Sukses

Pakar PBB Desak Reaksi Keras Eropa Atas Serangan Israel ke Gaza Selatan: Genosida Dimulai dari Tak Memanusiakan Orang Lain

Setelah gencatan senjata berakhir pada Jumat 1 Desember 2023, Israel melanjutkan kembali operasi militernya. Menggempur Jalur Gaza, merambah ke Gaza selatan. Mengklaim menhancurkan benteng Hamas.

Liputan6.com, Jakarta Setelah gencatan senjata berakhir pada Jumat 1 Desember 2023, Israel melanjutkan kembali operasi militernya. Menggempur Jalur Gaza, merambah ke Gaza selatan.

"Kami telah mengamankan banyak benteng Hamas di Jalur Gaza utara, dan sekarang kami beroperasi melawan benteng Hamas di selatan," kata Halevi, menurut surat kabar Times of Israel  saat ia mengumumkan fase berikutnya dari serangan darat Israel terhadap warga Palestina.

Terkini, pasukan Israel mengepung Kota Khan Younis, kata komandan militer utama Israel, ketika serangan darat menyebar ke selatan Jalur Gaza.

"60 hari setelah perang dimulai, pasukan kami kini mengepung daerah Khan Younis di selatan Jalur Gaza," kata Letnan Jenderal Herzi Halevi, kepala staf umum tentara Israel, pada Selasa (6/12/20023).

Merespons serangan Israel terhadap warga Palestina di Gaza Selatan, Pelapor khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina menyerukan “reaksi keras" dari Eropa pada hari Senin (4/12).

"Sesama warga Eropa, Italia, Jerman: setelah Holocaust, secara naluriah kita harus tahu bahwa Genosida dimulai dengan tidak memanusiakan orang lain,” tulis Francesca Albanese di X seperti dikutip dari Anadolu Ajansi.

"Jika serangan Israel terhadap warga Palestina saat ini tidak memicu reaksi keras kita, maka halaman tergelap dalam sejarah kita tidak mengajarkan apa pun kepada kita," katanya Francesca Albanese.

Sementara itu, pejabat tinggi Uni Eropa menyerukan agar ada gencatan senjata lagi di Jalur Gaza. Gencatan senjata diperlukan supaya PBB bisa operasional. Apabila pertempuran tak segera berhenti, PBB terancam tak bisa bekerja di Gaza.

Hal itu diungkap oleh Josep Borrell Fontelles, wakil presiden Komisi Eropa. Ia mendengar kabar terkini di Jalur Gaza dari Martin Griffiths yang memimpin lembaga bantuan kemanusiaan PBB.

"Panggilan mengkhawatirkan dari @UNReliefChief Griffiths. Ia menginformasikan kepada saya bahwa akibat pengeboman di selatan Gaza - dengan banyak korban dan kehancuran besar - PBB tidak akan bisa lanjut beroperasi kecuali ada gencatan senjata segera," ujar Josep Borrell Fontelles di X, Selasa (5/12).

2 dari 5 halaman

Gencatan Senjata Berakhir: Menlu AS Berjanji Bantu Israel hingga Akhir Perang di Jalur Gaza

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken berjanji setia untuk terus membantu Israel di Jalur Gaza. Blinken juga menyalahkan Hamas usai gencatan senjata berakhir. 

"Kami akan terus mendukung Israel hingga akhir perang," ujar Blinken saat berada di Dubai, dikutip Middle East Monitor, Minggu (3/12/2023). 

"Penting untuk memahami kenapa jeda berakhir. Itu berakhir karena Hamas," kata Blinken.

Untuk sekarang, Blinken berjanji untuk memastikan supaya warga sipil Gaza tidak menjadi korban dari perang. Pihak AS juga masih fokus agar semua tawanan bisa pulang dengan selamat dan mencegah konflik meluas.

"Kami intens berfokus agar semuanya pulang, memulangkan pra tawanan. Kami juga sangat terfokus, seperti yang kami lakukan selama ini, agar berusaha memastikan bahwa konflik ini tidak menyebar, agar ini ini tidak tereskalasi di tempat-tempat lain," tegas Antony Blinken.

Meski mendukung Israel, Blinken turut menyatakan bahwa AS akan terus berupaya melindungi Palestina dan mendukung kenegaraan Palestina. 

Sementara, Senator AS Elizabeth Warren menegaskan agar gencatan senjata di Jalur Gaza dilanjutkan. Politisi sekaligus ekonom dari Universitas Harvard itu meminta semua pihak untuk berusaha agar gencatan senjata kembali terwujud. 

"Gencatan senjata berfungsi. 100+ tawanan dilepas, bantuan kemanusiaan mulai mencapai rakyat Palestina yang membutuhkan, dan warga sipil aman dari luka baik itu di Israel dan Gaza. Semua pihak harus bekerja untuk melanjutkan gencatan senjata ini dan membangunnya untuk menciptakan perdamaian yang kekal," ujar Elizabeth Warren di situs Twitter.

