Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah konflik antar negara mewarnai politik dunia saat ini, di antaranya konflik Palestina-Israel, Rusia-Ukraina, Myanmar, dan Afghanistan. Di tengah sejumlah konflik tersebut mengemuka pertanyaan bagaimana peran Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi turut serta menangani krisis tersebut.
Sejumlah ahli kemudian unjuk bicara terkait perihal tersebut dalam salah satu sesi diskusi di acara CIFP 2023 yang diselenggarakan oleh FPCI pada Sabtu, 2 Desember 2023 di Jakarta.
Mereka Termasuk di antaranya Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Abdul Kadir Jailani; Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR RI Dr. Fadli Zon; Ketua CDCC Prof. M. Din Syamsuddin, M.A., Ph.D.; Peneliti Senior BRIN Irine H, Gayatri, Ph.D.; Koordinator Program FPCI-Middle Power Studies Network Radityo Dharmaputra.
Advertisement
Adapun Indonesia diketahui menjunjung tinggi komitmen bebas aktif dalam konteks hubungan diplomatik luar negeri. Hal ini menjadi dasar dari langkah yang diambil negara dalam upaya penanganan konflik internasional.
"Politik Bebas Aktif bukan netral. Politik Bebas Aktif adalah kita pursue our national language. Apa yang terbaik buat kita," kata Abdul Kadir Jailani dari Kemlu RI pada sesi diskusi tersebut.
"Kita lihat dalam beberapa tahun terakhir ini peranan Indonesia cukup aktif terutama merespons perubahan politik global yang semakin lama semakin cepat terutama pasca pandemi… Kita lihat bahwa peranan Indonesia cukup tegas bahwa kita sudah melakukan secara aktif sesuai amanat konstitusi untuk menyuarakan bahwa penjajahan di dunia harus dihapuskan," tegas Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI tersebut.
Indonesia dalam Konflik Palestina dan Israel
Sementara di tengah konflik antara Palestina dan Israel, Indonesia secara tegas menunjukkan keberpihakan kepada Palestina. Hal ini salah satunya terlihat dalam sejumlah langkah diplomatik yang ditunjukkan Menlu RI yang dipaparkan oleh Dirjen Abdul Kadir pada kesempatan yang sama.
"Kita lihat sekarang ini misalnya misi diplomatik yang dilakukan Ibu Menlu minggu lalu sebagai utusan khusus negara-negara islam di PBB. Misi utama kita adalah pertama menekan Israel untuk mewujudkan gencatan senjata dan kedua menjamin pemberian bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, dan (ketiga) terwujudnya two state solutions sesuai parameter internasional," ungkapnya.
Namun, menurut Ketua CDCC Prof. M. Din Syamsuddin, peran Indonesia dalam konflik kedua wilayah tersebut masih kurang mengingat potensi besar yang dimiliki oleh negara ini.
"Harus diplomasi yang bersifat preventif," tutur Prof. M. Din Syamsuddin seraya menambahkan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia sering kali dilakukan setelah krisis kemanusiaan terjadi alih-alih dilakukan sebelum hal tersebut terjadi.
"Dalam hal ini, saya melihat Indonesia belum menampilkan high diplomacy… Indonesia dari size-nya (ukurannya), jumlah penduduk nomor 4 terbesar di dunia, kaya sekali sumber daya alam, punya nilai sejarah, seharusnya diplomasi Indonesia bisa lebih maju. Ini yang saya kira belum maksimal dilakukan," tambah Prof. M. Din Syamsuddin.
Advertisement
Indonesia dalam Konflik Lain dan Konsistensinya
Berbicara mengenai konflik yang terjadi selain di Palestina dan Israel yakni konflik Ukraina-Rusia dan Myanmar, Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI menegaskan bahwa Indonesia konsisten memegang komitmen Politik Bebas Aktif.
"Ada tiga kasus, Palestina, Rusia, dan Myanmar. Semua punya konteks masing-masing… Apakah kita konsisten? Kita konsisten. Tapi bukan berarti kita yang memutuskan ada world crimes atau tidak, wong kita bukan pengadilan. It’s up to the ICC," kata Dirjen Abdul Kadir.
Sebagai informasi ICC merupakan kepanjangan dari International Criminal Court atau Pengadilan Pidana Internasional.
Abdul Kadir juga menambahkan, "Dalam kasus Ukraina, jangan pernah berfikir kita itu akan memihak tertentu. Kita tetap konsisten pada Politik Bebas Aktif…. We’re consistent in the case of Myanmar, Ukraine, and also Gaza. It is very clear. Walaupun konteks politiknya beda-beda. Semua itu memiliki konteks masing-masing tapi kalau dilihat dari kacamata konsistensi Indonesia bebas aktif, I think ya konsisten," tandas Abdul Kadir.
Penjelasan tersebut menjawab anggapan Indonesia tidak mampu untuk secara jelas menyatakan "World Crimes" dalam konflik di Rusia-Ukraina dan Myanmar, seperti yang telah dilakukan Indonesia pada Israel yang sebelumnya dilayangkan oleh salah satu peserta forum pada kesempatan yang sama.
Sementara itu, Koordinator Program FPCI-Middle Power Studies Network, Radityo Dharmaputra turut menguatkan pernyataan dari Dirjen Abdul Kadir.
"Ingin menguatkan bahwa ada bagian yang konsisten dari Indonesia itu. Bahkan ketika ada aneksasi 2014, Kemlu waktu itu langsung membuat pernyataan bahwa Indonesia tidak mengakui wilayah Ukraina timur yang diambil oleh Rusia. Itu sudah jelas," tuturnya.
Mengenai konflik di Myanmar pun, Indonesia juga pernah memberikan sebuah formula resolusi konflik kepada Myanmar seperti yang dipaparkan oleh Ibu Irine, Peneliti Senior BRIN.
"Formula 4+1. Di situ seruan Indonesia adalah supaya pihak Myanmar menahan diri agar tidak melakukan militerisme yang berlebihan," terangnya.
Kedudukan dan Pengaruh Indonesia dalam Dunia Internasional
Indonesia beberapa kali menyuarakan berbagai isu konflik tersebut di dalam pertemuan dengan negara lain tetapi bagaimana sebenarnya pengaruh tanah air dalam dunia internasional?
Status Indonesia kini dalam dunia internasional adalah Middle Power. Kedudukan ini dinilai oleh Koordinator Program FPCI-Middle Power Studies Network, Radityo Dharmaputra memiliki peran yang cukup penting.
"Kita ini negara Middle Power yang punya tanggung jawab. Sebagai sebuah negara yang bukan hanya Middle Power tapi kita salah satu leader (pemimpin) dari Middle Power, Indonesia punya tanggung jawab moral (yakni) tanggung jawab ketika ada konflik bahkan di tempat lain,” ujarnya.
"Di antara negara besar, kita ini adalah negara tengah, negara yang punya ekonomi lumayan, kekuatan diplomasi cukup kuat," tambah Radityo.
Tak hanya itu, peran besar Indonesia juga tercermin dalam sebuah kesimpulan hasil riset dari Global Research Institute atau GLORI yang disebutkan oleh Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI.
"Indonesia termasuk dalam negara nomor 7 terkuat yang paling berpengaruh, kingdom of diplomacy dalam konteks multilateral, diplomatic capability (kemampuan diplomatik), foreign policy (kebijakan luar negeri), we are number 7," tandas Dirjen Abdul Kadir.
Advertisement