Liputan6.com, Johor Bahru - Sepasang suami istri Warga Negara Indonesia (WNI) masing-masing dijatuhi hukuman 35 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi atas pembunuhan majikan mereka di Kulai, Johor, Malaysia tiga tahun lalu.
Hakim Datuk Abu Bakar Katar menjatuhkan hukuman terhadap Bartolomeus Fransceda dan istrinya, Ekalia, keduanya berusia 23 tahun, yang mengaku bersalah atas tuduhan pembunuhan.
Baca Juga
Hakim memerintahkan pasangan WNI tersebut untuk menjalani hukuman penjara sejak tanggal penangkapan mereka, yaitu 21 Maret 2020, dan juga hukuman cambuk bagi Bartolomeus sebanyak 12 kali atas pelanggaran tersebut.
Advertisement
Hakim Abu Bakar dalam putusannya, Senin 11Â Desember 2023 mengatakan, hukuman terhadap terdakwa -pasangan asal Indonesia- dilakukan setelah mempertimbangkan pengajuan lisan dan tertulis dari pengacara kedua terdakwa untuk meringankan hukuman, pengajuan bobot hukuman dari Wakil Jaksa Penuntut Umum dan Abolition of Mandatory Death Penalty Act 2023 (UU Penghapusan Hukuman Mati Wajib 2023).
"Pengadilan ini juga mempertimbangkan keterangan dampak korban dan fakta kasus yang diajukan jaksa serta prinsip-prinsip pemidanaan," ujar Hakim Abu Bakar seperti dikutip dari Bernama, Rabu (13/12/2023).
Bartolomeus, seorang tukang kebun, dan istrinya, seorang pembantu rumah tangga, telah mengaku bersalah atas tuduhan tersebut pada tanggal 29 November lalu.
Mereka mengaku bersama-sama membunuh Lau Yen Na yang berusia 73 tahun, di sebuah rumah di Jalan Anak Bukit, Palm Resort Senai, Kulai, Malaysia pada pukul 14.00 pada 17 Maret 2020.
Tuduhan tersebut didasarkan pada Pasal 302 KUHP, yang dapat diancam dengan hukuman mati, atau penjara antara 30 dan 40 tahun, dan hukuman cambuk minimal 12 kali jika terbukti bersalah.
Â
Rekaman CCTV
Berdasarkan investigasi dan rekaman CCTV di lokasi kejadian, pasangan WNI Bartolomeus Fransceda dan istrinya, Ekalia, membunuh Lau dengan cangkul kecil berujung dua yang tajam berukuran 50 cm, memukul kepalanya saat dia sedang beristirahat, dan pergi dengan kendaraan Toyota Alphard serta telepon genggamnya.Â
Pasangan itu kemudian menuju ke Kuala Lumpur untuk bertemu teman-teman mereka guna mencari pekerjaan baru, tetapi kemudian ditangkap di sebuah restoran di Petaling Jaya, Selangor, pada 21 Maret 2020.
Laporan patologi menunjukkan penyebab kematiannya adalah beberapa luka sayatan di kepala. DNA korban ditemukan di senjata dan DNA Ekalia juga terdeteksi di sarung bantal.
Wakil Jaksa Penuntut Umum Muhammad Syafiq Mohd Ghazali diadili sementara pengacara Ooi Pen Lyn mewakili pasangan tersebut.
Advertisement
Diduga Bunuh Majikan di Singapura, WNI Daryati Terancam Penjara Seumur Hidup
Seorang asisten rumah tangga yang diadili karena membunuh majikannya di Singapura, meninggalkan hampir 100 luka pisau di tubuh korban, menyatakan kepada pengadilan bahwa dia tidak bisa mengendalikan tangannya, "yang terus menikam".
Warga negara Indonesia (WNI) bernama Daryati (28), di hadapan pengadilan pada Kamis (8/10/2020), mengaku tidak berniat membunuh Nyonya Seow Kim Choo (59). Ia hanya ingin mengancamnya, menyayat wajahnya sampai Daryati bisa mendapatkan kunci brankas di mana paspornya disimpan.
Menanggapi hal itu melalui penerjemah, seperti dikutip dari Channel News Asia, Daryati berkali-kali menegaskan dia tidak berniat membunuh majikannya di rumah yang berada di Telok Kurau Singapura empat tahun lalu. Dia bilang dia dalam "keadaan sangat marah" dan tidak bisa mengendalikan tangannya.
Daryati mengatakan, dia hanya ingin mengambil paspornya, yang berada di brankas dengan kunci yang hanya dimiliki Nyonya Seow dan Tuan Ong, dan kembali ke Indonesia. Dia telah bekerja untuk keluarga itu selama sekitar dua bulan.
