Liputan6.com, Brussels - Pejabat tinggi Uni Eropa menyerukan agar ada gencatan senjata lagi di Jalur Gaza. Gencatan senjata diperlukan supaya PBB bisa operasional. Apabila pertempuran tak segera berhenti, PBB terancam tak bisa bekerja di Gaza.
Hal itu diungkap oleh Josep Borrell Fontelles, wakil presiden Komisi Eropa. Ia mendengar kabar terkini di Jalur Gaza dari Martin Griffiths yang memimpin lembaga bantuan kemanusiaan PBB.
Advertisement
Baca Juga
"Panggilan mengkhawatirkan dari @UNReliefChief Griffiths. Ia menginformasikan kepada saya bahwa akibat pengeboman di selatan Gaza - dengan banyak korban dan kehancuran besar - PBB tidak akan bisa lanjut beroperasi kecuali ada gencatan senjata segera," ujar Josep Borrell Fontelles di situs Twitter.com, Selasa (5/12).
Sejak gencatan senjata jilid I berakhir, Israel dilaporkan mulai menyerang bagian selatan Jalur Gaza.
Lembaga pangan PBB, World Food Programme (WFP) turut menyayangkan berhentinya gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
Ketika gencatan senjata, WFP berhasil menyalurkan bantuan ke sekitar 250 ribu orang dalam sepekan. Kini, progres itu dinyatakan telah hilang.
"Pertempuran yang kembali terjadi membuat distribusi bantuan nyaris tidak mungkin dan membahayakan kehidupan pekerja kemanusiaan. Di atas segalanya, ini adalah bencana bagi populasi sipil di Gaza, lebih dari 2 juta orang, yang penyambung nyawanya adalah bantuan pangan," tulis WFP dalam pernyataan resminya.
WFP menegaskan bahwa kedua pihak yang berperang harus mengikuti hukum kemanusiaan internasional. WFP pun menyerukan agar para pemimpin bekerja agar gencatan senjata kembali dilakukan.
WHO: Israel Perintahkan Pengosongan Gudang Bantuan di Gaza Selatan
Sebelumnya dilaporkan, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada Senin (4/12) tentara Israel telah meminta pihaknya mengosongkan gudang bantuan di Gaza Selatan di tengah serangan intensif ke kawasan tersebut
"Hari ini, WHO menerima pemberitahuan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bahwa kami harus memindahkan pasokan kami dari gudang medis kami di Gaza Selatan dalam waktu 24 jam karena operasi darat akan membuatnya tidak dapat digunakan lagi," tulis Tedros di platform X alias Twitter.
"Kami mengimbau Israel untuk mencabut perintah tersebut dan mengambil segala tindakan yang mungkin untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit dan fasilitas kemanusiaan."
WHO pun menyerukan perlindungan sistem kesehatan dari serangan lebih lanjut dan penurunan kapasitasnya.
"Sekali lagi, tidak ada tempat yang aman di #Gaza," tulis WHO di X.
"WHO sangat prihatin dengan dimulainya kembali pertempuran, termasuk pengeboman besar-besaran di Gaza dan menegaskan kembali seruannya kepada Israel untuk mengambil segala tindakan yang mungkin guna melindungi warga dan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, sesuai dengan hukum perang."
Â
Advertisement
Paksaan untuk Kembali Mengungsi
Dalam pernyataannya, WHO juga menyebut bahwa sekitar 1,9 juta orang atau hampir 80 persen populasi Jalur Gaza diperkirakan menjadi pengungsi internal dan dalam waktu kurang dari 60 hari, jumlah rumah sakit yang berfungsi menurun dari 36 menjadi 18.
"Dari 7 Oktober hingga 28 November, WHO mencatat jumlah serangan terhadap layanan kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya; 203 serangan terhadap rumah sakit, ambulans, pasokan medis, dan penahanan pekerja layanan kesehatan. Ini tidak bisa diterima ... Satu-satunya solusi yang layak adalah gencatan senjata yang berkelanjutan," ungkap WHO.
WHO menambahkan saat ini terdapat 1.000 pasien dan ribuan orang yang berlindung di Kompleks Medis Nasser yang berkapasitas 350 tempat tidur serta 1.000 pasien dan sekitar 70.000 orang berlindung di Rumah Sakit Eropa di Gaza Selatan.
Mengutip laporan otoritas kesehatan Gaza, WHO menyatakan bahwa 15.899 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober.Â
Militer Israel sebelumnya telah memperbarui seruan untuk evakuasi massal dari Khan Younis, kota di Gaza Selatan. Pesawat-pesawat tempur Israel dilaporkan membombardir daerah sekitar Khan Younis di Gaza selatan pada Senin.
Pekerja bantuan telah memperingatkan bahwa gerakan massa akan memperburuk bencana kemanusiaan yang sudah mengerikan di wilayah tersebut.
"Gelombang pengungsian lainnya sedang terjadi dan situasi kemanusiaan semakin memburuk," kata kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza , Thomas White, dalam unggahannya di X.
Menlu AS Berjanji Bantu Israel hingga Akhir Perang di Jalur Gaza
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken berjanji setia untuk terus membantu Israel di Jalur Gaza. Blinken juga menyalahkan Hamas usai gencatan senjata berakhir.Â
"Kami akan terus mendukung Israel hingga akhir perang," ujar Blinken saat berada di Dubai, dikutip Middle East Monitor, Minggu (3/12).Â
"Penting untuk memahami kenapa jeda berakhir. Itu berakhir karena Hamas," kata Blinken.
Untuk sekarang, Blinken berjanji untuk memastikan supaya warga sipil Gaza tidak menjadi korban dari perang. Pihak AS juga masih fokus agar semua tawanan bisa pulang dengan selamat dan mencegah konflik meluas.
"Kami intens berfokus agar semuanya pulang, memulangkan pra tawanan. Kami juga sangat terfokus, seperti yang kami lakukan selama ini, agar berusaha memastikan bahwa konflik ini tidak menyebar, agar ini ini tidak tereskalasi di tempat-tempat lain," tegas Antony Blinken.
Meski mendukung Israel, Blinken turut menyatakan bahwa AS akan terus berupaya melindungi Palestina dan mendukung kenegaraan Palestina.Â
Sementara, Senator AS Elizabeth Warren menegaskan agar gencatan senjata di Jalur Gaza dilanjutkan. Politisi sekaligus ekonom dari Universitas Harvard itu meminta semua pihak untuk berusaha agar gencatan senjata kembali terwujud.Â
"Gencatan senjata berfungsi. 100+ tawanan dilepas, bantuan kemanusiaan mulai mencapai rakyat Palestina yang membutuhkan, dan warga sipil aman dari luka baik itu di Israel dan Gaza. Semua pihak harus bekerja untuk melanjutkan gencatan senjata ini dan membangunnya untuk menciptakan perdamaian yang kekal," ujar Elizabeth Warren di situs Twitter.
Advertisement