Sukses

Ditjen Imigrasi: Rohingya Tidak Bisa Diusir, Sebab Ada Prinsip Internasional

Rohingya tak bisa begitu saja diusir dari Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Dirjen Imigrasi Silmy Karim turut angkat bicara mengenai polemik pengungsi Rohingya yang berada di Aceh. Saat ini, gelombang penolakan terus terjadi di Aceh hingga para mahasiswa ikut protes kedatangan para pengungsi tersebut. 

Video-video pun beredar ketika para mahasiswa Aceh menerobos masuk ke tempat pengungsian hingga menendang barang-barang pengungsi. 

Silmy Karim mengetahui bahwa Indonesia tidak meratifikasi konvensi dan protokol internasional tentang pengungsi, sehingga Indonesia tidak "wajib" menolong.  

"Indonesia tidak meratifikasi konvensi 1951 dan protokol 1967 yang menjadi dasar hukum terkait dengan pengungsi artinya kita tidak punya kewajiban sebenarnya," ujar Silmy Karim pada video yang dibagikan akun Instagram Ditjen Imigrasi, Kamis (28/12/2023).

Akan tetapi, Silmy turut menjelaskan bahwa tidak mungkin mengusir para pengungsi itu dari Indonesia, sebab pengusiran mereka bisa membahayakan diri mereka, dan itu melanggar prinsip HAM internasional.

"Jika Indonesia mengembalikan pengungsi Rohingya maka Indonesia melanggar satu prinsip non-refoulment yang melarang pengunsiran pengungsi ke daerah berbahaya. Semoga pikian ini bisa menjadi satu referensi dalam kita menyikapi pegungsi Rohingya," kata Silmy.

Ada Solusi? 

Berdasarkan pengalaman Indonesia di masa lalu, Silmy berkata Indonesia pernah menampung penungsi dari Vietnam pada 1979 hingga 1996. Mereka semua ditempatkan di Pulau Galang.

"Indonesia saat itu menampung di satu pulau terpencil," kata Silmy Karim. "Ini mungkin solusi yang perlu di coba."

Sebelumnya, Wapres RI Ma'ruf Amin juga membuka kemungkinan pemindahan warga Rohingya ke Pulau Galang, namun belum jelas bagaimana kelanjutannya.

2 dari 4 halaman

Prabowo soal Rohingya: Tidak Fair Kalau Kita Harus Menerima Semua Pengungsi Itu

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto bicara soal pengungsi Rohingya yang jumlahnya semakin banyak di Aceh. Prabowo menyebut, permasalahan ini adalah menyangkut dunia dan mesti diselesaikan dengan cara integralistik.

"Jadi masalah Rohingya ini adalah masalah dunia ya kan, menyangkut beberapa negara, tentu Indonesia kita harus mendekatinya dengan suatu sikap dan pendekatan yang integralistik. Kita koordinasi dengan badan-badan internasional, dengan PBB dan sebagainya," kata Prabowo di Banda Aceh, Selasa (26/12).

Meski begitu, Prabowo menekankan untuk mengatasi masalah ini, kepentingan rakyat nasional mesti diutamakan. Sebab, banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya susah.

Capres nomor urut 2 ini menilai tidak adil jika hanya memberi bantuan kepada pengungsi Rohingya, tetapi rakyat Indonesia hidupnya masih susah.

"Masih banyak rakyat kita yang hidupnya masih susah, jadi tidak begitu fair kalau kita harus menerima semua pengungsi itu menjadi beban kita, walaupun dari segi kemanusiaan kita juga punya rasa solidaritas ingin membantu dan sebagainya,"ujarnya.

Atas hal itu, Prabowo menyebut, persoalan Rohingya mesti diselesaikan secara komprehensif. Prabowo ingin kepentingan bangsa Indonesia diutamakan.

"Jadi ini perlu pendekatan yang integralistik, tapi sekali lagi di ujungnya kita harus menjaga kepentingan bangsa kita dan rakyat kita," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Wapres Ma’ruf Amin: Penampungan Sementara Rohingya Jangan Sampai Ganggu Masyarakat

Wakil Presiden RI atau Wapres Ma'ruf Amin menyatakan, pemerintah akan berupaya mencegah agar penempatan sementara pengungsi Rohingya tidak mengganggu masyarakat sekitar.

"Ini yang harus dicegah, jangan sampai nanti ke depan menjadi masalah yang berlanjut. Karena itu, yang ada tentu ditangani dengan bekerja sama dengan UNHCR dan juga mencari tempat-tempat yang tepat jangan sampai mengganggu masyarakat sekitar," ujar Wapres Ma'ruf Amin di Tennis Indoor Senayan, Senin (18/12/2023).

Menurut Ma'ruf, pemerintah mulanya menerima pengungsi atas nama kemanusiaan. Namun, ia memastikan pemerintah sedang berkomunikasi dengan UNHCR soal pengungsi Rohingya.

"Ya ini kan pemerintah tentu karena atas dasar kemanusiaan menampung, tetapi tentu ini juga memerlukan biaya besar, karena itu kita berkoordinasi dengan UNHCR yg bertanggung jawab," kata dia.

Ma'ruf mengaku akan mempelajari mengapa para pengungsi bisa berakhir di Indonesia yang semula bukan negara tujuan

"Kita juga mulai mempelajari mengapa mereka datang ke sini, kan Indonesia bukan negara tujuan, saya kira itu, tapi sementara, semacam transit," ucap dia.

Apalagi, lanjut Ma'ruf, ia mendapat informasi soal adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait para pengungsi tersebut. Ia memastikan pemerintah akan mencegah san mewaspadai kasus TPPO itu.

"Tapi di sini, menurut informasi itu, ada TPPO juga, nah ini yang harus dicegah, jangan sampai nanti ke depan menjadi masalah yang berlanjut. Juga mencegah kemungkinan terjadinya adanya usaha untuk mendatangkan oleh sindikat TPPO yang diduga ada di belakang kedatangan Rohingya itu? Kita akan mewaspadai itu," pungkas Ma'ruf.

4 dari 4 halaman

Penyelundupan Imigran Rohingya Libatkan WNI, Dibayar 5-10 Juta Per Kepala

Kepolisian Aceh menyatakan bahwa pihak Security Camp dan kapten kapal di kamp Cox's Bazar merupakan koordinator utama dari penyelundupan imigran Rohingya.

Para pengungsi harus membayar uang sebesar Rp 3-15 juta kepada komplotan penyelundup agar bisa keluar dari kamp Bangladesh itu.

Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Joko Krisdiyanto, mengatakan setelah uang terkumpul, komplotan penyelundup yang terdiri dari kapten kapal, nahkoda, dan operator mesin mulai membeli kapal, bahan bakar, serta bahan makanan untuk perbekalan selama perjalanan laut.

Sisa uang yang terkumpul tadi akan dibagi untuk upah kapten kapal, nahkoda, operator mesin serta koordinator utama yang berada di kamp Cox's Bazar.

Menurut Joko, kapal-kapal ini nantinya akan berlayar menuju negara tujuan sesuai keinginan pengungsi, seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia. Namun, karena ketatnya penjagaan di perairan Thailand dan Malaysia, kapal-kapal tersebut umumnya mengalihkan tujuannya ke Indonesia.