Liputan6.com, Kairo - Abdel Fattah al-Sisi meraih masa jabatan ketiga sebagai presiden Mesir setelah memenangkan 89,6 persen suara dalam pemilu, di mana dia tidak menghadapi penantang serius. Hal ini diumumkan oleh Otoritas Pemilu Nasional pada Senin (18/12/2023).
Pemilu berlangsung ketika Mesir sedang berjuang mengatasi krisis ekonomi dan mencoba mengelola risiko dampak perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza, yang berbatasan dengan Semenanjung Sinai, Mesir.
Baca Juga
Beberapa pemilih mengatakan meletusnya perang di Jalur Gaza telah mendorong mereka untuk memilih Sisi, yang telah lama menampilkan dirinya sebagai benteng stabilitas di wilayah yang bergejolak – argumen yang terbukti efektif di mana sekutu-sekutu Teluk dan Barat memberikan dukungan keuangan kepada pemerintahannya.
Advertisement
Pemungutan suara Pilpres Mesir diadakan selama tiga hari, yakni pada 10-12 Desember, di mana negara dan media dalam negeri yang dikontrol ketat berusaha keras untuk meningkatkan jumlah pemilih, yang menurut otoritas pemilu telah mencapai 66,8 persen – di atas 41 persen yang tercatat pada Pilpres Mesir terakhir tahun 2018.
Pilpres Mesir 2023 menampilkan tiga kandidat lainnya, namun tidak satupun dari mereka yang menonjol. Calon penantang yang paling menonjol telah menghentikan pencalonannya pada Oktober dan mengatakan para pejabat dan preman telah menargetkan para pendukungnya – tuduhan yang dibantah oleh Otoritas Pemilu Nasional.
"Tidak ada pemilu, Sisi menggunakan seluruh aparat negara dan badan keamanan untuk mencegah pesaing serius mencalonkan diri," kata Hossam Bahgat, kepala kelompok independen Inisiatif Mesir untuk Hak Pribadi (EIPR), seperti dilansir CNN, Selasa (19/12).
"Sama seperti terakhir kali dia memilih sendiri lawan-lawannya yang hanya melakukan gerakan melawan presiden dengan diam atau hampir tanpa kritik terhadap kebijakan-kebijakannya yang membawa bencana."
Media pemerintah Mesir mengatakan pemungutan suara tersebut merupakan langkah menuju pluralisme politik dan pihak berwenang membantah adanya pelanggaran peraturan pemilu.
Perubahan Konstitusi Melanggengkan Kuasa Sisi
Sisi, seorang mantan jenderal, disebut menindak keras perbedaan pendapat di berbagai spektrum politik sejak memimpin penggulingan pemimpin pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, Mohamed Mursi, dari Ikhwanul Muslimin pada tahun 2013.
Dia terpilih menjadi presiden pada tahun 2014 dan terpilih kembali pada tahun 2018, keduanya dengan perolehan 97 persen suara. Konstitusi diubah pada tahun 2019, memperpanjang masa jabatan presiden dari empat tahun menjadi enam tahun, dan memungkinkan Sisi mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.
Beberapa orang mengagumi pembangunan infrastruktur di bawah pemerintahan Sisi, termasuk ibu kota baru yang dibangun dari awal di timur Kairo. Meski demikian, ada pula yang melihatnya sebagai kota mewah yang mahal pada saat utang Mesir membengkak dan harga-harga melambung tinggi.
Para pendukung Sisi mengatakan keamanan adalah hal yang terpenting dan beberapa kelompok mendapat manfaat di bawah pemerintahannya. Termasuk perempuan, kata Nourhan ElAbbassy, asisten sekretaris jenderal cabang pemuda partai pro-Sisi Homat AlWatan.
"Kami ingin melihat lebih banyak perempuan di posisi-posisi penting, lebih banyak menteri perempuan di kabinet selama mereka memenuhi syarat, dan revisi undang-undang hak-hak pribadi yang berkaitan dengan isu-isu seperti pernikahan, perceraian, dan tunjangan," tutur Nourhan.
Advertisement
Hasil Pilpres Sudah Diprediksi Sejak Awal
Pihak berwenang berupaya mengatasi kritik terhadap catatan hak asasi manusia Mesir dengan mengambil langkah-langkah termasuk membuka dialog nasional dan membebaskan beberapa tahanan terkemuka. Namun, kritikus menganggap langkah tersebut hanya sekadar kosmetik.
Banyak warga Mesir yang menyatakan ketidakpeduliannya terhadap pilpres dan mengatakan bahwa hasilnya sudah pasti.
Sejumlah wartawan Reuters yang meliput pemungutan suara di Kairo, Giza, Suez, dan Semenanjung Sinai melaporkan orang-orang diangkut dengan bus ke beberapa TPS dan berlama-lama di luar TPS sambil mengibarkan bendera atau spanduk nasional seiring musik patriotik dimainkan. TPS lainnya tampak sepi.
Seorang reporter Reuters melihat sekantong tepung, beras, dan bahan pokok lainnya dibagikan kepada orang-orang yang memberikan suara di Giza,dan beberapa pemilih mengatakan bahwa mereka ditekan oleh majikan mereka untuk ikut serta atau bahwa insentif keuangan ditawarkan kepada mereka yang memberikan suara.
Badan media pemerintah mengatakan pemberian uang atau barang apa pun sebagai imbalan atas suara adalah pelanggaran pidana, yang dapat dihukum dengan denda atau penjara.