Liputan6.com, Gaza - Seorang penembak jitu Israel Defense Forces (IDF) atau Pasukan Pertahanan Israel atau tentara Israel dilaporkan menembak dan membunuh dua wanita di dalam Holy Family Parish (Paroki Keluarga Kudus) di Gaza pada Sabtu 16 Desember 2023. Demikian menurut Patriarkat Latin Yerusalem, yang mengawasi Gereja-Gereja Katolik di Siprus, Yordania, Israel, Gaza dan Tepi Barat.
"Mayoritas keluarga Kristen di Gaza telah mengungsi di paroki tersebut sejak dimulainya perang," kata patriarkat tersebut dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari CNN, Minggu (17/12/2023).
Baca Juga
Kedua wanita tersebut, yang digambarkan sebagai ibu dan anak perempuannya, sedang berjalan menuju Sister’s Convent (Biara Suster), kata pihak patriarkat. "Satu orang tewas ketika dia mencoba membawa yang lainnya ke tempat aman," tambahnya.
Advertisement
Tujuh orang lainnya juga tertembak dan terluka dalam serangan itu.
"Tidak ada peringatan yang diberikan, tidak ada pemberitahuan yang diberikan," lanjut pernyataan itu.
"Mereka ditembak dengan kejam di dalam lingkungan paroki, di mana tidak ada pihak yang berperang."
Patriarkat tersebut mengatakan bahwa tank-tank IDF juga menargetkan Convent of the Sisters of Mother Theresa, (Biara Suster Bunda Theresa), yang menampung 54 penyandang disabilitas dan merupakan bagian dari kompleks gereja. Generator gedung, satu-satunya sumber listrik saat ini, serta sumber bahan bakar, panel surya, dan tangki air juga hancur.
"Roket IDF telah membuat biara itu tidak bisa dihuni," jelas patriarkat itu dalam pernyataannya.
Siapakah Orang Kristen di Gaza?
Mengutip Al Jazeera, umat Kristen di Gaza diketahui sebagai salah satu komunitas tertua di Timur Tengah, yang berasal dari abad pertama.
Namun, jumlah umat Kristen di Gaza telah menyusut dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini hanya ada sekitar 1.000 orang yang tersisa, turun tajam dari 3.000 orang yang terdaftar pada tahun 2007, ketika Hamas mengambil kendali penuh atas daerah kantong tersebut.
Menurut Kamel Ayyad, juru bicara Gereja Saint Porphyrius, yang baru-baru ini dibom Israel, mayoritas penduduknya berasal dari Gaza sendiri.
Sisanya tiba di Gaza setelah pembentukan negara Israel, yang menyebabkan sekitar 700.000 warga Palestina mengungsi – sebuah peristiwa yang mereka sebut sebagai Nakba, atau "bencana.
Blokade Israel di Gaza setelah Hamas naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2007 mempercepat pelarian umat Kristen dari daerah kantong yang dilanda kemiskinan tersebut.
"Sangat sulit bagi masyarakat untuk tinggal di sini," kata Ayyad. "Banyak orang Kristen berangkat ke Tepi Barat, ke Amerika, Kanada atau dunia Arab, mencari pendidikan dan kesehatan yang lebih baik."
Meskipun sebagian besar umat Kristen di Gaza menganut agama Ortodoks Yunani, sejumlah kecil orang beribadah di Catholic Holy Family Church (Gereja Keluarga Kudus Katolik) dan Gaza Baptist Church (Gereja Baptis Gaza).
Advertisement
Hidup dalam Kepungan
Setelah serangan gereja pada hari Sabtu 16 Desember, diplomat top Italia Antonio Tajani mengeluarkan "permohonan yang tulus kepada pemerintah dan tentara Israel untuk melindungi tempat ibadah Kristen".
"Itu bukanlah tempat persembunyian teroris Hamas," kata Antonio Tajani di X.
Di bawah pemboman Israel baru-baru ini, umat Kristen dan Muslim sama-sama mencari perlindungan di beberapa gereja di Gaza seperti Saint Porphyrius.
Namun setelah gereja itu dibom, mereka semua pindah ke Gereja Keluarga Kudus terdekat, yang terletak 400 meter (1.300 kaki) jauhnya, yang kini juga telah dibom.
Israel mengatakan sedang menyelidiki apa yang terjadi di gereja Keluarga Kudus pada hari Sabtu (16/12).
Namun karena hidup di bawah pengepungan, umat Kristiani di Gaza membuktikan semangat solidaritas yang telah menyatukan iman dalam perjuangan mereka untuk bertahan hidup dan impian mereka untuk kebebasan.
“Kami semua adalah warga Palestina. Kami tinggal di kota yang sama, dengan penderitaan yang sama," kata Kamel Ayyad, juru bicara Gereja Saint Porphyrius.
"Kita semua dikepung dan kita semua sama.”
Pernyataan Kardinal Vincent Nichols tentang Paroki Keluarga Kudus di Gaza
Kardinal Vincent Nichols kemudian mengeluarkan pernyataan mengenai pembunuhan di kompleks Gereja Paroki Katolik Keluarga Kudus di Kota Gaza:
"Saya patah hati atas informasi yang diberikan oleh Kardinal Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem, tentang pembunuhan di kompleks Gereja Paroki Katolik Keluarga Kudus di Kota Gaza. Saya segera mengirim pesan kepada Yang Mulia, mengungkapkan kengerian saya atas peristiwa ini dan meyakinkan dia akan doa umat Katolik di Inggris dan Wales."
"Saya sudah dua kali diterima dengan hangat di paroki ini oleh umatnya. Mereka adalah komunitas iman yang luar biasa dan pelayanan tulus kepada tetangga mereka. Bersama dengan para Religious Sisters yang berdedikasi, mereka terus memberikan perlindungan dan makanan kepada banyak orang selama minggu-minggu peperangan ini. Mereka adalah kaum yang mendambakan perdamaian."
"Informasi yang diberikan oleh Kardinal, memberikan gambaran pembunuhan yang tampaknya disengaja dan tidak berperasaan oleh tentara IDF terhadap warga sipil yang tidak bersalah: seorang wanita tua dan putrinya di halaman sebuah gereja. Pembunuhan ini harus dihentikan. Hal ini tidak akan pernah bisa dibenarkan."
"Saya meminta semua orang yang beriman dan berkehendak baik untuk terus berdoa agar konflik ini diakhiri oleh semua pihak."
Advertisement