Sukses

Warga Israel Makin Gemar Beli Senjata

Warga Israel mempersenjatai diri sendiri dengan senjata api.

Liputan6.com, Tel Aviv - Sejak perang di Jalur Gaza dimulai, warga Israel dilaporkan makin sering membeli senjata untuk perlindungan diri pribadi. Alasan mereka adalah karena serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Dilaporkan VOA Indonesia, Rabu (20/12/2023), Yair Yifrach, seorang penjual senjata di pemukiman Givat Zeev di Tepi Barat yang diduduki Israel, mengatakan penjualan senjata telah meningkat seribu kali lipat sejak serangan itu, ketika militan juga menculik sekitar 240 warga Israel.

Yair Yifrach adalah pemilik toko senjata “Neshek Hagiva”. “Semua penjualan naik dari 7 Oktober. Ini naik seribu kali lipat dari sebelumnya hingga tanggal 7 itu. Ya, itu naik dan itu gila. Benar-benar gila. Warga sipil mulai membeli senjata,” kata dia.

Yair juga mengatakan, ketika memiliki senjata api, seseorang bisa melindungi diri sendiri. Jika tidak punya, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

“Jadi, orang-orang yang punya senjata sebelum 7 Oktober, apa yang terjadi di Be'eri, di Kibbutz (Kfar) Azza, di semua tempat ini, orang-orangnya, lebih banyak yang beraliran kiri. Yang saya maksud beraliran kiri, Anda tahu, mereka yang yakin pada perdamaian dan tidak mau melakukan perlawanan,” tambah Dia.

Yair menambahkan, karena peristiwa 7 Oktober itu, orang-orang Israel tersebut mulai yakin bahwa mereka memerlukan senjata, untuk melindungi diri mereka dan keluarganya.

“Warga sekarang mulai memahami bahwa mereka harus membeli senjata atau sejenisnya, sampai polisi datang, sampai IDF datang, sampai ada petugas keamanan, siapa saja yang punya pistol atau senapan datang membantunya,” lanjut Yair.

2 dari 3 halaman

Efek Sampingnya Lebih Bahaya?

Menteri Keamanan Nasional Israel, politisi sayap kanan Itamar Ben-Gvir, juga memimpin upaya untuk meningkatkan jumlah warga sipil yang membawa senjata, dan memudahkan warga untuk memperoleh izin senjata.

Ben-Gvir beralasan, bahwa warga negara yang dipersenjatai akan lebih mampu melindungi diri dari serangan militan.

Akan tetapi, para kritikus mengatakan, bahwa semakin banyak senjata di tangan warga sipil, hanya akan menyebabkan lebih banyak kekerasan, baik terhadap warga Palestina maupun Israel.

Contoh dramatis dari hal ini adalah terbunuhnya Yuval Castleman, seorang warga sipil Israel bersenjata, yang menembaki penyerang Palestina di Yerusalem bulan lalu, namun kemudian ditembak mati oleh seorang polisi, yang rupanya mengira dia adalah seorang penyerang.

Mirit Sharabi adalah seorang pakar keamanan di Institut Demokrasi Israel.“Kekhawatirannya adalah, tidak semua pertimbangan yang perlu dibahas sebelum memberlakukan peraturan itu dan kepemilikan senjata diperluas tanpa memahami sepenuhnya konsekuensi peraturan tersebut terhadap warga negara Israel,” ujar dia.

Sharabi juga mengatakan, “Dan harus dicamkan, sebenarnya ada distribusi senjata yang tidak merata, berdasarkan tingkat kedinasan seseorang di dalam ketentaraan. Meskipun pembedaan ini masuk akal, tetapi tidak ada cukup pemikiran dilakukan mengenai dampak pembedaan ini, dan distribusi yang tidak merata terhadap masyarakat-masyarakat Israel yang berbeda dan membentuk negara Israel ini, termasuk mereka yang yang tidak berdinas di ketentaraan."

 

3 dari 3 halaman

Puluhan Ribu Permohonan Izin

Menurut Small Arms Survey, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Swiss, pada 2017, data tahun terakhir yang ada, terdapat lebih dari setengah juta senjata api yang beredar di kalangan warga sipil di Israel.

Itu berarti 6,7 senjata per 100 ribu penduduk, jumlah yang relatif rendah.

Sebagai perbandingan, Amerika memiliki 120,5 senjata per 100 ribu penduduk, yang merupakan jumlah terbanyak di dunia.

Sebuah laporan oleh parlemen Israel, Knesset, memperkirakan bahwa 41 ribu permohonan izin kepemilikan senjata diajukan pada minggu pertama setelah serangan 7 Oktober.

Biasanya, sekitar 38 ribu aplikasi dibuat dalam setahun.

Kebijakan mempersenjatai warga sipil didukung oleh perdana menteri, Benjamin Netanyahu, yang mengatakan bahwa warga sipil bersenjata telah berkali-kali mencegah bencana di masa lalu.

“Setelah Anda membagikan senjata kepada lebih banyak orang, hal-hal yang bisa terjadi, yang diperingatkan orang-orang, bisa terjadi. Sejalan dengan itu, kita tahu bahwa dalam gelombang terorisme yang telah ada sejak dekade terakhir, warga sipil , dan bahkan sebelum itu, kehadiran banyak warga sipil bersenjata menyelamatkan situasi dan mencegah terjadinya bencana besar,” kata Netanyahu.

“Jadi menurut saya dalam situasi saat ini kita harus melanjutkan kebijakan ini. Saya pasti mendukungnya. Kita mungkin harus membayar harganya, tetapi begitulah kenyataan hidup ini,” tambah dia.