Sukses

10 Januari 1920: Trauma Perang Dunia I Melahirkan Liga Bangsa-Bangsa

Liga Bangsa-Bangsa merupakan pendahulu dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Liputan6.com, London - Pada 10 Januari 1920, Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) untuk pertama kalinya didirikan. Liga Bangsa-Bangsa merupakan respons dunia internasional terhadap kehancuran yang diakibatkan Perang Dunia I. Ada berjuta-juta prajurit yang kehilangan nyawa dalam perang yang berlangsung selama empat tahun tersebut. 

Setelah perang, publik meminta agar ada suatu cara agar perang sebesar itu tidak terjadi lagi. Gagasan mengenai Liga Bangsa-Bangsa dengan cepat tercapai pada Januari 1919, dua bulan usai The Great War berakhir pada November tahun sebelumnya.

Dilansir Britannica, ide dasar dari Liga Bangsa-Bangsa adalah menekankan bahwa perang agresif adalah sebuah kejahatan. Kejahatan itu tak termasuk kepada target perang, melainkan kepada kemanusiaan. Maka dari itu, negara-negara dunia mesti mencegah perang.

Salah satu tokoh penting berdirinya Liga Bangsa-Bangsa adalah Presiden AS Woodrow Wilson. Presiden yang terkenal sebagai intelektual itu menegaskan bahwa tugas pertama Liga Bangsa-Bangsa adalah menjamin perdamaian di masa depan.

Dari segi keanggotaan, Liga Bangsa-Bangsa berhasil merangkul banyak negara, termasuk negara-negara Amerika Latin, Uni Soviet, Yugoslavia, Jepang, Mesir, Kuba, Uni Afrika Selatan, hingga Afghanistan.

Sayangnya, Liga Bangsa-Bangsa gagal melalui ujian berat pada tahun 1930-an. Jepang dan Rusia keluar pada tahun 1933. Pada 1939, Jerman (negara yang kalah di Perang Dunia I) melancarkan invasi ke Polandia. Italia juga menganeksasi Polandia pada tahun yang sama. 

Perang Dunia II lantas pecah dan sejumlah negara yang tergabung di Liga Bangsa-Bangsa bergabung menjadi sekutu: AS, Inggris, hingga Soviet. Setelah perang yang panjang, Sekutu berhasil mengalahkan Jerman, Italia, dan Jepang.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Liga Bangsa-Bangsa resmi bubar dan digantikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

2 dari 2 halaman

PBB Belum Mampu Hentikan Perang di Jalur Gaza

Pada isu kontemporer, PBB ternyata juga belum bisa sepenuhnya efektif. Terbukti, perang di Gaza masih terus berlanjut dan Amerika Serikat malah memakai kekuatan veto di PBB untuk menyetop gencatan senjata. 

Akhir 2023, PBB meloloskan resolusi tentang Gaza, tetapi isinya lebih ke pengiriman bantuan, bukan gencatan senjata. 

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sendiri skeptis bahwa resolusi DK PBB tanpa klausul gencatan senjata akan menciptakan kondisi efektif bagi operasi bantuan.

"Saya berharap resolusi DK PBB hari ini dapat membantu meningkatkan penyaluran bantuan yang sangat dibutuhkan, namun gencatan senjata kemanusiaan adalah satu-satunya cara untuk mulai memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat di Gaza dan mengakhiri mimpi buruk mereka yang sedang berlangsung," tulis Guterres di media sosial.

"Banyak orang mengukur efektivitas operasi kemanusiaan di Gaza berdasarkan jumlah truk dari Bulan Sabit Merah Mesir, PBB, dan mitra kami yang diizinkan menurunkan bantuan melintasi perbatasan. Ini sebuah kesalahan."

Dia menambahkan, "Masalah sebenarnya adalah cara Israel melakukan serangan ini menciptakan hambatan besar terhadap distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza."