Liputan6.com, Doha - Matahari bersinar cerah. Karpet merah telah digelar. Pasukan pengawal kehormatan militer berada pada posisi. Duta Besar Jerman untuk Qatar Lothar Freischlader pun sudah hadir.
Namun, yang jadi masalah adalah tidak ada pejabat Qatar yang hadir untuk menyambut secara resmi Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier saat dia tiba di Doha pada Rabu (29/11/2023).
Tiba sedikit lebih cepat dari jadwal, Steinmeier menunggu di bawah terik matahari di pintu Airbus A350 Bundeswehr selama hampir setengah jam sebelum akhirnya Menteri Luar Negeri Qatar Soltan bin Saad Al-Muraikhi tiba untuk menyambutnya. Demikian seperti dikutip dari laporan Deutsche Welle pada Kamis (30/11), yang salah satu jurnalisnya ikut mendampingi lawatan Steinmeier.
Advertisement
Sebelum mendarat di Doha, Presiden Steinmeier lebih dulu melawat ke Israel tepatnya pada 26-27 November lalu dia bertolak ke Oman pada 27-29 November. Adapun kunjungannya ke Qatar hanya berlangsung selama tiga jam.
Di Jerman, pengaruh Qatar dalam perang Hamas Vs Israel dipandang kontroversial mengingat negara Teluk itu adalah "rumah" bagi sayap politik Hamas. Hal ini kemudian memicu pertanyaan apakah peristiwa yang dialami Presiden Steinmeier merupakan respons terhadap pernyataan yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock.
"Kami tidak menerima dukungan terhadap teror," ujar Baerbock kepada lembaga penyiaran publik ZDF. "Untuk mengakhiri terorisme ini, negara-negara seperti Qatar mempunyai tanggung jawab khusus."
Qatar disebut-sebut geram dengan pernyataan Baerbock tersebut.
Berharap Kabar Baik
Steinmeier mengharapkan kabar baik tentang para sandera yang ditawan Hamas. Dia sendiri berada di Qatar untuk membahas upaya pembebasan warga Jerman melalui bantuan mediasi Qatar.
"Saya yakin Qatar akan melakukan segala dayanya untuk berkontribusi dalam pembebasan sandera Jerman," katanya kepada wartawan di Doha setelah pembicaraan dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani.
"Kita harus memahami bahwa dalam situasi negosiasi yang sulit seperti ini, tidak ada jaminan."
Presiden Jerman itu lebih lanjut menekankan bahwa dia telah meminta kepemimpinan Qatar untuk melanjutkan upaya pembebasan seluruh sandera.
"Saya harap kita bisa mendapat kabar baik mengenai hal ini dalam beberapa hari mendatang," ujarnya.
Advertisement
Qatar Sang Negosiator Kunci
Qatar, sebut Steinmeier, telah menggunakan pengaruhnya di kawasan dan juga Hamas untuk memediasi kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai. Pernyataannya mengacu pada gencatan senjata yang ditengahi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS), yang sejauh ini menyebabkan jeda tujuh hari dalam pertempuran antara Hamas Vs Israel dan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Per Kamis, total 73 warga Israel, termasuk warga berkewarganegaraan ganda, telah dibebaskan Hamas selama gencatan senjata enam hari bersama dengan 24 sandera lainnya, yang terdiri dari 23 warga Thailand dan satu warga Filipina.
Hingga berita ini diturunkan, Israel telah membebaskan total 210 tahanan Palestina.
Perang Hamas Vs Israel dimulai sejak 7 Oktober, di mana Hamas menyerbu Israel selatan. Menurut Israel, Hamas menewaskan setidaknya 1.200 orang dalam serangan tersebut dan menyandera 240 lainnya.
Segera setelah itu, Israel melancarkan serangan besar-besaran, menewaskan lebih dari 13.000 warga Palestina di Jalur Gaza.
Qatar adalah perhentian terakhir dari tur Steinmeier ke Timur Tengah. Baik pejabat Qatar, Steinmeier maupun pejabat Jerman tidak mengomentari insiden diplomatik yang tidak biasa pada Rabu.