Liputan6.com, Jakarta - China pada Jumat 24 November 2023 mengumumkan bahwa mereka akan mengizinkan masuk bebas visa bagi warga negara dari lima negara Eropa dan Malaysia. Hal ini sebagai upaya untuk mendorong lebih banyak orang berkunjung untuk tujuan bisnis dan pariwisata.
Mengutip VOA Indonesia, Sabtu (25/11/2023), diketahui bahwa mulai 1 Desember warga negara berikut akan diizinkan memasuki China hingga 15 hari tanpa visa.
Baca Juga
- Prancis
- Jerman
- Italia
- Belanda
- Spanyol
- Malaysia
Adapun program uji coba bebas visa ini akan berlaku selama satu tahun.
Advertisement
"Tujuannya adalah untuk memfasilitasi pengembangan pertukaran personel China dan asing yang berkualitas tinggi dan keterbukaan tingkat tinggi terhadap dunia luar," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning pada pengarahan pers harian.
Adapun langkah-langkah saat pandemi COVID-19 yang ketat di China, termasuk mewajibkan karantina bagi semua pendatang, membuat banyak orang enggan berkunjung selama hampir tiga tahun. Pembatasan tersebut telah dicabut pada awal tahun ini, namun perjalanan internasional belum kembali ke tingkat sebelum pandemi.
China sebelumnya mengizinkan tiga warga negara berikut untuk masuk tanpa visa:
- Brunei
- Jepang
- Singapura
Kendati demikian, pemerintah memutuskan untuk menangguhkannya karena wabah COVID-19 yang parah.
Negeri Tirai Bambu itu lalu melanjutkan program masuk bebas visa untuk Brunei dan Singapura pada bulan Juli, namun belum menerapkannya untuk Jepang.
Jumlah Turis yang Menurun
Dalam enam bulan pertama tahun ini, China mencatat 8,4 juta orang asing masuk dan keluar, menurut statistik imigrasi. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan 977 juta pada tahun 2019, tahun terakhir sebelum pandemi COVID-19.
Pemerintah sejatinya telah mencari investasi asing untuk membantu meningkatkan perekonomian yang lesu, dan beberapa pengusaha telah datang untuk menghadiri pameran perdagangan dan pertemuan, termasuk Elon Musk dari Tesla dan Tim Cook dari Apple.
Wisatawan asing masih jarang terlihat di China dibandingkan dengan sebelum pandemi COVID-19.
Advertisement
Kasus Penyakit Mirip Influenza Melonjak di China Utara, WHO Ajukan Permintaan Resmi Minta Info Terperinci
Adapun China tengah jadi sorotan belakangan karena lonjakan kasus penyakit mirip influenza tengah dilaporkan dari bagian utara tersebut. World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia bahkan tengah memantaunya.
"China bagian utara telah melaporkan peningkatan penyakit mirip influenza sejak pertengahan Oktober jika dibandingkan dengan periode yang sama dalam tiga tahun sebelumnya," kata WHO seperti dikutip dari AFP, Jumat (24/11/2023).
"WHO telah mengajukan permintaan resmi ke China untuk mendapatkan informasi rinci mengenai peningkatan penyakit pernapasan dan laporan kelompok pneumonia pada anak-anak," kata badan kesehatan PBB itu dalam sebuah pernyataan pada Rabu 22 November.
Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan kepada wartawan pekan lalu bahwa lonjakan penyakit pernapasan disebabkan oleh pencabutan pembatasan COVID-19 dan peredaran patogen yang diketahui, yaitu influenza dan infeksi bakteri umum yang menyerang anak-anak, termasuk pneumonia mikoplasma.
Ibu kota China, Beijing, yang terletak di utara negara itu, saat ini sedang mengalami cuaca dingin, dengan suhu diperkirakan turun hingga di bawah nol pada hari Jumat, kata media pemerintah.
Temperatur turun drastis ketika kota itu "memasuki musim penyakit menular pernafasan yang tinggi", Wang Quanyi, wakil direktur dan kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Beijing, mengatakan kepada media pemerintah pada Rabu 22 November.
Beijing “saat ini menunjukkan tren berbagai patogen hidup berdampingan”, tambahnya.
China Dukung Diplomasi Negara Arab dan Islam untuk Setop Perang di Gaza
Di sisi lain, Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) memberikan support kepada negara-negara Arab dan Islam dalam melakukan penyelesaian diplomatik pada perang yang terjadi di Jalur Gaza. RRC berharap pertempuran yang terjadi bisa segera berakhir.
Dilaporkan VOA Indonesia, Senin (20/11), Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa negaranya akan bekerja sama dengan “saudara dan saudari kita” di dunia Arab dan Islam untuk mencoba mengakhiri pertempuran di Gaza sesegera mungkin.
Pandangan itu diberikan saat para menteri dari negara-negara mayoritas Muslim mengunjungi Beijing.
Para menteri dari Arab Saudi, Mesir, Yordania, Otoritas Palestina, dan Indonesia memilih Beijing sebagai tujuan pertama tur keliling ibu kota dunia, bukti meningkatnya pengaruh geopolitik dan dukungan jangka panjang China terhadap Palestina.
Pada konferensi pers harian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning sangat memuji KTT Luar Biasa Arab-Islam yang diadakan awal bulan ini. Ia mengatakan bahwa para menteri luar negeri itu akan “memberi pengarahan lebih lanjut kepada China mengenai KTT tersebut, dan kedua pihak akan curah pandangan tentang konflik Palestina-Israel saat ini.”
“Kedua pihak melakukan pertukaran pandangan mendalam guna meredakan ketegangan, melindungi warga sipil, dan menyelesaikan masalah Palestina secara adil,” kata Mao. Ia menambahkan bahwa informasi lebih lanjut mengenai ini akan segera dirilis.
China telah lama mendukung Palestina dan dengan cepat mengecam Israel atas permukimannya di wilayah pendudukan. Mereka tidak mengkritik serangan awal Hamas pada 7 Oktober – yang menewaskan sekitar 1.200 orang. Sementara Amerika dan negara-negara lain menyebutnya sebagai tindakan terorisme. Namun, China memang memiliki hubungan ekonomi yang berkembang dengan Israel.
Advertisement