Sukses

CIFP 2023, Mantan Mendag M. Lutfi: Indonesia 2045 Diproyeksi jadi Negara Ekonomi Terbesar ke-4 di Dunia

Mantan menteri perdagangan (mendag) Muhammad Lutfi berbicara tentang masa depan ekonomi Indonesia 2045 di acara CIFP 2023 yang digelar oleh FPCI.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan menteri perdagangan (mendag) Muhammad Lutfi berbicara tentang masa depan ekonomi Indonesia. Ia memiliki pandangan yang baik dan optimis tentang ekonomi Indonesia di tahun 2045.

"Indonesia tahun 2045 diproyeksikan menjadi negara ekonomi terbesar ke-4 di dunia," ujar Lutfi dalam acara CIFP 2023 dalam sesi 'Mengukur Sepak Terjang Diplomasi Ekonomi Indonesia' di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (2/12/2023).

Menurut Lutfi, hal tersebut bisa dicapai jika tidak ada perang pada abad ini.

"Kalau berakhir Abad 21 ini dengan perang, maka sirnalah Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi," tuturnya.

Oleh sebab itu, Lutfi mengungkapkan bahwa Indonesia beserta seluruh diplomat dan aparatnya berusaha sedemikian rupa untuk mensiasati, dan mengharapkan untuk memastikan tidak ada perang di Asia.

Selain itu, Lutfi juga mengungkapkan untuk memastikan bahwa perekonomian Indonesia bersinggungan penuh dengan Tiongkok.

Menurutnya, hal itu dilakukan agar tidak ada gesekan dengan Tiongkok, "Dengan harapan kalau ada apa-apa, tidak akan terjadi gesekan yang berarti dengan Tiongkok."

Ia memberikan contoh seperti yang terjadi di Filipina, Vietnam, dan Semenanjung Malaysia.

"Kita lihat mereka mulai dari Filipina, kemudian turun di Vietnam, sekarang mereka utak-utak di Semenanjung Malaysia, setelah itu proyeksinya akan ada di Indonesia," jelas Lutfi.

Tetapi sekali lagi, Lutfi menyatakan bahwa semua itu adalah diplomasi. 

"Ini adalah diplomasi. Kita berharap sampai 2045 tidak ada gesekan," pungkas Lutfi.

2 dari 4 halaman

Hilirisasi dalam Diplomasi Ekonomi

Dayu Nirma Amurwanti, Tenaga Pengajar Departmen Hubungan Internasional, Universitas Bina Nusantara, memberikan pendapatnya tentang upaya Indonesia mencapai hilirisasi dalam diplomasi ekonomi.

Hilirisasi merupakan proses transformasi ekonomi berkelanjutan di mana kebijakan industrialisasi berbasis komoditas bernilai tambah tinggi, menuju struktur ekonomi yang lebih kompleks.

Menurut Dayu, investasi harus dipertimbangkan dalam mendukung hilirisasi.

"Bagaimana kita bisa mencapai hilirisasi dalam diplomasi ekonomi? Kita harus berpikir bagaimana investasi itu mendukung hilirisasi," ujar Dayu.

Dayu menyebutkan beberapa bentuk investasi, baik dari sisi teknologi, investasi dari sisi skill yang dianggap penting.

Kemudian, Dayu menyebutkan dari sisi tata laksana atau pemerintah untuk memikirkan skema pembiayaan dalam investasi.

“Jangan sampai dari skema pembiayaan dan dari nanti, mungkin misalnya kemungkinan repatriasi profit ataupun laba itu nanti yang ada modalnya dan keuntungan atas modal itu lari ke luar negeri," jelasnya.

Jadi, Dayu berpendapat bahwa hilirisasi memang harus didukung.

"Dari sisi value adat, sisi revenue, dari sisi skill, dari sisi lompatan kita keluar dari middle income trap. Hilirisasi itu adalah sesuatu yang sifatnya mutlak," pungkas Dayu.

3 dari 4 halaman

CIFP 2023, Dino Patti Djalal: Presiden Terpilih Harus Paham Kebijakan Luar Negeri

Pendiri dan Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal menegaskan presiden 2024 harus memahami tentang posisi Indonesia di dunia internasional.

"Presiden 2024 harus paham bahwa sebagian besar aset yang diperlukan untuk kesejahteraan Indonesia ada di luar wilayah Indonesia," ujar Dino dalam acara CIFP 2023 di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (2/12/2023).

Dino menambahkan, "Mereka harus cerdik dan tangguh membawa Indonesia mengarungi dunia yang penuh dengan standar ganda yang penuh dengan ketidakadilan."

Pentingnya pemahaman terhadap politik luar negeri bebas aktif juga menjadi sorotan Dino. Bebas aktif bukan hanya sekadar strategi, melainkan fondasi politik luar negeri. Ia menyampaikan bahwa nasib bangsa Indonesia ditentukan oleh segala sesuatu yang terjadi di dunia internasional.

"Penting bagi Indonesia untuk membangun diplomatic space yang kokoh dan memberikan nilai tambah bagi Indonesia," ucap Dino.

Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) kembali menggelar Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP).

CIFP merupakan konferensi tahunan FPCI, yang merupakan satu-satunya konferensi kebijakan luar negeri nasional di Indonesia yang mempertemukan pemangku kebijakan, Menteri, tokoh publik, diplomat, selebritas, jurnalis, pakar, mahasiswa, dan tokoh-tokoh terkemuka di berbagai sektor. 

Mendekati musim pemilu di Indonesia, FPCI turut mengundang capres untuk hadir dan menyampaikan gagasan mereka mengenai kebijakan luar negeri Indonesia ke depan.

4 dari 4 halaman

15 Sesi pada CIFP 2023

CIFP 2023 memiliki 15 sesi paralel, di antaranya ada sesi launching survei FPCI dan ERIA bertajuk Living Among the Giants: Launching a Survey of ASEAN People's' Perceptions on China, India, Japan, and the USA.

Sesi lainnya di antaranya membahas:

  • Kebijakan Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif di Era Jokowi: Seberapa Bebas? Seberapa Aktif?;
  • Creative Alignments di Abad ke-21: Seni Memperluas Kemitraan dan Melipatgandakan Peluang;
  • Indonesia dan Perubahan Iklim: Dapatkah Indonesia Menjaga Kebijakan Net-Zero Selama dan Pasca Pemilu 2024?;
  • Penanganan Konflik dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Era Jokowi: Palestina-Israel, Myanmar, Ukraina, Afghanistan, dan Laut Tiongkok Selatan;
  • Indonesia dalam Perubahan Tatanan Dunia: Menilik Potensi Global South dalam Sistem Internasional Kontemporer,
  • dan masih banyak lagi sesi-sesi menarik lainnya.

Salah satu sesi yang paling banyak diminati setiap tahunnya adalah sesi The Return of the Angels Part VI: Issues I Care About and Why You Should Too, di mana semua pembicaranya adalah selebritis.

Video Terkini