Sukses

Korea Utara Kerahkan Senjata Baru di Perbatasan, Sebut Perjanjian dengan Korea Selatan Hanya Tinggal Secarik Kertas

Pengumuman penempatan senjata baru di perbatasan oleh Korea Utara muncul setelah Korea Selatan mengumumkan penarikan diri dari perjanjian tahun 2018, yang bertujuan meredakan ketegangan antara keduanya.

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara pada Kamis (23/11/2023) mengatakan, pihaknya akan mengerahkan perangkat keras militer baru di sepanjang Garis Demarkasi Militer yang memisahkan negara itu dengan Korea Selatan. Pernyataan itu muncul setelah Korea Selatan mengumumkan penarikan diri dari perjanjian tahun 2018, yang bertujuan meredakan ketegangan di sepanjang perbatasan.

Pasca menarik diri, Korea Selatan akan meningkatkan intelijen dan pengawasannya di sepanjang Zona Demiliterisasi (DMZ). Langkah ini diambil setelah Korea Utara meluncurkan satelit mata-mata pertamanya pada Selasa (21/11), yang menurut para analis dapat memberikan informasi kepada Pyongyang untuk menargetkan pasukan lawan dengan lebih baik. Demikian dilansir CNN pada Jumat (24/11), yang mengutip kantor berita Korea Utara KCNA.

Tindakan reaktif yang dilakukan Korea Selatan mencerminkan kemunduran dari Perjanjian Militer Antar-Korea, yang ditandatangani pada tahun 2018 sebagai bagian dari upaya bersama Amerika Serikat (AS) menahan ancaman perang di Semenanjung Korea dan memperluas zona penyangga antara kedua Korea.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh presiden Korea Selatan saat itu Moon Jae-in dan Kim Jong Un di Panmunjom, dengan isi yang menegaskan "tidak akan ada lagi perang di Semenanjung Korea dan dengan demikian era perdamaian baru telah dimulai".

Meski demikian, niat baik apa pun yang dihasilkan oleh perjanjian tersebut hilang dalam beberapa tahun terakhir. Kim Jong Un, yang tidak mendapatkan konsesi yang diinginkannya dari AS dan Korea Selatan pada perundingan selanjutnya, sejak itu meningkatkan program rudal balistik Korea Utara. Kim Jong Un berjanji bahwa Korea Utara akan memiliki alat penangkal nuklir seperti yang dimiliki oleh Washington.

2 dari 3 halaman

Potensi Jual Peralatan Militer ke Jepang dan Korea Selatan

Merespons peningkatan kekuatan militer Korea Utara, Korea Selatan bersama dengan AS dan Jepang, telah meningkatkan kerja sama militer mereka melalui latihan dan pengerahan pasukan yang dianggap Korea Utara sebagai ancaman.

Awal pekan ini Korea Utara mengecam AS atas potensi penjualan rudal canggihnya ke Jepang dan peralatan militer ke Korea Selatan, menyebutnya sebagai tindakan berbahaya.

Korea Utara mengatakan sudah jelas kepada siapa peralatan militer ofensif tersebut akan ditujukan dan digunakan.

Pada Kamis, Kementerian Pertahanan Korea Utara seperti dilansir KCNA mengungkapkan bahwa tentaranya tidak akan pernah terikat oleh perjanjian militer tersebut dan berjanji mengerahkan angkatan bersenjata yang lebih kuat dan perangkat keras militer jenis baru di sepanjang Garis Demarkasi Militer.

Mereka menyatakan bahwa perjanjian tersebut telah lama hanya tinggal secarik kertas karena tindakan Korea Selatan yang disengaja dan provokatif. Selain itu, Korea Utara memperingatkan bahwa Korea Selatan harus membayar mahal atas provokasi politik dan militer yang tidak bertanggung jawab dan serius yang telah mendorong situasi saat ini ke fase yang tidak terkendali.

3 dari 3 halaman

Kesalahan Serius Korea Selatan?

Korea Utara juga mengatakan bahwa Korea Selatan akan bertanggung jawab sepenuhnya atas bentrokan yang mungkin terjadi antara kedua Korea.

"Situasi paling berbahaya di wilayah Garis Demarkasi Militer, di mana konfrontasi militer paling akut di dunia masih berlangsung dan faktor sekecil apa pun yang tidak disengaja dapat memperburuk konflik bersenjata hingga menjadi perang habis-habisan, telah menjadi tidak dapat dikendalikan lagi, karena kesalahan serius yang dibuat oleh gangster politik militer dari ROK (Republik Korea)," kata KCNA.