3 dari 5 halaman

Serangan Israel Bisa Picu Gelombang Baru Pengungsi Palestina

Serangan ke Gaza Selatan mengancam akan memicu gelombang baru pengungsi Palestina dan memperburuk bencana kemanusiaan di Jalur Gaza. PBB mengungkapkan 1,87 juta orang -lebih dari 80 persen populasi Jalur Gaza- terusir dari rumah-rumah mereka.

Perintah evakuasi kesekian kalinya dari militer Israel memaksa pengungsi pindah ke area yang semakin kecil di Gaza Selatan.

Di Kota Deir al-Balah di Gaza Tengah, tepat di utara Khan Younis, serangan pada Selasa menghancurkan sebuah rumah tempat puluhan pengungsi berlindung. Setidaknya 34 orang tewas, termasuk enam anak-anak, menurut reporter AP di rumah sakit yang menghitung jumlah jenazah.

Serangan Israel sejak 7 Oktober, menurut otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan setidaknya 16.248 warga Palestina di Gaza, termasuk di antaranya 7.112 anak-anak dan 4.885 perempuan. Setidaknya 43.616 orang lainnya terluka dan 7.600 orang menyandang status hilang.

4 dari 5 halaman

Menyiratkan Pendudukan Israel di Gaza

Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuturkan pada hari Selasa (6/12) bahwa militer Israel harus mempertahankan kendali keamanan terbuka atas Jalur Gaza lama setelah perang berakhir.

Komentarnya mengisyaratkan adanya kembali pendudukan langsung Israel di Gaza, sesuatu yang ditentang oleh sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS).

Netanyahu mengatakan hanya militer Israel yang dapat memastikan Gaza tetap mengalami demiliterisasi.

"Tidak ada kekuatan internasional yang bertanggung jawab atas hal ini," kata Netanyahu seperti dilansir AP, Rabu (6/12). "Saya belum siap menutup mata dan menerima pengaturan lain."

Di bawah tekanan AS untuk mencegah jatuhnya korban massal lebih lanjut, Israel mengaku mereka bertindak lebih tepat sambil memperluas serangannya dan mengambil langkah-langkah ekstra untuk mendesak warga sipil agar mengungsi. Sebelum gencatan senjata berlangsung selama sepekan beberapa waktu lalu, serangan udara masif selama berminggu-minggu ditambah serangan darat telah melenyapkan sebagian besar wilayah Gaza Utara.

Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Herzi Halevi mengakui bahwa pasukannya menggunakan kekuatan besar terhadap bangunan sipil. Dia mengklaim militan menyimpan senjata di rumah dan bangunan, sehingga penyerang berpakaian sipil dapat menggunakannya untuk menembak pasukan Israel.

"Menyerang mereka memerlukan penggunaan tembakan yang signifikan, baik untuk menargetkan musuh tetapi juga untuk, tentu saja, melindungi pasukan kita," ujar Halevi. "Oleh karena itu pasukan beroperasi penuh kekuatan."

5 dari 5 halaman

Serangan Israel Tanpa Pandang Bulu

Halevi lebih lanjut mengonfirmasi, pasukannya telah memulai operasi darat tahap ketiga, dengan bergerak melawan Hamas di Gaza Selatan setelah menguasai sebagian besar Gaza utara. Israel belum memberikan rincian spesifik mengenai pergerakan pasukan.

Foto satelit pada Minggu (3/12) menunjukkan sekitar 150 tank Israel, pengangkut personel lapis baja dan kendaraan lain berada di jalan utama antara Khan Younis dan Deir al-Balah.​Para saksi mata mengatakan serangan pada Selasa menghantam sebuah sekolah di Khan Younis, yang menjadi tempat ratusan pengungsi berlindung. Para korban membanjiri Rumah Sakit Nasser di dekatnya, di mana pria dan anak-anak yang terluka terbaring di lantai yang berlumuran darah di tengah-tengah jalinan selang infus.

"Apa yang terjadi di sini tidak terbayangkan," kata Hamza al-Bursh, yang tinggal di dekat sekolah tersebut. "Mereka menyerang tanpa pandang bulu."

Di Gaza Utara, militer mengatakan pasukannya memerangi militan Hamas di kamp pengungsi Jabaliya dan Distrik Shujaiya, merebut posisi Hamas, menghancurkan peluncur roket, dan infrastruktur bawah tanah.

Pertempuran di Gaza Utara menandakan perlawanan keras dari Hamas sejak pasukan Israel memasuki wilayah tersebut pada 27 Oktober. Militer Israel mengatakan 86 tentaranya tewas dalam serangan di Gaza.

Namun, bahkan setelah berminggu-minggu pengeboman, pemimpin utama Hamas di Gaza, Yehya Sinwar – yang lokasinya tidak diketahui – mampu melakukan negosiasi gencatan senjata yang rumit dan mengatur pembebasan lebih dari 100 sandera Israel dan asing dengan imbalan 240 tahanan Palestina selama gencatan senjata.

Adapun militan Palestina dilaporkan juga terus melancarkan serangan roket ke Israel.