Namun, jaksa penuntut menunjukkan Daryati telah mengatakan dalam pernyataan polisi bahwa dia akan membunuh Seow jika dia tidak mengembalikan paspornya. Daryati sejauh ini membenarkan pernyataan jaksa, yang menyebut dirinya menargetkan Seow daripada Ong karena akan lebih mudah untuk mengalahkannya.
Dia mengaku kangen rumah dan merindukan kekasihnya di Hong Kong, dan menyatakan tidak pernah ingin ke Singapura untuk bekerja, tetapi harus karena orangtuanya. Daryati mengatakan majikannya telah memperlakukannya dengan baik, tetapi menyatakan bahwa Seow tidak mengizinkannya kembali ke Indonesia.
Dia memberi tahu pembantu lain yang bekerja untuk rumah tangga itu tentang rencananya mencuri uang dari keluarga sang majikan dan kembali ke Indonesia, tetapi tidak memberi tahu kapan akan melakukannya, atau bermaksud mengancam Seow dengan pisau.
Sebelum penyerangan, Daryati menyembunyikan senjata di sekitar rumah, antara lain pisau di lemari pakaian, palu di samping meja belajar, dan pisau pendek di keranjang di bawah wastafel kamar tidur utama.
Didakwa Bunuh Majikan, TKI Wilfrida Soik Akhirnya Dibebaskan
Sementara itu, Wilfrida Soik, warga negara Indonesia di Malaysia diputuskan tidak bersalah melakukan pembunuhan terhadap majikannya. Sebab, perbuatannya itu dilakukan atas dasar gangguan kejiwaan.
Hal tersebut dinyatakan pada sidang banding kasus Wilfrida Soik yang digelar pada hari ini, Selasa (25/8/2015) di Mahkamah Rayuan Putrajaya, Malaysia, dalam keterangan tertulis yang diterima dari KBRI Kuala Lumpur.
Keputusan itu menguatkan keputusan Mahkamah Tinggi Kota Bharu yang memutuskan Wilfrida tidak bersalah melakukan pembunuhan atas dasar tindakan yang dilakukannya dikarenakan gangguan kejiwaan.
Mahkamah Tinggi Kota Bharu juga memutuskan, Wilfrida ditahan di Rumah Sakit Jiwa Permai Johor Bahru hingga mendapatkan pengampunan dari Sultan Kelantan.
Terbebasnya Wilfrida Soik dari hukuman penjara karena jaksa menarik banding atas putusan Mahkamah Tinggi Kota Bharu. Dengan demikian, proses hukum terhadap Wilfrida Soik telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan telah berakhirnya proses hukum Wilfrida Soik, maka sesuai UU Hukum Acara Pidana di Malaysia, Wilfrida Soik melanjutkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa Permai Johor Bahru hingga dokter menyatakan sembuh secara total.
Penilaian dokter atas kondisi kejiwaan Wilfrida Soik akan disampaikan kepada Sultan Kelantan sebagai bahan pertimbangan pemberian pengampunan.
Disambut Gembira
Duta Besar RI di Malaysia Herman Prayitno menyambut gembira putusan Mahkamah Rayuan yang membebaskan Wilfrida Soik dari tuntutan hukuman mati. Dia menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian dan dukungan selama proses hukum berlangsung sehingga membuahkan hasil sesuai harapan.
Dia akan menyampaikan surat permohonan pengampunan kepada Sultan Kelantan untuk mempercepat proses pembebasan Wilfrida.
Sidang hari ini dihadiri Satgas KBRI dan calon presiden 2014 Prabowo Subianto yang selama ini memberikan perhatian dan dukungan terhadap pembelaan Wilfrida.
Wilfrida Soik dituntut hukuman mati atas kasus pembunuhan terhadap majikannya yang dilakukan pada Desember 2010. Wilfrida Soik merupakan korban perdagangan orang yang dikirim bekerja ke Malaysia tanpa melalui prosedur yang benar. Saat dikirim ke Malaysia, Wilfrida masih dibawah umur sebagaimana terbukti dari hasil pengujian tulang dan keterangan Pastor Paroki.
"Kasus Wilfrida Soik menjadi pembelajaran yang sangat berharga akan pentingnya proses penempatan TKI sesuai UU No 39 Tahun 2004 dan pentingnya memperkuat pencegahan terhadap tindak pidana perdagangan orang maupun pengiriman TKI tidak sesuai prosedur," kata Herman.
Advertisement