Liputan6.com, Sana'a - Sebanyak 47 Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di lokasi sasaran serangan Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap kelompok Houthi di Yaman berada dalam keadaan baik dan aman, demikian diungkapkan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI).
"Berdasarkan komunikasi dengan para WNI tersebut, mereka dalam keadaan baik dan aman," ujar Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha melalui pesan yang diterima Liputan6.com, Jumat (12/1/2024).
Baca Juga
Judha kemudian menuturkan persebaran 47 WNI di lokasi sasaran serangan Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap kelompok Houthi di Yaman sebagai berikut:
Advertisement
- 15 WNI tersebar di Sana'a
- 19 WNI di Hudaidah
- 13 WNI di Dhammar
Sementara secara keseluruhan, terdapat sebanyak 4.866 WNI yang berdomisili di Yaman, di mana mayoritas merupakan mahasiswa di wilayah Tarim Hadhramaut. Judha turut mengungkapkan bahwa mereka juga dalam keadaan baik.
"Hingga saat ini, tidak ada WNI yang dilaporkan menjadi korban dalam serangan dimaksud," tambahnya.
"KBRI akan terus berkoordinasi dengan otoritas setempat dan berkomunikasi dengan komunitas Indonesia untuk memonitor kondisi dan keselamatan para WNI."
KBRI Muscat sebelumnya telah memberikan imbauan terhadap WNI di Yaman, khususnya di wilayah Sana'a dan sekitarnya, untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengimbau untuk berpindah ke wilayah Yaman selatan yang relatif lebih aman.
Sementara itu, pihak KBRI Muscat juga tengah mempersiapkan rencana kontingensi jika eskalasi konflik meningkat.
AS dan Inggris Lancarkan Serangan Balasan terhadap Kelompok Houthi di Yaman
Militer Amerika Serikat (AS) dan Inggris pada Kamis (11/1/2024) mengebom lebih dari selusin lokasi yang digunakan oleh kelompok Houthi di Yaman dengan menggunakan rudal Tomahawk dan jet tempur yang diluncurkan oleh kapal perang. Hal tersebut dikonfirmasi sejumlah pejabat AS kepada AP.Â
Sasaran militer, kata mereka, mencakup pusat logistik, sistem pertahanan udara, dan lokasi penyimpanan senjata.
AS dan Inggris sebelumnya memang telah dilaporkan siap melancarkan serangan militer terhadap Houthi.
Sumber pertahanan Barat mengindikasikan persiapan semakin intensif pada Kamis sebagai tanggapan terhadap serangan 21 rudal dan drone Houthi yang ditujukan ke kapal perang AS dan Inggris pada Selasa (9/1) malam, meskipun skala dan waktunya masih dirahasiakan.
Advertisement
Terkait Laut Merah
Ditanya tentang potensi serangan AS terhadap Houthi di Yaman, juru bicara keamanan nasional AS John Kirby seperti dilansir The Guardian, Jumat (12/1), mengatakan, "Kami akan melakukan apa yang harus kami lakukan untuk melawan dan mengalahkan ancaman yang terus dilancarkan Houthi terhadap pelayaran komersial di Laut Merah."
Pada Rabu (10/1), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan akan ada konsekuensi setelah serangan Houthi, sementara Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps, menggarisbawahi kepada wartawan untuk "mengawasi isu ini".
Sebagai respons, pemimpin Houthi Abdul-Malik al-Houthi, kelompok yang menguasai bagian utara dan barat Yaman, mengatakan pada Kamis bahwa jika diserang, Houthi akan melawan.
"Setiap serangan AS tidak akan dibiarkan tanpa tanggapan. Responsnya akan lebih besar dibandingkan serangan yang dilakukan dengan 20 drone dan sejumlah rudal," kata al-Houthi dalam pidato yang disiarkan televisi.
"Kami lebih bertekad untuk menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel dan kami tidak akan mundur."
Cobaan Terbaru bagi Yaman
Para ahli sebelumnya percaya bahwa AS, Inggris, dan sekutu Barat lainnya kemungkinan besar akan menargetkan radar pesisir dan lokasi peluncuran dalam upaya yang terkalibrasi untuk menghentikan serentetan serangan rudal dan drone Houthi yang telah berlangsung selama tiga bulan di jalur perairan Timur Tengah yang sibuk.
Namun, ada yang menambahkan bahwa intervensi apa pun penuh dengan risiko.
Sidharth Kaushal, seorang ahli dari lembaga pemikir Royal United Services Institute mengatakan, "Itu tergantung target apa yang dipilih, tetapi Houthi mengatakan mereka tidak akan mundur, sehingga ada risiko terjadinya konflik yang berkepanjangan."
Serangan apa pun – yang mungkin dilakukan dari udara dan laut – harus cukup untuk memberikan efek jera, tambah analis tersebut, namun serangan pengeboman yang lebih luas menambah risiko jatuhnya korban sipil dan dapat mengobarkan opini publik di Timur Tengah yang sudah bergejolak.
Advertisement