Liputan6.com, Gaza - Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mengunjungi Gaza. Menurut laporan Jerussalem Post, yang dikutip Senin (27/11/2023), ia merupakan PM Israel pertama yang melakukan kunjungan tersebut dalam kurun waktu dua dekade.
"Tidak ada yang akan menghentikan kami. Kami yakin bahwa kami mempunyai kekuatan, kekuatan, kemauan, dan tekad untuk mencapai semua tujuan perang, dan kami akan melakukannya," kata PM Israel Netanyahu.
Baca Juga
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menjadi kepala negara Israel pertama yang melakukan perjalanan ke Gaza dalam dua dekade, ketika ia mengunjungi pasukan Israel Defense Forces (IDF) atau Pasukan Pertahanan Israel yang ditempatkan di sana pada hari Minggu (26/11) dan diperlihatkan terowongan Hamas.
Advertisement
"Kami melanjutkannya sampai akhir – sampai kemenangan," kata Netanyahu sambil berjanji untuk melanjutkan perang Gaza sampai dia berhasil mengusir Hamas dari Gaza.
"Tidak ada yang akan menghentikan kami. Kami yakin bahwa kami mempunyai kekuatan, kekuatan, kemauan, dan tekad untuk mencapai semua tujuan perang, dan kami akan melakukannya," katanya.
Israel secara sepihak menarik diri dari Gaza ke perbatasannya yang diakui secara internasional dengan wilayah kantong tersebut pada tahun 2005, menghancurkan 21 permukiman di sana, dan menyerahkan kendali wilayah tersebut kepada Otoritas Palestina. Hamas secara paksa menguasai Gaza pada tahun 2007 melalui kudeta berdarah, yang mana mereka mengusir Palestinian Authority (PA) atau otoritas Palestina dari Partai Fatah di wilayah tersebut.
Â
Kunjungan PM Netanyahu di Tengah Gencatan Senjata 4 Hari
Kunjungan PM Netanyahu ke Gaza terjadi di tengah jeda empat hari dalam perang Gaza yang dipicu oleh infiltrasi Hamas di Israel selatan, di mana kelompok tersebut menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera lebih dari 239 orang.
Gencatan senjata empat hari akan berakhir pada hari Senin 2 November waktu setempat. Kesepakatan penyanderaan yang memungkinkan jeda empat hari sebagai imbalan atas pembebasan 50 sandera akan berakhir pada tengah malam pada hari Senin kecuali jika diperpanjang.
Namun IDF tetap berada di Gaza sehingga tidak kehilangan medan pertempuran.
Netanyahu berjanji bahwa semua sandera akan dibebaskan.
"Kami akan melakukan segala upaya untuk memulangkan tawanan kami, dan pada akhirnya kami akan mengembalikan mereka semua," kata Netanyahu sambil berdiri bersama tentara, mengenakan helm dan jaket antipeluru.
"Kami memiliki tiga tujuan dalam perang ini: melenyapkan Hamas, mengembalikan semua tawanan kami, dan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Negara Israel. Tidak ada yang bisa menghentikan kami, dan kami yakin bahwa kami memiliki kekuatan, kekuatan, kemauan, dan tekad untuk mencapai semua tujuan perang, dan kami akan melakukannya," kata Netanyahu.
Dia ingat bahwa dia pernah melihat coretan di dinding yang bertuliskan, The Jewish people live (Orang-orang Yahudi hidup).
Netanyahu mengatakan dia ingin memperluas frasa tersebut menjadi pernyataan, dan the Jewish people are victorious (orang-orang Yahudi menang).
Advertisement
Netanyahu ke Biden: Israel Terbuka Perpanjang Gencatan Senjata, tapi Setelah itu Berakhir Perang Berlanjut dengan Kekuatan Penuh
Pada kesempatan lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (26/11/2023) menuturkan dia telah mengatakan kepada Joe Biden bahwa dia akan menyambut baik perpanjangan gencatan senjata sementara jika hal itu berarti bahwa setiap hari berikutnya 10 sandera akan dibebaskan.
