegaskan gencatan senjata akan dimulai pukul 07.00 pagi.Â
Advertisement
Pada periode awal, Hamas akan melepaskan 13 tawanan dari Israel. Mereka semua akan diserahkan ke pihak Mossad (intelijen Israel). Totalnya akan ada 50 orang yang dilepaskan dalam beberapa hari ke depan.Â
Anggota keluarga yang ditawan oleh Hamas juga akan dilepaskan bersama-sama. Semetara, pihak Israel juga setuju untuk melepaskan sejumlah tahanan dari Jalur Gaza.Â
Awalnya, gencatan senjata harusnya dimulai Kamis ini, tetapi ada delay yang terjadi. Pihak Qatar tidak resah tentang hal tersebut dan berkata pihak Hamas serta Israel kompak mendukung kesepakatan ini.
Jubir Kemlu Qatar, Majid bin Mohammed Al Ansari, berkata pihaknya akan terus membuka channel komunikasi antara kedua belah pihak.
"Tim kami telah bekerja dalam hal ini selama siang dan malam," ujarnya.
Lebih lanjut, berkata Komite Internasional Palang Merah juga akan terlibat dalam pembebasan sandera. Meski demikian, ia tidak menjelaskan bagaimana proses Hamas menyerahkan para tawanan tersebut.
UNICEF Sebut 1.200 Anak Gaza Masih Berada di Bawah Reruntuhan Bangunan Akibat Serangan Israel
Sebelumnya dilaporkan, Kepala badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni UNICEF mengatakan pada Rabu (22/11/2023) bahwa Jalur Gaza yang terkepung saat ini menjadi tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak. Bahkan, pihaknya menyebut bahwa gencatan senjata yang saat ini disepakati oleh Israel dan Hamas tidak cukup untuk menyelamatkan hidup anak-anak di sana.
Direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB) bahwa lebih dari 5.300 anak di Gaza tewas sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober. Angka tersebut mencapai 40 persen dari total kematian yang dilaporkan di sana.
"Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Saya dihantui oleh apa yang saya lihat dan dengar," kata Russell, yang baru saja kembali dari perjalanan ke Gaza selatan, seperti dilansir CNA, Kamis (23/11/2023).Â
Meski demikian, Russell menyambut baik kesepakatan yang dicapai oleh Israel dan Hamas pada Rabu untuk membebaskan sandera dan melakukan jeda kemanusiaan.
Namun Russell mengatakan bahwa jeda kemanusiaan saja tidak cukup dan menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan yang mendesak untuk segera menghentikan pembantaian ini".
"Agar anak-anak dapat bertahan hidup… agar pekerja kemanusiaan tetap tinggal dan memberikan pertolongan secara efektif… jeda kemanusiaan saja tidak cukup," katanya.
Â
Advertisement
Anak-Anak di Gaza Alami Kekurangan Gizi Akut
Lebih lanjut, Russell mengatakan bahwa 1.200 anak lainnya diyakini masih berada di bawah reruntuhan bangunan yang dibom atau belum ditemukan.
"Selain bom, roket, dan tembakan, anak-anak Gaza berada pada risiko ekstrem akibat kondisi kehidupan yang sangat buruk," tambah Russell.
UNICEF memperkirakan bahwa kekurangan gizi akut pada anak-anak dapat meningkat hampir 30 persen di Gaza dalam beberapa bulan ke depan.
"Satu juta anak – atau seluruh anak di wilayah ini – kini mengalami kerawanan pangan dan menghadapi krisis gizi yang bisa menjadi bencana besar," ungkap Russell.
Lebih jauh, Kepala Dana Kependudukan PBB, Natalia Kanem, menyoroti penderitaan para perempuan hamil di Gaza, dengan sekitar 5.500 orang diperkirakan akan melahirkan bayi dalam kondisi yang memprihatinkan pada bulan mendatang.
"Pada saat kehidupan baru dimulai, momen yang seharusnya menjadi kegembiraan dibayangi oleh kematian dan kehancuran, kengerian dan ketakutan," kata Kanem.
Bahaya bagi Kelompok Perempuan
Sima Bahous, yang memimpin UN Women, mengatakan bahwa anak perempuan dan perempuan menghadapi bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut Bahous, 67 persen korban tewas di Gaza sejauh ini adalah perempuan dan anak-anak.
"Itu berarti dua ibu terbunuh setiap jam dan tujuh perempuan terbunuh setiap dua jam," katanya.
"Kami telah menyaksikan enam rangkaian kekerasan di Gaza dalam 15 tahun terakhir, namun keganasan dan kehancuran yang terpaksa dialami oleh rakyat Gaza di bawah pengawasan kami telah mencapai intensitas yang belum pernah kami lihat sebelumnya," katanya.
Advertisement