Sukses

Hamas dan Israel Kembali Lakukan Pertukaran, Terbaru 12 Sandera dan 30 Tahanan Palestina Dibebaskan

Dua belas sandera yang dibebaskan Hamas pada Selasa (28/11/2023), yang merupakan hari kelima gencatan senjata, terdiri dari 10 warga Israel dan dua warga Thailand.

Liputan6.com, Gaza - Hamas dan Israel membebaskan lebih banyak sandera dan tahanan berdasarkan perpanjangan gencatan selama dua hari. Pada Selasa (28/11/2023), yang merupakan hari kelima gencatan senjata, Hamas membebaskan 12 sandera, yang terdiri dari 10 orang warga Israel dan dua warga Thailand.

Segera setelah itu, Israel membebaskan 30 tahanan Palestina. Gencatan senjata akan berakhir pada Rabu (29/11), setelah satu kali lagi pertukaran.

Sementara itu, melansir AP pada Rabu, Direktur CIA William Burns dan pemimpin Badan Intelijen Israel (Mossad) David Barnea, tengah berada di Qatar, mediator utama Hamas, untuk membahas perpanjangan gencatan senjata dan pembebasan lebih banyak sandera. Hal tersebut diungkapkan oleh seorang diplomat yang berbicara secara anonim.

Seorang pejabat Amerika Serikat (AS), yang menolak menyebutkan namanya, mengonfirmasi keberadaan direktur CIA di Qatar yang tidak dipublikasikan demi alasan keamanan. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan pula akan melawat ke Timur Tengah dengan tujuan memperpanjang gencatan senjata.

Israel telah berjanji akan melanjutkan perang dengan kekuatan penuh untuk menghancurkan Hamas setelah seluruh sandera dibebaskan.

AS sendiri dilaporkan telah memperingatkan Israel agar menghindari pengungsian lebih lanjut secara signifikan dan jatuhnya korban massal di kalangan warga sipil Palestina jika mereka melanjutkan serangannya, serta beroperasi lebih tepat sasaran di Gaza selatan.

Hamas dan militan Palestina lainnya diyakini masih menyandera sekitar 160 dari 240 orang yang mereka tawan dalam serangan 7 Oktober ke Israel selatan, yang memicu perang Hamas Vs Israel terbaru.

Israel sebelumnya mengatakan pihaknya bersedia memperpanjang gencatan senjata satu hari -yang dimediasi Qatar, Mesir, dan AS- untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan Hamas. Namun, Hamas diperkirakan akan mengajukan tuntutan yang jauh lebih tinggi untuk pembebasan tentara Israel yang ditawan.

Israel telah bersumpah akan mengakhiri 16 tahun kekuasaan Hamas di Jalur Gaza dan menghancurkan kemampuan militernya. Hal itu hampir pasti memerlukan perluasan serangan darat dari Gaza utara ke selatan, tempat sebagian besar penduduk Jalur Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa kini mengungsi. Tidak jelas ke mana rakyat Gaza harus pergi jika Israel melakukan hal tersebut karena Mesir telah menolak menerima pengungsi.

2 dari 3 halaman

Israel Bebaskan 180 Tahanan Palestina dan Hamas Lepas 81 Sandera

Sepuluh sandera Israel terbaru yang dibebaskan terdiri dari sembilan perempuan dan seorang remaja usia 17 tahun. Pembebasan sandera pada Selasa menambah jumlah warga Israel yang dibebaskan selama gencatan senjata menjadi 60 orang. Adapun 21 sandera lainnya warga negara asing dan ganda, termasuk 19 warga Thailand, satu warga Filipina, dan satu warga Rusia-Israel.

Sebelum gencatan senjata dimulai pada Jumat 24 November, Hamas telah membebaskan empat sandera dan militer Israel menyelamatkan satu lainnya. Dua sandera ditemukan tewas di Gaza.

Pertukaran terbaru menambah jumlah perempuan dan anak Palestina yang dibebaskan dari penjara Israel menjadi 180 orang.

Pada Selasa, dilaporkan terjadi baku tembak besar pertama antara pasukan Israel dan Hamas di Gaza utara sejak gencatan senjata dimulai. Masing-masing pihak saling menyalahkan, namun tidak terjadi kekerasan lebih lanjut dan pertukaran dapat terus berlanjut.

3 dari 3 halaman

Gaza Utara Luluh Lantak

Gencatan senjata telah memungkinkan warga yang tinggal di Kota Gaza dan wilayah lain di utara untuk melakukan survei kerusakan dan mencoba mencari serta menguburkan kerabat mereka.

Di Jabalia, Gaza utara, yang dibombardir Israel secara besar-besaran selama berminggu-minggu dan dikepung oleh pasukan Israel, Direktur Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Thomas White mengatakan, "Anda akan menemukan kota yang telah dihancurkan."

Rekaman kunjungan White menunjukkan jalan-jalan dipenuhi bangunan hancur, mobil, dan tumpukan puing. UNRWA mengirimkan enam truk bantuan ke kamp pengungsi Jabalia, termasuk pasokan medis.

Konsorsium bantuan yang dipimpin PBB memperkirakan, di seluruh Gaza, lebih dari 234.000 rumah rusak dan 46.000 rumah hancur total atau setara dengan 60 persen persediaan perumahan di wilayah tersebut.

"Di wilayah utara, kehancuran sangat membahayakan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar untuk menopang kehidupan," sebut pernyataan konsorsium tersebut.

Menurut otoritas kesehatan Gaza, lebih dari 13.000 orang tewas di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, di mana sekitar dua per tiga dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Israel mengklaim setidaknya 1.200 orang tewas akibat serangan Hamas.

Israel mengaku 77 tentaranya tewas dalam serangan darat.

Instalasi dialisis di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza dilaporkan telah beroperasi kembali setelah tim medis membawa generator kecil.

"Sekitar 20 pasien di sana telah menjalani dua atau tiga minggu tanpa dialisis," kata Dr. Mutasim Salah dari rumah sakit kepada Al-Jazeera TV.

Dua pekan lalu, pasukan Israel menyita rumah sakit tersebut. Menurut Israel, rumah sakit terbesar di Jalur Gaza itu digunakan sebagai markas utama Hamas, tuduhan yang dengan tegas dibantah oleh kelompok tersebut dan staf rumah sakit.

Menurut PBB, pengeboman dan serangan darat Israel telah membuat lebih dari 1,8 juta orang mengungsi -hampir 80 persen populasi Gaza- dan sebagian besar mencari perlindungan di wilayah selatan. Ratusan ribu orang memadati sekolah-sekolah dan fasilitas-fasilitas lain yang dikelola PBB, bahkan banyak yang terpaksa tidur di jalanan karena kepadatan yang berlebihan. Hujan dan angin dingin yang melanda Gaza membuat kondisi semakin menyedihkan.

Gencatan senjata telah memungkinkan peningkatan bantuan yang dikirim melalui 160 hingga 200 truk setiap hari ke Gaza. Namun, jumlah tersebut masih kurang dari setengah jumlah yang diimpor dari Gaza sebelum terjadinya perang.

Juru bicara UNRWA Juliette Toma menggarisbawahi, "Kebutuhannya sangat besar. Mereka kehilangan segalanya dan mereka membutuhkan segalanya."