Sukses

170 Pengungsi Rohingya Tiba di Sumatera Utara Jelang Tahun Baru 2024, Pemkab Siap Tampung Sementara

170 pengungsi Rohingya tiba di Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Liputan6.com, Langkat - Lebih dari 150 pengungsi Rohingya dilaporkan tiba di Sumatera Utara pada Sabtu malam (30/12). Kedatangan mereka telah diketahui oleh pejabat daerah setempat dan para pengungsi siap ditampung sementara.

Pejabat Langkat menyebut bersimpati terhadap para pengungsi Rohingya yang baru tiba. Ada juga anak-anak dalam rombongan tersebut. 

Sebelumnya, para pengungsi Rohingya mendapat reaksi penolakan di Aceh, bahkan sejumlah mahasiswa turut menerobos masuk lokasi penampungan dan para wanita dan anak-anak Rohingya terlihat menangis. Aksi mahasiswa Aceh itu turut diliput media internasional.

Seperti diketahui, para pengungsi Rohingya itu awalnya dipersekusi di Myanmar, kemudian mereka ditampung di Cox's Bazar yang berada di Bangladesh. Tetapi kondisi di lokasi penampungan itu sudah sangat penuh, sehingga etnis Rohingya nekat menempuh jalur laut untuk ke negara-negara lain di Asia Tenggara.

Menurut laporan VOA Indonesia, Senin (1/12/2024), perahu Rohingya mendarat di Desa Kwala Besar, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, pada Sabtu (30/12) pukul 23.00 WIB.

Pelaksana tugas Bupati Langkat, Syah Afandin, mengatakan rombongan etnis Rohingya itu terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Saat ini mereka di tempatkan sementara di lokasi yang tak jauh dari Desa Kwala Besar.

“Itu lebih kurang ada 170 orang di Desa Kwala Besar,” katanya kepada VOA, Minggu (31/12).

Setelah pendaratan etnis Rohingya itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat akan melakukan rapat dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk mengambil kebijakan terkait penanganannya. Pasalnya pendaratan etnis Rohingya ini merupakan yang pertama kali terjadi di wilayah Langkat.

“Saya sudah mengutus staf saya untuk memantau itu. Selanjutnya kami akan melakukan koordinasi dengan Forkopimda menyikapi ini sekaligus melapor kepada Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) terkait sikap kami. Tetapi secara kemanusiaan kami juga kasihan melihat mereka,” ujar Afandin.

2 dari 4 halaman

Belum Ada Penolakan

Saat ini Pemkab Langkat akan menampung 170 orang etnis Rohingya itu untuk sementara waktu. Afandin juga memastikan sampai saat ini belum ada penolakan dari masyarakat terkait pendaratan etnis Rohingya di Langkat.

“Sampai sekarang belum ada penolakan. Untuk sementara ditampung sambil menunggu regulasi yang pasti seperti apa, baru kami memutuskan karena ini pertimbangannya banyak terkait logistik yang dibutuhkan mereka dan lain-lain. Kami akan rapat dalam dua hari ke depan karena ini masih suasana libur,” jelasnya.

Kepala Desa Kwala Besar, Muhammad Amiruddin, mengatakan ada beberapa orang dari rombongan etnis Rohingya dalam keadaan sakit dan langsung diberikan pertolongan medis oleh masyarakat. Sebagian masyarakat bahkan sengaja membawa makanan secara sukarela untuk diberikan kepada para etnis Rohingya tersebut.

“Warga datang untuk melihat mereka (etnis Rohingya). Kondisinya ada yang sakit. Tapi karena berdasarkan kemanusiaan yang sakit itu diobati. Alasan mereka juga gak punya makanan. Kami beri makanan atas dasar kemanusiaan,” ucap Amiruddin.

Saat ini para etnis Rohingya itu masih berada di tepi pantai dengan beratap tenda yang dijaga oleh aparat kepolisian dan perangkat desa. Namun sampai saat ini UNHCR belum memberikan keterangan resminya terkait pendaratan etnis Rohingya di Langkat. UNHCR juga tak merespons pertanyaan yang telah dikirim oleh VOA.

