Liputan6.com, Jakarta - Pentagon mengklaim Lebih dari 20 negara telah setuju untuk mengambil bagian dalam koalisi baru untuk menjaga lalu lintas komersial di Laut Merah dari serangan gerakan Houthi Yaman.
Namun, jumlah total yang dimiliki Pentagon baru menunjukkan bahwa setidaknya ada delapan negara yang telah mendaftar.
Baca Juga
Pentagon menyebut ada yang menolak disebutkan namanya secara publik, sebagai tanda sensitivitas politik dalam operasi tersebut ketika ketegangan regional meningkat akibat perang Israel-Gaza, dikutip dari laman SCMP (22/12/2023).
Advertisement
“Saat ini ada lebih dari 20 negara yang mendaftar untuk berpartisipasi,” kata Mayor Jenderal Patrick Ryder.
Amerika Serikat meluncurkan Operation Prosperity Guardian dua hari lalu, dan mengatakan lebih dari puluhan negara telah setuju untuk mengambil bagian dalam upaya yang melibatkan patroli bersama di perairan Laut Merah dekat Yaman.
Setiap negara akan menyumbangkan apa yang mereka bisa, kata Ryder.
“Dalam beberapa kasus, hal itu mencakup kapal. Dalam kasus lain, hal ini dapat mencakup staf atau jenis dukungan lainnya,” katanya dalam jumpa pers.
Krisis di Laut Merah muncul dari perang antara Israel dan Hamas yang berkuasa di Gaza, Hamas.
Perang dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023 ketika para Hamas menyerbu melintasi perbatasan Gaza ke Israel selatan.
Kala itu pihak berwenang Israel mengatakan, Hamas membunuh sekitar 1.200 orang yang sebagian besar merupakan warga sipil Israel dan orang asing.
Pemboman dan invasi balasan Israel ke Gaza, yang menurut para pejabat Israel bertujuan untuk memusnahkan Hamas, telah menewaskan hampir 20.000 warga Palestina.
Houthi Ingatkan Kapal-kapal di Laut Merah untuk Menghindari Perjalanan ke Israel
Sebelumnya, pejabat senior kelompok Houthi memperingatkan kapal-kapal kargo di Laut Merah untuk menghindari perjalanan menuju Israel dan wilayah-wilayah pendudukan. Peringatan tersebut dikeluarkan setelah kelompok itu mengklaim melakukan serangan terhadap sebuah kapal tanker komersial beberapa hari sebelumnya.
Mohamed Ali al-Houthi, ketua komite revolusioner tertinggi Houthi di Yaman, mengatakan kapal-kapal harus menghindari perjalanan menuju Israel dan siapa pun yang melewati Yaman harus tetap menyalakan radio mereka dan segera menanggapi upaya komunikasi Houthi.
Dia juga memperingatkan kapal kargo agar tidak memalsukan identitas mereka atau mengibarkan bendera yang berbeda dengan negara pemilik kapal.
Sebagai solidaritas terhadap warga Palestina atas pembantaian oleh Israel di Jalur Gaza, kelompok Houthi menggunakan kendali mereka atas pesisir barat Yaman, termasuk pelabuhan seperti Hodeidah, untuk melancarkan serangan terhadap kapal yang mereka anggap terkait dengan Israel. Pada Sabtu (9/12/2023), mereka mengatakan akan menargetkan semua kapal yang menuju ke Israel, apapun kewarganegaraannya, dan memperingatkan perusahaan pelayaran internasional agar tidak berurusan dengan pelabuhan Israel.
Pada Selasa (12/12), kelompok Houthi mengaku mereka telah menyerang sebuah kapal tanker komersial Norwegia dengan sebuah rudal.
Kelompok tersebut menuturkan mereka menyerang kapal tanker, Strinda, karena mengirimkan minyak mentah ke Israel dan mereka melakukannya setelah awak kapal mengabaikan semua peringatan.
Pemilik kapal tanker, Mowinckel Chemical Tankers dari Norwegia, menjelaskan kapal tersebut sedang menuju Italia dengan muatan bahan baku biofuel, bukan minyak mentah. Mereka mengakui kunjungan sementara ke pelabuhan Israel yang dijadwalkan pada Januari, namun memilih tidak memberikan rincian pasca serangan di Laut Merah.
"Atas rekomendasi penasihat keamanan kami, diputuskan untuk merahasiakan informasi ini sampai kapal dan awaknya berada di perairan aman," ungkap perusahaan itu, seperti dilansir The Guardian, Kamis (14/12).
Advertisement
Biaya Pengiriman Meningkat
Sementara itu, militer Amerika Serikat (AS) mengatakan kapal perusak USS Mason menanggapi panggilan darurat Strinda dan membantu awak kapal yang sedang menangani kebakaran. Disebutkan bahwa Strinda diserang pada Senin (11/12) malam oleh rudal jelajah darat yang ditembakkan dari Yaman yang dikuasai Houthi.
Serangan itu, menurut militer AS, menyebabkan kerusakan namun tidak ada korban jiwa. Pasca serangan, militer Israel mengungkapkan telah mengerahkan salah satu kapal perang tercanggihnya, korvet kelas Sa'ar 6, ke Laut Merah.
AS dilaporkan tengah mengorganisasi kekuatan perlindungan maritim yang lebih besar yang berbasis di Bahrain untuk mencegah terhambatnya jalur pelayaran tersibuk di dunia.
Sumber-sumber industri telah memperingatkan bahwa biaya pengiriman barang melalui Laut Merah meningkat seiring meningkatnya serangan Houthi. Fenomena ini dikhawatirkan dapat mengganggu pasokan yang berlayar melalui wilayah tersebut.