Sukses

Jurnalis Israel Menyesal 150 Ribu Rakyat Gaza Tidak Tewas di Invasi Hari Pertama

Jurnalis Israel, Boaz Golan, berharap jumlah kematian di Jalur Gaza lebih tinggi dari saat ini.

Liputan6.com, Tel Aviv - Jurnalis Israel, Boaz Golan, memberikan pernyataan yang cukup ekstrem pada acara berita Channel 14 di Israel. Ia berkata harusnya 150 orang dibunuh pada serangan Israel ke Jalur Gaza.

"Kita harus membunuh 150 ribu di hari pertama untuk mengakhiri ceritanya," ujar Golan, dikutip Middle East Monitor, Rabu (27/12/2023).

Golan mengklaim bahwa banyak orang yang setuju dengan pikirannya dan menyesalkan bahwa aksi jor-joran itu terlambat dilakukan. 

"Kita sekali-kali harus gila," ia berucap. 

Narasumber lain di acara berita Channel 14 itu bahkan berkata Jalur Gaza seharusnya dijadikan seperti pantai saja, yakni sepenuhnya pasir.

Israel Serukan Pembentukan Zona Demiliterisasi di Jalur Gaza, Ini Tujuannya

Laporan sebelumnya, Israel menyerukan demiliterisasi Jalur Gaza dan membentuk zona keamanan sementara di dalam wilayah tersebut setelah berakhirnya perang Israel.

“Gaza harus diubah menjadi zona demiliterisasi, dan Israel harus memastikan bahwa jalur tersebut tidak akan menjadi basis untuk melancarkan serangan terhadap negaranya,” kata Ofir Gendelman, juru bicara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kepada wartawan.

“Ini memerlukan pembentukan zona keamanan sementara di sepanjang perbatasan Gaza dengan Israel,” tambahnya, dikutip dari laman Anadolu Agency, Rabu (27/12/2023).

Juru bicara Israel juga menyerukan pembentukan mekanisme inspeksi dan inspeksi di sepanjang perbatasan antara Gaza dan Mesir “untuk mencegah penyelundupan senjata” ke wilayah tersebut.

“Di masa mendatang, Israel akan tetap bertanggung jawab atas keamanan di Jalur Gaza,” kata Gendelman.

Menanggapi serangan lintas batas yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober, Israel melancarkan serangan udara dan darat di wilayah pesisir dan sejak itu telah menewaskan sedikitnya 20.915 orang, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

Serangan gencar ini telah menyebabkan kehancuran di Gaza, dengan 60% infrastruktur di daerah kantong itu rusak atau hancur dan hampir 2 juta orang mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

 

2 dari 3 halaman

Media Israel: Netanyahu Akui Cari Negara untuk Tampung Warga Palestina di Gaza

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada para pendukungnya bahwa dia tengah berupaya menemukan negara-negara yang siap "menyerap" warga Palestina dari Jalur Gaza.

Surat kabar Israel Hayom mengatakan Netanyahu melontarkan pernyataan tersebut dalam pertemuan Partai Likud pada Senin (25/12).

"Masalah kita adalah negara-negara yang siap menyerap mereka dan kami sedang berupaya mengatasinya,” kata Netanyahu, seperti dilansir Middle East Eye, Rabu (27/12).

"Dunia sudah mendiskusikan kemungkinan imigrasi sukarela."

Netanyahu dilaporkan menambahkan, "Sebuah tim harus dibentuk untuk memastikan mereka yang ingin meninggalkan Gaza ke negara ketiga dapat melakukannya. Hal ini perlu diselesaikan. Hal ini memiliki dampak strategis penting pasca perang."

Ucapannya selaras dengan pernyataan tokoh senior Partai Likud lainnya. Mantan menteri dari Partai Likud Danny Danon, misalnya, secara terbuka menyerukan negara-negara Barat untuk menerima pengungsi dari Gaza.

Warga Palestina telah lama mengatakan bahwa serangan membabi buta Israel saat ini ke Jalur Gaza bertujuan mengusir mereka secara permanen. Sebuah kemungkinan yang mengingatkan kita pada Nakba tahun 1948, ketika milisi Zionis mengusir lebih dari 700.000 warga Palestina dari tanah air mereka untuk memberi jalan bagi berdirinya Israel.

Strategi militer Israel juga diyakini bertujuan membuat Gaza tidak dapat dihuni dengan menghancurkan apa pun yang menopang kehidupan, dengan harapan bahwa warga Palestina akan "secara sukarela" meninggalkan wilayah tersebut.

Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara-negara Timur Tengah pada khususnya telah menolak pembersihan etnis secara paksa di Jalur Gaza, namun Israel telah melanggar garis merah yang ditetapkan oleh negara-negara tersebut sebelumnya dengan dampak yang kecil atau bahkan tidak ada sama sekali.

Kemungkinan tujuan eksodus tersebut mencakup Mesir, Yordania, dan negara-negara Barat. Namun, Mesir dan Yordania dengan tegas menolak menerima warga Palestina di perbatasan mereka.

 

3 dari 3 halaman

Pertempuran Terus Berlanjut

Laporan tentang pernyataan Netanyahu muncul ketika militer Israel mengatakan mereka telah menyerang lebih dari 100 sasaran dalam 24 jam, termasuk situs militer dan terowongan di Jabalia tengah dan Khan Younis di Gaza Selatan, ketika pertempuran darat yang sengit terus berlanjut.

Seorang saksi dari Khan Younis mengatakan kepada Middle East Eye bahwa Israel telah mengintensifkan pengeboman terhadap kota tersebut dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Senin malam. Militer menargetkan rumah-rumah warga sipil dan infrastruktur perumahan, termasuk di sekitar Rumah Sakit Nasser di Khan Younis.

"Pengeboman tidak berhenti di malam hari. Peluru-peluru menghantam di dekat kami," kata Younis al-Hallaq.

Otoritas kesehatan Jalur Gaza pada Selasa (26/12) mengumumkan, setidaknya 20.915 orang tewas dan 54.918 lainnya terluka akibat serangan Israel sejak 7 Oktober.

Dikutip dari AP, militer Israel sejauh ini mencatat 161 kematian anggotanya sejak serangan darat mereka berlangsung.

Tujuan utama dari serangan Israel yang sedang berlangsung adalah membunuh pemimpin Hamas Yahya Sinwar, yang diyakini bersembunyi di sistem terowongan di Gaza.

Namun, salah satu pemimpin utama militer mengklaim bahwa diperlukan waktu hingga 10 tahun untuk menemukannya. Menurut harian Israel, Yedioth Ahronoth, Kepala Staf Israel Herzi Halevi menyampaikan pernyataan tersebut dalam percakapannya dengan seorang anggota kabinet.