Liputan6.com, Gaza - Perang Israel vs Hamas yang sudah memasuki bulan ketiga kini memunculkan seruan Israel atas demiliterisasi Jalur Gaza, dan membentuk zona keamanan sementara di dalam wilayah tersebut setelah berakhirnya perang Israel.
"Gaza harus diubah menjadi zona demiliterisasi, dan Israel harus memastikan bahwa jalur tersebut tidak akan menjadi basis untuk melancarkan serangan terhadap negaranya, kata Ofir Gendelman, juru bicara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kepada wartawan dikutip dari laman Anadolu Agency, Rabu 27Â Desember 2023.
Melihat serangan yang dilakukan Israel ke Gaza hingga 82 hari perang yang mengakibatkan 29.124 Palestina tewas menurut situs reliefweb.int, bagaimana sejatinya peluang demiliterisasi Jalur Gaza?
Advertisement
Prof Kobi Michael selaku peneliti senior di Institute for National Security Studies (INSS) angkat bicara perihal tersebut. Menurutnya, mengutip situs inss.org.il, Kamis (28/12/2023), operasi militer Israel yang disebut Operation Protective Edge dalam konflik yang pecah 7 Oktober lalu telah membuat konsep konflik berintensitas rendah menjadi tidak relevan.
"Ini mendramatisir kemampuan dan infrastruktur militer Hamas di Jalur Gaza dan potensi mereka untuk menyerang wilayah dalam negeri Israel, serta kegigihan organisasi tersebut dalam kampanye serangan berkepanjangan, yang lebih lama dibandingkan kampanye Gaza sebelumnya dan bahkan Perang Lebanon Kedua," ujar Prof Kobi Michael.
Selain itu, sambungnya, kemampuan dan infrastruktur militer Hamas mencerminkan proses pelembagaan kelompok tersebut sebagai kekuatan pemerintahan dan militer di Gaza, dan hubungan antara kekuatan militer dan politik."
"Kemampuan militer Hamas sejak Operation Protective Edge tetap signifikan, tentu saja jika dibandingkan dengan kemampuan yang dimiliki Palestinian Authority (PA) atau Otoritas Palestina. Hamas akan berusaha mempertahankan atau bahkan mengembangkannya, meskipun ada kesulitan melihat hasil operasi tersebut (yang menelan korban jiwa hingga 29 ribu lebih)," tutur Prof Kobi Michael.
Â
Â
Kemampuan Militer Hamas Syarat Wujudkan Tuntutan Politiknya di Jalur Gaza, Nasib Demiliterisasi?
Prof Kobi Michael yang juga profesor tamu di International Centre for Policing and Security University of South Wales UK mengungkap, jelas bagi Hamas bahwa kemampuan militernya adalah dasar untuk mewujudkan tuntutan politiknya di Jalur Gaza, "dan secara umum dalam mengamankan posisinya sebagai kekuatan politik yang berpengaruh di arena Palestina dan sekitarnya."
"Oleh karena itu, Hamas akan menolak demiliterisasi sukarela dan akan menggunakan kemampuan militernya untuk menantang Otoritas Palestina atau entitas mana pun yang dalam konteks operasi rekonstruksi Gaza berupaya melemahkannya atau mengancam kekuasaan atau pengaruhnya," jelas Prof Kobi Michael.
Rekonstruksi Gaza, sambungnya, yang dipimpin oleh komunitas internasional dan dilaksanakan melalui Otoritas Palestina, memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar jika pengaruh Hamas terhadap proyek tersebut dibatasi.
"Hal serupa juga terjadi pada prospek menjadikan proyek ini sebagai alat untuk memulai kembali proses politik dengan Palestina dan membangun negara Palestina melalui proses yang terkendali dan bertanggung jawab, dengan Jalur Gaza sebagai lapisan pertama yang signifikan," tuturnya.
Untuk menetralisir pengaruh negatif Hamas terhadap proses tersebut, Hamas harus diperbolehkan menjadi mitra politik saja, dalam kerangka pemerintahan rekonsiliasi Palestina yang dipimpin oleh Abu Mazen, dan tidak boleh menggunakan hak veto atau mengeksploitasi proses tersebut untuk pihak lain. perebutan Gaza dan dari sana, pengambilalihan PA.
"Untuk mencapai tujuan ini, kemampuan militer Hamas harus dilemahkan, yang berarti demiliterisasi. Dengan kata lain, tanpa demiliterisasi, operasi rekonstruksi konstruktif di Gaza tidak akan mungkin terwujud."
Advertisement
Pentingnya Demiliterisasi Gaza Bagi Israel
Bagi Israel, Prof Kobi Michael menuturkan, keberhasilan rekonstruksi Jalur Gaza merupakan syarat yang diperlukan untuk membentuk kembali sistem warga Palestina, Israel-Palestina, dan regional.