3 dari 4 halaman

Ditjen Imigrasi: Rohingya Tidak Bisa Diusir, Sebab Ada Prinsip Internasional

Sebelumnya dilaporkan, Dirjen Imigrasi Silmy Karim turut angkat bicara mengenai polemik pengungsi Rohingya yang berada di Aceh. Saat ini, gelombang penolakan terus terjadi di Aceh hingga para mahasiswa ikut protes kedatangan para pengungsi tersebut. 

Video-video pun beredar ketika para mahasiswa Aceh menerobos masuk ke tempat pengungsian hingga menendang barang-barang pengungsi. 

Silmy Karim mengetahui bahwa Indonesia tidak meratifikasi konvensi dan protokol internasional tentang pengungsi, sehingga Indonesia tidak "wajib" menolong.  

"Indonesia tidak meratifikasi konvensi 1951 dan protokol 1967 yang menjadi dasar hukum terkait dengan pengungsi artinya kita tidak punya kewajiban sebenarnya," ujar Silmy Karim pada video yang dibagikan akun Instagram Ditjen Imigrasi, Kamis (28/12/2023).

Akan tetapi, Silmy turut menjelaskan bahwa tidak mungkin mengusir para pengungsi itu dari Indonesia, sebab pengusiran mereka bisa membahayakan diri mereka, dan itu melanggar prinsip HAM internasional.

"Jika Indonesia mengembalikan pengungsi Rohingya maka Indonesia melanggar satu prinsip non-refoulment yang melarang pengunsiran pengungsi ke daerah berbahaya. Semoga pikian ini bisa menjadi satu referensi dalam kita menyikapi pegungsi Rohingya," kata Silmy.

Berdasarkan pengalaman Indonesia di masa lalu, Silmy berkata Indonesia pernah menampung penungsi dari Vietnam pada 1979 hingga 1996. Mereka semua ditempatkan di Pulau Galang.

"Indonesia saat itu menampung di satu pulau terpencil," kata Silmy Karim. "Ini mungkin solusi yang perlu di coba."

Sebelumnya, Wapres RI Ma'ruf Amin juga membuka kemungkinan pemindahan warga Rohingya ke Pulau Galang, namun belum jelas bagaimana kelanjutannya.

4 dari 4 halaman

Prabowo soal Rohingya: Tidak Fair Kalau Kita Harus Menerima Semua Pengungsi Itu

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto bicara soal pengungsi Rohingya yang jumlahnya semakin banyak di Aceh. Prabowo menyebut, permasalahan ini adalah menyangkut dunia dan mesti diselesaikan dengan cara integralistik.

"Jadi masalah Rohingya ini adalah masalah dunia ya kan, menyangkut beberapa negara, tentu Indonesia kita harus mendekatinya dengan suatu sikap dan pendekatan yang integralistik. Kita koordinasi dengan badan-badan internasional, dengan PBB dan sebagainya," kata Prabowo di Banda Aceh, Selasa (26/12).

Meski begitu, Prabowo menekankan untuk mengatasi masalah ini, kepentingan rakyat nasional mesti diutamakan. Sebab, banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya susah.

Capres nomor urut 2 ini menilai tidak adil jika hanya memberi bantuan kepada pengungsi Rohingya, tetapi rakyat Indonesia hidupnya masih susah.

"Masih banyak rakyat kita yang hidupnya masih susah, jadi tidak begitu fair kalau kita harus menerima semua pengungsi itu menjadi beban kita, walaupun dari segi kemanusiaan kita juga punya rasa solidaritas ingin membantu dan sebagainya,"ujarnya.

Atas hal itu, Prabowo menyebut, persoalan Rohingya mesti diselesaikan secara komprehensif. Prabowo ingin kepentingan bangsa Indonesia diutamakan.

"Jadi ini perlu pendekatan yang integralistik, tapi sekali lagi di ujungnya kita harus menjaga kepentingan bangsa kita dan rakyat kita," pungkasnya.