Liputan6.com, Gaza - Tentara Israel dilaporkan mencret-mencret di tengah invasi ke Gaza bagian selatan. Diduga mereka keracunan makanan yang tak disimpan dengan baik.
Invasi ke Gaza selatan dilaksanakan Israel setelah berakhirnya gencatan senjata beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Israel hanya berfokus di daerah Gaza utara.
Baca Juga
Dilaporkan Middle East Monitor, Kamis (7/12), sejak awal perang di Gaza, tentara-tentara Israel mendapatkan banyak donasi dari restoran makanan.
Advertisement
Dokter-dokter berkata keracunan terjadi karena buruknya penyimpanan makanan, transportasi, dan preparasi makanan-makanan tersebut. Alhasil, tentara terkena penyakit gastrointestinal, diare parah, dan suhu badan tinggi.
"Kami mendiagnosis infeksi Shigella bacteria yang menyebabkan disentri, sebuah penyakit sangat berbahaya yang tersebar di antara para pejuang di Gaza," ujar Dr Tal Brosh, Kepala Unit Penyakit Menular di Assuta Ashdod University Hospital.
Ia berkata awalnya penyakit itu tersebar di bagian selatan Israel, lalu menyebar ke tentara yang bertempur di Gaza.
Penyakit itu bisa membuat para tentara Israel menderita diare tiap 20 menit sekali, sehingga mereka tak mampu bertempur.
"Jika infeksinya tersebar di antara 10 tentara di pasukan infanteri, dan mereka terkena demam setelah suhu mereka mencapai 40 derajat Celcius, dan mereka mulai terkena diare tiap 20 menit, maka mereka tidak lagi pas untuk bertempur dan mereka mengekspos diri mereka dalam risiko kematian," pungkasnya.
Uni Eropa Minta Gencatan Senjata Jilid II
Pejabat tinggi Uni Eropa menyerukan agar ada gencatan senjata lagi di Jalur Gaza. Gencatan senjata diperlukan supaya PBB bisa operasional. Apabila pertempuran tak segera berhenti, PBB terancam tak bisa bekerja di Gaza.
Hal itu diungkap oleh Josep Borrell Fontelles, wakil presiden Komisi Eropa. Ia mendengar kabar terkini di Jalur Gaza dari Martin Griffiths yang memimpin lembaga bantuan kemanusiaan PBB.
"Panggilan mengkhawatirkan dari @UNReliefChief Griffiths. Ia menginformasikan kepada saya bahwa akibat pengeboman di selatan Gaza - dengan banyak korban dan kehancuran besar - PBB tidak akan bisa lanjut beroperasi kecuali ada gencatan senjata segera," ujar Josep Borrell Fontelles di situs Twitter.com, Selasa (5/12).
Sejak gencatan senjata jilid I berakhir, Israel dilaporkan mulai menyerang bagian selatan Jalur Gaza.
Lembaga pangan PBB, World Food Programme (WFP) turut menyayangkan berhentinya gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
Ketika gencatan senjata, WFP berhasil menyalurkan bantuan ke sekitar 250 ribu orang dalam sepekan. Kini, progres itu dinyatakan telah hilang.
"Pertempuran yang kembali terjadi membuat distribusi bantuan nyaris tidak mungkin dan membahayakan kehidupan pekerja kemanusiaan. Di atas segalanya, ini adalah bencana bagi populasi sipil di Gaza, lebih dari 2 juta orang, yang penyambung nyawanya adalah bantuan pangan," tulis WFP dalam pernyataan resminya.
WFP menegaskan bahwa kedua pihak yang berperang harus mengikuti hukum kemanusiaan internasional. WFP pun menyerukan agar para pemimpin bekerja agar gencatan senjata kembali dilakukan.
Advertisement
Pasukan Israel Telah Berada di Jantung Khan Younis, Kota Terbesar Kedua di Jalur Gaza
Israel pada Selasa (6/12/2023) mengatakan pasukannya telah berada di jantung Khan Younis, kota terbesar kedua di Jalur Gaza. Kota itu menjadi target pertama serangan darat Israel ke Gaza Selatan, yang mereka klaim bertujuan menghancurkan Hamas.
Menurut pejabat militer Israel, pasukannya terlibat dalam hari di mana pertempuran berlangsung paling intens sejak perang Hamas Vs Israel pecah pada 7 Oktober. Di Gaza Utara, juga dilaporkan terjadi baku tembak sengit.
Serangan ke Gaza Selatan mengancam akan memicu gelombang baru pengungsi Palestina dan memperburuk bencana kemanusiaan di Jalur Gaza. PBB mengungkapkan 1,87 juta orang -lebih dari 80 persen populasi Jalur Gaza- terusir dari rumah-rumah mereka.
