Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim menjadi keadaan darurat global yang tidak mengenal batas negara. Untuk mengatasinya, dibutuhkan kerja sama antar negara serta solusi yang terkoordinasi di semua tingkatan.
Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP21) di Paris pada tanggal 12 Desember 2015, para pemimpin dunia mencapai kesepakatan penting yang disebut Perjanjian Paris, sebagai terobosan penting dalam menghadapi perubahan iklim dan dampak negatifnya.
Baca Juga
Mengutip dari situs PBB, perjanjian tersebut menetapkan tujuan jangka panjang dalam memandu semua negara agar dapat melakukan hal-hal berikut:
Advertisement
- Secara substansial mengurangi emisi gas rumah kaca global untuk menjaga kenaikan suhu global jauh di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dan mengupayakan untuk membatasinya hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dengan menyadari bahwa hal ini akan mengurangi risiko dan dampak perubahan iklim secara signifikan
- Menilai secara berkala kemajuan kolektif dalam mencapai tujuan perjanjian ini dan tujuan jangka panjangnya
- Memberikan pembiayaan kepada negara-negara berkembang untuk melakukan mitigasi perubahan iklim, memperkuat ketahanan dan meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap dampak iklim
Perjanjian ini merupakan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum dan mulai berlaku pada tanggal 4 November 2016.
Kesepakatan tersebut memuat komitmen dari seluruh negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan bekerjasama dalam menyesuaikan diri dengan perubahan iklim. Perjanjian ini turut mengimbau negara-negara untuk memperkuat komitmen mereka seiring berjalannya waktu.
Selain itu, perjanjian ini memberi kesempatan bagi negara maju untuk membantu negara-negara berkembang dalam mengatasi dampak iklim sambil menetapkan kerangka kerja untuk melacak dan melaporkan tujuan iklim secara transparan.
Perjanjian Paris menciptakan landasan yang kuat untuk arah global dalam beberapa dekade ke depan. Ini menjadi titik awal perubahan menuju dunia tanpa emisi yang merugikan lingkungan. Menjalankan kesepakatan ini juga penting dalam mencapai Sustainable Development Goals.
Perjanjian Paris dan Misi Pentingnya
Mengutip dari situs United Nations Climate Change, tujuan utama dari Perjanjian Paris adalah menjaga agar kenaikan suhu rata-rata global tetap jauh di bawah 2 derajat Celcius dari tingkat sebelum revolusi industri, bahkan berupaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius dari tingkat tersebut.
Namun, akhir-akhir ini, pemimpin dunia semakin menekankan pentingnya membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celcius pada akhir abad ini. Alasannya, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) PBB menyoroti risiko dampak yang jauh lebih parah jika melewati ambang batas 1,5 derajat Celcius, seperti kekeringan yang lebih parah, gelombang panas, dan pola curah hujan yang tak terduga.
Untuk mencapai target pemanasan global 1,5 derajat Celcius, emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya sebelum tahun 2025 dan turun sebesar 43 persen pada tahun 2030.
Perjanjian Paris menjadi tonggak penting dalam proses multilateral perubahan iklim karena untuk pertama kalinya, semua negara bersatu dalam perjanjian yang mengikat untuk melawan perubahan iklim dan menyesuaikan diri terhadap dampaknya.
Advertisement
Menuju Transformasi Ekonomi dan Aksi Cepat Demi 1,5 Derajat Celcius
Implementasi Perjanjian Paris mengharuskan perubahan besar dalam ekonomi dan masyarakat, didasarkan pada pengetahuan terbaik yang tersedia. Perjanjian ini mengikuti siklus lima tahun di mana berbagai negara meningkatkan ambisi mereka dalam tindakan iklim.
Sejak 2020, negara-negara telah mengusulkan rencana aksi iklim nasional mereka, yang disebut Kontribusi yang ditentukan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC). Setiap NDC bertujuan untuk mencerminkan tingkat ambisi yang lebih tinggi dari versi sebelumnya.
Menyadari perlunya tindakan cepat untuk membatasi kenaikan suhu global menjadi 1,5 derajat Celcius, keputusan yang diambil dalam COP27 mengimbau para pihak untuk meninjau dan meningkatkan target mereka untuk tahun 2030 dalam NDC.
Hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan sasaran suhu Perjanjian Paris pada akhir tahun 2023, dengan mempertimbangkan kondisi nasional yang berbeda.
Dukungan Keuangan, Teknologi, dan Peningkatan Kapasitas dalam Perubahan Iklim Global
Perjanjian Paris menetapkan kerangka kerja untuk memberikan bantuan keuangan, bantuan teknis, dan upaya untuk memperkuat kemampuan bagi negara-negara yang memerlukannya.
Perjanjian Paris kembali menegaskan pentingnya negara-negara maju memimpin dalam memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang membutuhkan, sambil juga mendorong kontribusi sukarela dari pihak lain untuk pertama kalinya.
Dukungan keuangan untuk masalah iklim sangat diperlukan untuk dua hal. Pertama, untuk mengurangi emisi yang memerlukan investasi besar, dan kedua, untuk beradaptasi terhadap dampak buruk perubahan iklim yang juga memerlukan sumber daya finansial yang signifikan.
Perjanjian Paris menggarisbawahi visi untuk sepenuhnya mewujudkan perkembangan dan transfer teknologi guna memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Ini membentuk kerangka kerja teknologi yang memberikan panduan lengkap untuk memastikan Technology Mechanism berjalan efektif. Mekanisme ini bertujuan mempercepat transfer dan pengembangan teknologi melalui kebijakan dan implementasinya.
Sebagian negara berkembang tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mengatasi tantangan dari perubahan iklim. Itulah sebabnya Perjanjian Paris sangat menekankan peningkatan kapasitas terkait iklim di negara-negara berkembang, dan mengajukan permintaan kepada semua negara maju untuk meningkatkan dukungan mereka terhadap upaya peningkatan kapasitas di negara-negara berkembang.
Advertisement