Dalam kesempatan yang sama, Netanyahu mengaku juga menegaskan kepada presiden Amerika Serikat (AS) itu bahwa perang akan terus berlanjut.
"Pada akhir gencatan senjata, kami akan kembali dengan kekuatan penuh untuk mencapai tujuan kami: melenyapkan Hamas, memastikan bahwa Gaza tidak kembali seperti semula, dan tentu saja pembebasan semua sandera kami," ungkap Netanyahu seperti dilansir Reuters, Senin (27/11/2023).
Pada Minggu yang merupakan hari ketiga gencatan senjata, Hamas membebaskan 17 sandera, sementara Israel membebaskan 39 tahanan Palestina. Dari 17 sandera yang dibebaskan Hamas, 13 di antaranya merupakan warga Israel, tiga warga Thailand, dan satu warga Rusia.
Hamas sendiri seperti dilansir Reuters menyatakan ingin memperpanjang gencatan senjata jika ada upaya serius untuk meningkatkan jumlah tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel.
Warga Palestina dilaporkan memberikan sambutan gembira kepada para tahanan yang dibebaskan di Ramallah.
Omar Abdullah Al Hajj (17) salah satu tahanan yang dibebaskan pada Minggu mengatakan dia tidak mengetahui apa yang terjadi di dunia luar.
"Saya tidak percaya saya bebas sekarang tapi kegembiraan saya belum lengkap karena masih ada saudara-saudara kita yang masih dipenjara, dan ada banyak berita tentang Gaza yang harus saya pelajari sekarang," katanya kepada Reuters.
Gencatan senjata selama empat hari merupakan jeda pertama pertempuran yang telah berlangsung kurang lebih tujuh pekan, yang diawali dengan serangan Hamas ke Israel selatan, yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan 240 lainnya disandera.
Merespons peristiwa itu, Israel membombardir Jalur Gaza tanpa ampun. Otoritas kesehatan Gaza menyebutkan bahwa setidaknya 14.800 warga Palestina tewas dan ratusan ribu lainnya mengungsi. Â
Hamas Akui 4 Komandannya Tewas
Adapun pembebasan sandera pada Minggu terjadi setelah 13 warga Israel dibebaskan pada Sabtu (25/11). Menurut kantor berita WAFA, pada hari yang sama, Israel membebaskan 39 warga Palestina dari dua penjara.
Qatar, Mesir, dan AS mendesak agar gencatan senjata diperpanjang setelah Senin, namun belum jelas apakah hal itu akan terjadi.
Bentrokan dan saling tuduh mengancam merusak kesepakatan yang sudah ada kapan saja.
Pembunuhan seorang petani Palestina di sebelah timur kamp pengungsi Maghazi, Jalur Gaza tengah, menambah kekhawatiran tersebut.
Sayap bersenjata Hamas pada Minggu mengakui bahwa empat komandan militernya di Jalur Gaza telah tewas, termasuk komandan brigade Gaza Utara Ahmad Al Ghandour. Tidak disebutkan kapan mereka dibunuh.
Kekerasan berkobar pula di Tepi Barat yang diduduki. Menurut petugas medis dan sumber lokal, pasukan Israel membunuh tujuh warga Palestina, termasuk dua anak di bawah umur dan setidaknya satu pria bersenjata, pada Sabtu malam dan Minggu pagi.
Bahkan sebelum serangan 7 Oktober, Tepi Barat telah berada dalam kondisi kerusuhan, menyusul eskalasi serangan tentara Israel dan kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Yahudi dalam 18 bulan terakhir. Lebih dari 200 warga Palestina dilaporkan telah terbunuh di Tepi Barat sejak 7 Oktober, beberapa di antaranya akibat serangan udara Israel.
Advertisement