Sukses

Kemlu RI: Ada 48 WNI di Ekuador, Tak Ada yang Jadi Korban Kerusuhan Dipicu Kaburnya Gembong Narkoba

KBRI Quito terus menjalin komunikasi dengan para WNI sekaligus menyusun rencana kontingensi untuk antisipasi jika terjadi eskalasi yang semakin memburuk.

Liputan6.com, Quito - Menanggapi kondisi keadaan darurat pada Senin (8/1/2024) dan kerusuhan yang dipicu kelompok bersenjata di Ekuador, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) memastikan tidak ada Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban.

"Berdasarkan komunikasi dengan komunitas WNI, hingga saat ini tidak ada WNI yang menjadi korban," ungkap Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha melalui pesan yang diterima Liputan6.com, Jumat (12/1).

Judha mengatakan ada 48 WNI yang tinggal di Ekuador, di mana sebagian besar merupakan misionaris, dan sebagian lainnya merupakan keluarga dari staf KBRI yang tinggal di Quito.

Sementara itu, pihak KBRI Quito memberi perhatian khusus terhadap seorang WNI perempuan yang tinggal di wilayah Guayaquil, pusat kerusuhan terjadi.

"Satu WNI wanita tercatat menetap di wilayah tersebut. Namun, saat ini yang bersangkutan terpantau tengah berada di luar wilayah wilayah Ekuador," jelas Judha.

KBRI Quito, sebut Judha, terus menjalin komunikasi dengan para WNI sekaligus menyusun rencana kontingensi untuk antisipasi jika terjadi eskalasi yang semakin memburuk.

Pemerintah Ekuador mengumumkan keadaan darurat setelah salah satu penjahat paling berbahaya di negara itu menghilang dari selnya, serta penjaga penjara dikalahkan dan disandera di tengah kerusuhan di penjara-penjara di seluruh negeri.

Gembong narkoba berusia 44 tahun itu dilaporkan hilang pada hari Minggu (7/1) dari penjara di kota pelabuhan Guayaquil.

Perburuan besar-besaran kemudian dilakukan sejak Senin (8/1) oleh ribuan tentara dan polisi untuk mencari Adolfo Macias alias Fito, terpidana pemimpin geng narkoba Los Choneros.

2 dari 4 halaman

Status Darurat 60 Hari

Adapun Presiden Daniel Noboa (35) yang menjabat sejak November 2023, mengumumkan keadaan darurat selama 60 hari pada hari Senin (8/1) malam dengan mengatakan, "Waktunya sudah habis bagi mereka yang dihukum karena perdagangan narkoba, pembunuhan dan kejahatan terorganisir untuk memberitahu pemerintah apa yang harus dilakukan."

Noboa yang terpilih dengan janji untuk menindak kejahatan dengan kekerasan, mengatakan pemerintahnya telah menginstruksikan tentara dan polisi untuk mengambil tindakan.

"Kami tidak akan bernegosiasi dengan teroris dan kami tidak akan beristirahat sampai kami mengembalikan perdamaian ke warga Ekuador," kata Noboa dalam pesan yang diunggahnya di media sosial, seperti dilansir The Guardian.

3 dari 4 halaman

Pelarian Tahanan

Dalam beberapa tahun terakhir, negara di Amerika Selatan ini mencatat kekerasan mengerikan, sementara pemerintahan disebut terbukti tidak mampu mengendalikan faksi-faksi kejahatan terorganisir. Hilangnya Macias di balik jeruji besi, membuat pihak berwenang berebut mencari tahu apakah dia melarikan diri seperti yang dia lakukan satu dekade lalu dari penjara lain.

Otoritas penjara Ekuador mengonfirmasi para penjaga telah disandera di lima penjara di seluruh negeri, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Panglima Besar Kepolisian Nasional Cesar Zapata mengatakan kepada media pada Minggu malam bahwa Macias telah menghilang dari selnya dan mereka sedang menyelidikinya. 

Kantor kejaksaan Ekuador men-tweet pada hari Minggu (7/1) bahwa mereka sedang menyelidiki kasus tersebut sebagai kemungkinan "pelarian tahanan" dan menambahkan pada hari Senin bahwa dua pejabat telah ditangkap karena dicurigai membantu pelarian Macias.

Macias telah menjalani hukuman 34 tahun penjara sejak 2011 atas tuduhan penyelundupan narkoba, pembunuhan, dan kejahatan terorganisir. Dia berada di penjara Guayas 4, yang dikenal sebagai La Regional, di Guayaquil, kota pelabuhan yang menjadi pusat perang narkoba.

4 dari 4 halaman

Dipindah ke Penjara dengan Keamanan Lebih Ringan

Los Choneros adalah salah satu geng Ekuador yang dianggap oleh pihak berwenang bertanggung jawab atas lonjakan kekerasan yang mencapai tingkat baru tahun lalu dengan pembunuhan calon presiden Fernando Villavicencio. Analis keamanan mengatakan geng tersebut memiliki hubungan dengan Kartel Sinaloa di Meksiko.

Sebelum kematiannya, politikus tersebut mengatakan faksi kriminal telah mengancamnya, namun sejauh ini pihak berwenang belum secara langsung menuduh Macias atau kelompoknya berada di balik pembunuhan Villavicencio.

Beberapa hari setelah pembunuhan Villavicencio, Macias dipindahkan dari La Regional ke penjara dengan keamanan maksimum di kompleks fasilitas penahanan besar yang sama di Guayaquil, namun dia dikembalikan ke penjara dengan keamanan lebih ringan dalam waktu kurang dari sebulan tanpa penjelasan apa pun.​