"Oleh karena itu, penting untuk melakukan segala upaya untuk memastikan kondisi yang diperlukan untuk keberhasilan rekonstruksi, dan demiliterisasi Gaza adalah salah satu, atau bahkan yang paling penting, dari situasi tersebut," tutur dia.
"Kegagalan upaya-upaya rekonstruksi yang segera dilakukan akan mengurangi peluang bagi upaya-upaya rekonstruksi selanjutnya, terutama jika proyek-proyek kompleks semacam ini harus menyeimbangkan antara investasi sumber daya yang besar, koordinasi antara masing-masing tokoh, dan prestise politik dari partai yang memimpin usaha tersebut," jelas Prof Kobi Michael.
Semakin Gaza mengalami demiliterisasi, sambung Prof Kobi Michael, semakin kecil kemungkinan Hamas akan terus berkuasa, dan semakin besar kemungkinan otoritas Palestina secara bertahap kembali memegang kendali politik dan keamanan.
"Demikian pula, semakin substantif demiliterisasi yang dilakukan, semakin besar peluang pembangunan ekonomi dan infrastruktur serta rekonstruksi di Gaza," tegasnya.
"Semakin besar peningkatan kualitas hidup warga Gaza, dan semakin banyak pembangunan kembali di Gaza, semakin kuat pula hambatan terhadap eskalasi konflik. Dalam istilah strategis, semakin besar aset yang dimiliki oleh otoritas pemerintah di Gaza, semakin besar pula kemampuannya untuk mencegah kekerasan dan eskalasi," tambahnya.
Oleh karena itu, kata Prof Kobi Michael, manfaat strategis yang dapat diperoleh dari demiliterisasi Gaza dan manfaat selanjutnya bagi penduduk sipil Gaza tidak dapat disangkal.
Kendati demikian, Prof Kobi Michael mengatakan dalam konteks demiliterisasi Gaza yang diserukan Israel ini ada tiga pertanyaan mendasar yang muncul, yakni:
- Apa itu demiliterisasi? Apakah ini sebuah situasi demiliterisasi yang semuanya atau tidak sama sekali atau tanpa demiliterisasi, atau apakah ini sebuah sebuah kontinum, tanpa demiliterisasi di satu sisi dan demiliterisasi total di sisi lain, dengan nilai-nilai demiliterisasi yang tak terhitung jumlahnya di sepanjang kontinum tersebut?
- Mungkinkah mencapai demiliterisasi Gaza (total atau sebagian) dan bagaimana caranya?
- Bisakah demiliterisasi parsial di Gaza menjadi pengaruh untuk mengubah dan membentuk kembali sistem di Gaza?
Prof Kobi Michael: Gaza Harus Didemiliterisasi
Dalam kesimpulannya, Prof Kobi Michael menyebut bahwa Gaza harus didemiliterisasi untuk membentuk kembali sistem di sana dan menerapkan pembatasan terhadap eskalasi lebih lanjut, atau dalam bahasa strategis, mencapai dan mempertahankan pencegahan.
"Pada saat yang sama, demiliterisasi dianggap sebagai syarat yang diperlukan untuk keberhasilan operasi pembangunan kembali Gaza dan melanjutkan proses politik dengan Otoritas Palestina di bawah kepemimpinan Abu Mazen," papar Prof Kobi Michael.
"Jelas bahwa pada saat ini dan dalam kondisi yang tercipta setelah Operation Protective Edge – ketika Hamas mempertahankan kemampuan militer yang cukup besar untuk menantang tokoh mana pun yang mencoba mengambil tindakan – tidak mungkin mencapai demiliterisasi penuh, baik secara sukarela (dengan Hamas) atau dengan kekerasan," tuturnya lagi.
Di sisi lain, imbuh Prof Kobi Michael, situasinya sudah matang bagi pengakuan internasional akan perlunya demiliterisasi.
Oleh karena itu, Prof Kobi Michael mengatakan Israel harus memastikan adanya mekanisme penerapan demiliterisasi dan legitimasi internasional sebagai respons jika ada upaya untuk melanggarnya.
"Demiliterisasi Gaza adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu, tekad, ketekunan, dan banyak kolaborasi antara banyak pihak," tegas Prof Kobi Michael.
"Strategi yang relevan dapat membantu Israel membangun dan mendorong proses demiliterisasi. Sekalipun saat ini demiliterisasi sepenuhnya tampak hanya sekedar mimpi belaka, dengan kemajuan yang dicapai, Israel dapat meningkatkan posisi strategisnya," pungkasnya.
Advertisement