Liputan6.com, Beirut - Militer Israel pada Minggu (7/1/2024) mengatakan, Hizbullah menyerang pangkalan pengatur lalu lintas udara di Israel utara, tepatnya di Gunung Meron pada hari Sabtu (6/1). Namun, pertahanan udara tidak terpengaruh karena sistem cadangan sudah tersedia.
Israel mengklaim bahwa tidak ada tentara yang terluka dan semua kerusakan akan diperbaiki.
Baca Juga
Meski demikian, serangan ini disebut sebagai salah satu yang paling serius yang dilancarkan Hizbullah dalam beberapa bulan pertempuran yang menyertai perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza.
Advertisement
Hizbullah sendiri menggambarkan serangan roketnya sebagai "tanggapan awal" terhadap pembunuhan pemimpin Hamas di Beirut pekan lalu.
Kepala staf militer Israel Letkol Herzi Halevi mengatakan tekanan militer terhadap Hizbullah, sekutu Hamas, meningkat dan itu akan efektif atau perang baru akan meletus. Sementara itu, juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari menegaskan bahwa fokus Israel pada pasukan elite Hizbullah, Radwan, mendorong mereka menjauh dari perbatasan.
Israel selama ini membatasi keterlibatannya dalam pertempuran di wilayah utara. Adapun kemampuan militer Hizbullah jauh lebih unggul dibandingkan Hamas. Namun, para pemimpin Israel mengatakan kesabaran mereka semakin menipis dan jika ketegangan tidak dapat diselesaikan melalui diplomasi, mereka siap menggunakan kekerasan.
"Saya menyarankan agar Hizbullah mempelajari apa yang telah dipelajari Hamas dalam beberapa bulan terakhir: Tidak ada teroris yang kebal," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, seperti dilansir AP, Senin (8/1). "Kami bertekad untuk membela warga negara kami dan mengembalikan penduduk wilayah utara dengan selamat ke rumah mereka."
Puluhan ribu warga Israel dievakuasi dari dekat perbatasan dengan Lebanon akibat serangan lintas batas oleh Hizbullah.
Pertempuran dengan intensitas lebih rendah di sepanjang perbatasan utara Israel terjadi ketika Hizbullah mulai menembakkan roket tidak lama setelah serangan Hamas terhadap Israel selatan pada 7 Oktober yang memicu perang terbaru di Jalur Gaza.
Meningkatnya pertempuran di perbatasan dengan Lebanon disebut memberikan urgensi baru bagi upaya diplomatik Amerika Serikat (AS) ketika Menteri Luar Negeri Antony Blinken bersiap mengunjungi Israel dalam tur diplomasi terbarunya ke Timur Tengah.
"Ini adalah konflik yang dapat dengan mudah menyebar, menyebabkan lebih banyak ketidakamanan dan lebih banyak penderitaan," kata Blinken di Qatar, yang merupakan mediator utama perang Hamas Vs Israel, seperti dilansir AP, Senin (8/1).
Eskalasi pertempuran lintas batas antara Israel dan Hizbullah mempersulit upaya AS untuk mencegah konflik meluas dalam skala regional.
Israel: Perang di Jalur Gaza Tidak Akan Berakhir Sampai 3 Hal Ini Terwujud
Dalam jumpa pers bersama dengan Blinken, pemerintah Qatar mengakui bahwa pembunuhan pemimpin senior Hamas di Lebanon dapat memengaruhi negosiasi yang rumit mengenai potensi pembebasan lebih banyak sandera yang ditahan Hamas di Gaza. Meski demikian, Qatar mengonfirmasi pihaknya melanjutkan diskusi dengan pihak-pihak terkait dan berusaha mencapai kesepakatan sesegera mungkin.
Di Jalur Gaza, perang telah memasuki bulan keempat pada hari Minggu.
Militer Israel memberi isyarat bahwa mereka telah menyelesaikan pertempuran besar di Gaza Utara dengan mengklaim mereka telah menyelesaikan pembongkaran infrastruktur militer Hamas di sana. Kini mereka meningkatkan serangannya di wilayah Gaza Selatan, tempat sebagian besar dari 2,3 juta pengungsi Gaza terhimpit di wilayah yang lebih kecil akibat serangan Israel.
Bagaimanapun, Netanyahu menegaskan perang tidak akan berakhir sampai tujuan melenyapkan Hamas, pembebasan seluruh sandera Israel, dan memastikan bahwa Gaza tidak menjadi ancaman bagi Israel tercapai.
AS telah mendesak Israel mengurangi serangan udara dan daratnya dan beralih ke serangan yang lebih bertarget terhadap para pemimpin Hamas.
Otoritas kesehatan Gaza menyatakan bahwa lebih dari 22.800 orang tewas akibat serangan Israel dan lebih dari 58.000 lainnya terluka. Israel menyalahkan Hamas atas jatuhnya korban sipil karena kelompok tersebut beroperasi di daerah permukiman padat penduduk.
Advertisement
Israel Kembali Membunuh 2 Jurnalis
Pada hari Minggu, serangan udara Israel di dekat Kota Rafah kembali menewaskan dua jurnalis. Hamza Dahdouh, putra tertua Wael Dahdouh, kepala koresponden Al Jazeera di Gaza adalah salah satunya.
Militer Israel belum memberikan komentar mengenai hal ini.
Al Jazeera mengutuk keras pembunuhan dan serangan brutal lainnya terhadap jurnalis dan keluarga mereka yang dilakukan pasukan Israel. Wael Dahdouh juga kehilangan istrinya, dua anaknya, dan seorang cucunya dalam serangan udara Israel pada 26 Oktober. Dia sendiri terluka dalam serangan Israel bulan lalu yang juga menewaskan seorang rekan kerjanya.
"Dunia buta terhadap apa yang terjadi di Jalur Gaza," kata Wal Dahdouh sambil menahan air mata.​Pasukan Israel dilaporkan telah merangsek lebih jauh ke pusat Kota Deir al-Balah, di mana penduduk di beberapa lingkungan diperingatkan untuk mengungsi.
Badan amal medis internasional Doctors Without Borders (MSF) mengakui pihaknya sedang mengevakuasi staf medisnya dari Rumah Sakit Martir Al Aqsa di Deir al-Balah.
"Sebuah peluru menembus dinding unit perawatan intensif rumah sakit pada hari Jumat dan serangan drone serta tembakan penembak jitu hanya terjadi beberapa ratus meter dari rumah sakit selama beberapa hari terakhir," kata Carolina Lopez, koordinator darurat kelompok MSF di sana.
Lopez menambahkan, rumah sakit menerima antara 150 dan 200 orang yang terluka setiap hari dalam beberapa pekan terakhir.