Liputan6.com, Manila - Ibu dari Mary Jane Veloso, seorang terpidana mati asal Filipina di Indonesia yang menurut kelompok hak asasi manusia adalah korban perdagangan manusia, telah menulis surat kepada Presiden Indonesia Joko Widodo untuk meminta grasi dan kebebasan bagi putrinya.
Diapit oleh pengacara hak asasi manusia dan advokat, Celia Veloso dan kerabat lainnya mengadakan demonstrasi di Manila pada Selasa (9/1) untuk mengajukan banding atas grasi Veloso setelah Jokowi mendarat di Filipina pada malam sebelumnya.
Baca Juga
Presiden Jokowi berada di Filipina untuk kunjungan tiga hari, dikutip dari laman philstar.com, Kamis (11/1/2024).
Advertisement
"Saya meminta dan memohon dan berharap Anda memahami saya sebagai orang tua dan ibu. Tolong bebaskan putri kami," demikian isi salinan surat yang diberikan oleh kelompok pekerja migran Migrante International dalam bahasa Filipina.
Arman Hernando dari Migrante International mengatakan kepada Philstar.com bahwa surat tersebut telah diterima oleh Sekretaris Eksekutif Lucas Bersamin “tetapi kami belum menerima tanggapan apa pun dari mereka.”
Pihak berwenang Indonesia menangkap Mary Jane pada tahun 2010 setelah dia ditemukan membawa koper berisi heroin.
Lima tahun kemudian, dia terhindar dari eksekusi setelah Presiden Benigno Aquino III mengajukan permohonan langsung kepada Widodo.
Hidupkan Harapan Bagi Mary Jane
Pada Maret 2023, Widodo mengeluarkan pengampunan yang jarang diberikan kepada seorang yang menghabiskan dua dekade di balik jeruji besi karena tuduhan terkait penyelundupan narkoba.
Hal ini menghidupkan kembali harapan akan tindakan serupa bagi Mary Jane, yang telah berulang kali menyatakan dirinya tidak bersalah dan bahwa dia ditipu untuk membawa obat-obatan terlarang.
Jokowi kini memasuki beberapa bulan terakhir masa jabatannya dan akan digantikan dengan presiden baru setelah pemilihan umum di Indonesia pada Februari 2024.
Advertisement
Permintaan Badan Internasional
Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (10/1) Migrante International meminta Widodo untuk memberikan grasi kepada Mary Jane dan menekankan bahwa dia telah menghabiskan 13 tahun di balik jeruji besi meskipun dia adalah korban perekrutan ilegal dan perdagangan manusia.
Kelompok tersebut mengatakan bahwa penundaan persidangan terhadap para penyelundup atau perekrut Mary Jane yang menjanjikan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga di Indonesia menimbulkan hambatan dalam mencapai keadilan bagi wanita Filipina tersebut.