Sukses

Program Pangan Dunia Peringatkan Krisis Kelaparan di Sudan Memburuk

Program Pangan Dunia (WFP) pada Rabu (13/12) peringatan mengenai apa yang disebutnya sebagai “krisis kelaparan yang kian buruk” di Sudan.

Liputan6.com, Jakarta - Program Pangan Dunia (WFP) pada Rabu (13/12) peringatan mengenai apa yang disebutnya sebagai “krisis kelaparan yang kian buruk” di Sudan, di mana konflik bulanan, harga pangan yang tinggi dan menurunnya hasil panen membuat semakin banyak orang tidak memilikinya cukup makanan.

Badan PBB mengatakan selama musim panen sekarang ini, jumlah orang yang kelaparan tercatat mencapai tingkat tertinggi, meskipun pasokan makanan pada musim ini biasanya berada pada tingkat tertinggi, dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (13/12/2023).

WFP memperingatkan bahwa tanpa kenaikan bantuan pangan yang signifikan, daerah-daerah yang paling parah terimbas konflik dapat mengalami “bencana kelaparan besar” ketika musim paceklik tiba pada bulan Mei.

“Kami mengeluarkan seruan mendesak kepada semua pihak yang berkonflik untuk melakukan jeda kemanusiaan dan akses tanpa batas untuk menghindari bencana bencana dalam musim paceklik mendatang,” kata Direktur dan Perwakilan WFP di Sudan Eddie Rowe dalam sebuah pernyataan.

“Hidup orang-orang bergantung pada ini, namun banyak sekali orang yang terjebak di daerah-daerah di mana pertempuran aktif berlangsung yang hanya dapat kami jangkau secara sporadis, kalau pun bantuan ada,” katanya.

Pertempuran antara militer Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat berkobar pada bulan April lalu dan upaya berulang kali untuk mencapai gencatan senjata telah gagal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PBB: 9.000 Orang Tewas dalam Perang Sudan

Perang Sudan terjadi tahun ini antara militer dan kelompok paramiliter dan menewaskan hingga 9.000 orang serta menciptakan salah satu mimpi buruk kemanusiaan terburuk.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Bantuan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths pada Minggu (15/10/2023).

Sudan dilanda kekacauan sejak pertengahan April lalu, ketika ketegangan antara panglima militer Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan dan komandan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo meledak menjadi perang terbuka.

"Selama enam bulan, warga sipil ... tidak ada jeda dari pertumpahan darah dan teror," ungkap Griffiths, dalam pernyataan yang menandai peringatan enam bulan perang Sudan, seperti dilansir AP, Rabu (18/10).

"Laporan mengerikan mengenai pemerkosaan dan kekerasan seksual terus bermunculan."

3 dari 3 halaman

4,5 Juta Orang Mengungsi di Sudan

Pertempuran awalnya berpusat di Khartoum, namun dengan cepat menyebar ke wilayah lain di negara Afrika timur tersebut, termasuk wilayah Darfur bagian barat yang sudah dilanda konflik.

Menurut badan migrasi PBB, lebih dari 4,5 juta orang mengungsi di Sudan, sementara lebih dari 1,2 juta lainnya mencari perlindungan di negara-negara tetangga.

"Pertempuran juga menyebabkan 25 juta orang – lebih dari separuh populasi negara tersebut – membutuhkan bantuan kemanusiaan," sebut Griffiths.

Konflik, ungkap Griffiths, menyebabkan komunitas terpecah belah, masyarakat rentan tidak mempunyai akses terhadap bantuan untuk menyelamatkan nyawa, dan meningkatnya kebutuhan kemanusiaan di negara-negara tetangga, di mana jutaan orang telah mengungsi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.