Perintah evakuasi kesekian kalinya dari militer Israel memaksa pengungsi pindah ke area yang semakin kecil di Gaza Selatan.
Di Kota Deir al-Balah di Gaza Tengah, tepat di utara Khan Younis, serangan pada Selasa menghancurkan sebuah rumah tempat puluhan pengungsi berlindung. Setidaknya 34 orang tewas, termasuk enam anak-anak, menurut reporter AP di rumah sakit yang menghitung jumlah jenazah.
Serangan Israel sejak 7 Oktober, menurut otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan setidaknya 16.248 warga Palestina di Gaza, termasuk di antaranya 7.112 anak-anak dan 4.885 perempuan. Setidaknya 43.616 orang lainnya terluka dan 7.600 orang menyandang status hilang.
Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuturkan pada Selasa bahwa militer Israel harus mempertahankan kendali keamanan terbuka atas Jalur Gaza lama setelah perang berakhir.
Komentarnya mengisyaratkan adanya kembali pendudukan langsung Israel di Gaza, sesuatu yang ditentang oleh sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS).
Israel Salahkan Militan
Netanyahu mengatakan hanya militer Israel yang dapat memastikan Gaza tetap mengalami demiliterisasi.
"Tidak ada kekuatan internasional yang bertanggung jawab atas hal ini," kata Netanyahu seperti dilansir AP, Rabu (6/12). "Saya belum siap menutup mata dan menerima pengaturan lain."
Di bawah tekanan AS untuk mencegah jatuhnya korban massal lebih lanjut, Israel mengaku mereka bertindak lebih tepat sambil memperluas serangannya dan mengambil langkah-langkah ekstra untuk mendesak warga sipil agar mengungsi. Sebelum gencatan senjata berlangsung selama sepekan beberapa waktu lalu, serangan udara masif selama berminggu-minggu ditambah serangan darat telah melenyapkan sebagian besar wilayah Gaza Utara.
Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Herzi Halevi mengakui bahwa pasukannya menggunakan kekuatan besar terhadap bangunan sipil. Dia mengklaim militan menyimpan senjata di rumah dan bangunan, sehingga penyerang berpakaian sipil dapat menggunakannya untuk menembak pasukan Israel.
"Menyerang mereka memerlukan penggunaan tembakan yang signifikan, baik untuk menargetkan musuh tetapi juga untuk, tentu saja, melindungi pasukan kita," ujar Halevi. "Oleh karena itu pasukan beroperasi penuh kekuatan."
Advertisement
Serangan Tidak Pandang Bulu
Halevi lebih lanjut mengonfirmasi, pasukannya telah memulai operasi darat tahap ketiga, dengan bergerak melawan Hamas di Gaza Selatan setelah menguasai sebagian besar Gaza utara. Israel belum memberikan rincian spesifik mengenai pergerakan pasukan.
Foto satelit pada Minggu (3/12) menunjukkan sekitar 150 tank Israel, pengangkut personel lapis baja dan kendaraan lain berada di jalan utama antara Khan Younis dan Deir al-Balah.Para saksi mata mengatakan serangan pada Selasa menghantam sebuah sekolah di Khan Younis, yang menjadi tempat ratusan pengungsi berlindung. Para korban membanjiri Rumah Sakit Nasser di dekatnya, di mana pria dan anak-anak yang terluka terbaring di lantai yang berlumuran darah di tengah-tengah jalinan selang infus.
"Apa yang terjadi di sini tidak terbayangkan," kata Hamza al-Bursh, yang tinggal di dekat sekolah tersebut. "Mereka menyerang tanpa pandang bulu."
Di Gaza Utara, militer mengatakan pasukannya memerangi militan Hamas di kamp pengungsi Jabaliya dan Distrik Shujaiya, merebut posisi Hamas, menghancurkan peluncur roket, dan infrastruktur bawah tanah.
Pertempuran di Gaza Utara menandakan perlawanan keras dari Hamas sejak pasukan Israel memasuki wilayah tersebut pada 27 Oktober. Militer Israel mengatakan 86 tentaranya tewas dalam serangan di Gaza.
Namun, bahkan setelah berminggu-minggu pengeboman, pemimpin utama Hamas di Gaza, Yehya Sinwar – yang lokasinya tidak diketahui – mampu melakukan negosiasi gencatan senjata yang rumit dan mengatur pembebasan lebih dari 100 sandera Israel dan asing dengan imbalan 240 tahanan Palestina selama gencatan senjata.
Adapun militan Palestina dilaporkan juga terus melancarkan serangan roket ke Israel.