Sukses

China Kembali Lontarkan Ancaman Militer Jelang Pilpres Taiwan

Kandidat dari partai yang berkuasa, William Lai, memimpin dalam sebagian besar survei, sementara kandidat dari Partai Nasionalis (Kuomintang), Hou You-yi, yang merupakan oposisi utama berusaha menarik para pemilih yang khawatir akan konflik militer dengan China yang dapat menyeret Amerika Serikat (AS) dan menyebabkan gangguan besar pada perekonomian global.

Liputan6.com, Beijing - Beberapa pekan sebelum Pilpres dan pemilu legislatif Taiwan, China memperbarui ancamannya untuk menggunakan kekuatan militer mencaplok pulau yang diklaim sebagai wilayahnya itu.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China Kolonel Wu Qian seperti dilansir AP menuturkan pada Kamis (28/12/2023), "Angkatan bersenjata China akan selalu mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk secara tegas menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorial."

Adapun pemilu Taiwan yang akan digelar pada 13 Januari disebut sebagian besar ditentukan oleh kekhawatiran terhadap harga rumah, layanan kesehatan, lapangan kerja, dan pendidikan.

Sementara itu, China dilaporkan terus mengirimkan kapal perang dan jet tempur ke dekat Taiwan sebagai taktik intimidasi. Sebelumnya, militer Taiwan telah menuturkan pihaknya meningkatkan kewaspadaan sebelum pemungutan suara.

Kandidat dari partai yang berkuasa, William Lai, memimpin dalam sebagian besar survei, sementara kandidat dari Partai Nasionalis (Kuomintang), Hou You-yi, yang merupakan oposisi utama berusaha menarik para pemilih yang khawatir akan konflik militer dengan China yang dapat menyeret Amerika Serikat (AS) dan menyebabkan gangguan besar pada perekonomian global.

Materi kampanye Hou, yang didistribusikan pada Kamis di Taipei, menegaskan penolakannya terhadap kemerdekaan Taiwan dan setuju dengan pandangan bahwa Taiwan adalah bagian dari China.

2 dari 3 halaman

Jalan Buntu

Taiwan yang sudah lama menjadi tempat meleburnya budaya Asia dan Eropa, pernah menjadi koloni Jepang selama 50 tahun hingga tahun 1945, ketika Taiwan diserahkan kepada pemerintahan Nasionalis China pimpinan Chiang Kai-shek. Kelompok Nasionalis, yang juga dikenal sebagai Kuomintang, kemudian pindah ke pulau tersebut pada tahun 1949 setelah Partai Komunis di bawah Mao Zedong menang dalam konflik brutal di daratan China yang menewaskan jutaan orang.

Selama konferensi pers pada Kamis, Wu Qian mengulangi tuduhan bahwa AS mendorong Taiwan untuk sengaja meningkatkan ketegangan dengan China.

"Setiap upaya yang menggunakan Taiwan untuk membendung China pasti akan gagal. …Mencari kemerdekaan dengan kekuatan militer adalah jalan buntu," tutur Wu.

3 dari 3 halaman

Taiwan Tingkatkan Kekuatan di Semua Lini

Taiwan telah menjawab ekspansi militer China dengan meningkatkan kekuatan angkatan laut, udara, dan daratnya, semuanya didukung oleh kemungkinan intervensi cepat oleh pasukan AS dan sekutu yang tersebar di Asia-Pasifik.

China sendiri memiliki kekuatan militer terbesar di dunia dengan lebih dari 2 juta tentara, bersama dengan angkatan laut terbesar dan anggaran pertahanan tahunan tertinggi kedua, setelah AS.

Namun, jabatan menteri pertahanan telah kosong sejak Li Shangfu tidak lagi menjabat pada Agustus dan secara resmi diberhentikan pada Oktober tanpa ada penjelasan mengenai penyebab atau keadaannya saat ini. Pemecatan misterius Li Shangfu, bersama dengan pemecatan mantan Menteri Luar Negeri Qin Gang, telah menimbulkan pertanyaan tentang dukungan rezim terhadap pemimpin Partai Komunis dan kepala negara Xi Jinping, yang secara efektif telah menjadikan dirinya pemimpin seumur hidup dan berusaha untuk menghilangkan semua lawan politik.

Sementara posisi menteri pertahanan masih kosong, Xi Jinping menunjuk dua jenderal yang baru dipromosikan untuk menduduki komando militer utama pada Senin. Wang Wenquan akan bertindak sebagai komisaris politik Komando Militer Selatan yang mengawasi operasi China di Laut China Selatan dan Hu Zhongming akan mengambil alih jabatan komandan angkatan laut ketika China berupaya menjadikan dirinya sebagai kekuatan maritim global untuk melindungi kepentingan perdagangannya, mengonsolidasikan kekuasaannya atas pulau-pulau di Laut China Selatan dan Laut China Timur, serta memperluas kepentingan globalnya untuk mengurangi kekuatan AS.

Video Terkini