Sukses

Tolak Gagasan Menteri Israel soal Pengusiran Warga Palestina, Menlu AS: Mereka Tidak Boleh Dipaksa Meninggalkan Gaza

Menurut Menlu AS Antony Blinken, PBB dapat memainkan peran penting dalam memungkinkan warga sipil di Jalur Gaza kembali ke rumah mereka ketika operasi militer Israel berada pada fase intensitas yang lebih rendah.

Liputan6.com, Doha - Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan warga sipil Palestina harus bisa kembali ke rumah mereka. Washington menentang pernyataan menteri Israel soal pengusiran warga Jalur Gaza.

Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam konferensi pers di Doha, Qatar, pada Minggu (7/1/2024), bersama Perdana Menteri Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani.

PBB, sebut Blinken, dapat memainkan peran penting dalam memungkinkan warga sipil di Jalur Gaza kembali ke rumah mereka ketika operasi militer Israel berada pada fase intensitas yang lebih rendah.

"Mereka (warga sipil Palestina) tidak bisa - mereka tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan Gaza," ujar Blinken, seperti dilansir Al Jazeera, Senin (8/1).

Dalam kesempatan yang sama, Blinken mengutuk pembunuhan jurnalis Al Jazeera Hamza Dahdouh, yang merupakan putra dari kepala biro Al Jazeera di Gaza Wael Dahdouh. Blinken menyebutnya sebagai "tragedi yang tak terbayangkan".

Hamzah tewas bersama jurnalis lainnya Mustafa Thuraya dalam serangan Israel di Gaza Selatan pada Minggu.

Sebelumnya, beberapa anggota keluarga dekat Wael Dahdouh juga tewas akibat serangan udara Israel.

"Saya tidak bisa membayangkan kengerian yang dia alami," kata Blinken. "Inilah sebabnya kami mendesak adanya kebutuhan ... tidak hanya untuk memastikan bahwa bantuan kemanusiaan dapat sampai kepada orang-orang yang membutuhkannya, namun juga agar masyarakat terlindungi dari bahaya akibat konflik ini."

2 dari 3 halaman

Standar Ganda AS

Meskipun Blinken menyatakan kesedihan atas kehilangan Dahdouh, namun Menlu AS tersebut tidak meminta pertanggungjawaban Israel atas pembunuhan para jurnalis di Jalur Gaza. Di lain sisi, Kementerian Luar Negeri AS telah mengeluarkan deklarasi darurat dua kali dalam beberapa pekan terakhir untuk mengirimkan bom ke Israel tanpa persetujuan kongres.

Dalam konferensi pers di Doha, Blinken menyinggung isu tersebut dengan menggarisbawahi bahwa semua pengiriman senjata AS ke negara mana pun, termasuk Israel, dilakukan dengan syarat menghormati hukum kemanusiaan.

Dia mengatakan bahwa meskipun Israel mempunyai hak untuk menargetkan Hamas dan memastikan bahwa kelompok tersebut tidak dapat lagi melancarkan serangan, namun penting untuk melindungi warga sipil.

"Seiring dengan berkurangnya operasi secara bertahap, hal ini tentu akan memudahkan untuk memastikan bahwa warga sipil tidak dirugikan dan juga akan memastikan bahwa lebih banyak bantuan dapat diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan," kata Blinken.

Otoritas kesehatan Gaza mengonfirmasi setidaknya 22.835 orang, termasuk 9.600 anak-anak, tewas dalam serangan Israel sejak 7 Oktober.

Adapun Al Thani menuturkan pembunuhan wakil pemimpin biro politik Hamas Saleh al-Arouri di Beirut, Lebanon, telah memengaruhi upaya Qatar untuk menengahi kesepakatan pembebasan sandera yang tersisa.

Qatar memainkan peran penting dalam menengahi gencatan senjata tujuh hari antara Israel dan Hamas yang menyebabkan pertukaran antara sandera dan tahanan Palestina beberapa waktu lalu.

Bagaimanapun, ungkap Al Thani, Doha terus bernegosiasi. Dia serta Blinken membahas upaya untuk mencapai gencatan senjata dan memastikan pembebasan lebih banyak tawanan.

3 dari 3 halaman

Blinken Peringatkan Houthi

Blinken berada di Doha sebagai bagian dari tur diplomasi selama seminggu di Timur Tengah, berusaha menenangkan apa yang disebutnya sebagai "momen ketegangan mendalam" di wilayah tersebut di tengah perang Hamas Vs Israel yang telah berlangsung selama tiga bulan di Jalur Gaza.

Sejak perang Hamas Vs Israel dimulai pada 7 Oktober, Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon juga kerap saling baku tembak melintasi perbatasan. Puluhan warga sipil Lebanon dan lebih dari 140 anggota Hizbullah tewas dalam pertempuran tersebut, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa perang di Jalur Gaza dapat meningkat menjadi konflik regional.

Di sisi lain, pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman ikut menembakkan rudal ke Israel dan melakukan beberapa serangan terhadap kapal komersial di Laut Merah dalam apa yang mereka katakan sebagai tindakan solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza. Kelompok, yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman, tersebut mengatakan mereka menargetkan kapal-kapal yang akan menuju Israel.

Serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial telah menyebabkan banyak perusahaan pelayaran global termasuk Maersk menghindari rute pelayaran Laut Merah. AS sendiri sudah membentuk kekuatan maritim multinasional sebagai respons atas serangan Houthi.

Blinken mencatat bagaimana serangan Houthi "menyakiti orang-orang di seluruh dunia", dengan meningkatnya biaya pengiriman dan pengiriman barang menjadi lebih lama. Dia menekankan bahwa Washington ingin memastikan perang tidak meluas.

"Lebih dari selusin negara telah memperjelas bahwa Houthi akan bertanggung jawab atas serangan di masa depan," kata Blinken, merujuk pada koalisi pimpinan AS.

Asisten profesor kebijakan publik di Institut Studi Pascasarjana Doha Tamer Qarmout mengatakan kepada Al Jazeera bahwa jelas Blinken mengirimkan pesan ke Iran, yang mendukung Houthi, AS tidak ingin melihat eskalasi perang.

"Ada kelelahan akibat perang ... Ini juga merupakan tahun pemilu di AS. Saya pikir AS tidak ingin konflik ini meningkat dan melibatkan pihak lain seperti Hizbullah dan Iran," tutur Qarmout.

"Jadi menurut saya ada keinginan tulus dari AS untuk terlibat dalam diplomasi dan mencapai beberapa keuntungan."

Video Terkini