Sukses

3 Fakta William Lai, Presiden Terpilih Taiwan yang Dianggap Berbahaya oleh China

William Lai dinilai oleh Tiongkok sebagai separatis berbahaya dan berpotensi menjadi gangguan bagi hubungannya dengan Taiwan.

Liputan6.com, Taipei - William Lai dari Partai Progresif Demokratik (DPP) menang dalam Pilpres Taiwan yang digelar pada Sabtu (13/1). Ia berhasil mengalahkan dua capres lainnya, yakni Hou Yu-ih yang diusung Partai Kuomintang (KMT) dan Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP).

Lai dinilai oleh Tiongkok sebagai separatis berbahaya dan berpotensi menjadi gangguan bagi hubungannya dengan Taiwan.

Dengan kemenangan Lai, DPP meraih masa jabatan ketiga berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini menandakan bahwa mayoritas masyarakat Taiwan mendukung nilai-nilai partai dalam melestarikan demokrasi.

Dalam pidato kemenangannya, Lai yang berusia 64 tahun itu mengucapkan selamat kepada para pemilih karena menolak terpengaruh oleh "kekuatan eksternal" yang mencoba mempengaruhi pemilu. Dalam hal ini, ia merujuk pada Tiongkok yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya sendiri.

Lai juga menyebut bahwa ia ingin bekerja sama dengan Tiongkok dan menjaga perdamaian serta stabilitas, namun berjanji untuk tidak "terintimidasi" oleh Beijing.

Melansir laman Al Jazeera, Senin (15/1/2024), berikut adalah sejumlah fakta mengenai presiden terpilih Taiwan, William Lai:

2 dari 4 halaman

1. Lulusan Harvard, Amerika Serikat

Lai dibesarkan di wilayah Taiwan utara dan berasal dari latar belakang sederhana sebagai putra seorang penambang batu bara yang meninggal ketika ia masih kecil.

Dia juga meninggalkan karirnya sebagai dokter spesialis cedera tulang belakang demi mengejar karir politiknya.

Sebelum menjadi presiden terpilih, Lai memegang beberapa jabatan penting termasuk wakil presiden, perdana menteri, legislator, dan walikota kota Tainan di bagian selatan.

Pemimpin baru Taiwan ini memiliki gelar master di bidang kesehatan masyarakat dari Universitas Harvard di Amerika Serikat (AS).

3 dari 4 halaman

2. Peran sebagai Wakil Presiden

Dalam jabatannya yang terakhir sebagai wakil presiden, Lai membantu mempromosikan kepentingan Taiwan dalam level internasional.

Pada Agustus 2024, ia melakukan misi diplomatik ke Paraguay, yang di mana mendapat kritikan dari Beijing.

Paraguay menjadi satu dari banyak negara yang masih mempertahankan hubungan diplomatik formal dengan Taiwan. Taiwan, bagaimanapun, memiliki hubungan dagang dengan negara-negara di seluruh dunia.

Lebih lanjut, Lai juga menyinggung soal isu antara Taiwan dan Ukraina dan kebangkitan otoriterisme secara global, dengan mengatakan bahwa fenomena tersebut telah "menyadarkan komunitas internasional akan rapuhnya demokrasi".

Selama menjabat sebagai Wakil Presiden, Lai juga vokal berbicara tentang perlunya membangun kemampuan pencegahan militer Taiwan, memperkuat keamanan ekonomi, dan menjalin kemitraan dengan negara-negara demokrasi di seluruh dunia.

"Kami mengatakan kepada komunitas internasional bahwa antara demokrasi dan otoritarianisme, kami akan berpihak pada demokrasi," kata Lai kepada para pendukungnya pada Sabtu malam.

4 dari 4 halaman

3. Hubungan dengan Tiongkok

Tiongkok sangat vokal menentang Lai dan menyebutnya sebagai separatis berbahaya. Faktanya, Beijing menyebut pemilu tersebut sebagai pilihan antara perang dan perdamaian.

Namun, Lai selama kampanyenya berulang kali mengatakan bahwa ia ingin mempertahankan status quo dengan Tiongkok dan dalam banyak kesempatan telah menawarkan untuk berbicara dengan Beijing.

Lai pernah berkata bahwa kepala negara yang paling ingin dia ajak makan malam adalah Presiden Tiongkok Xi Jinping, yang menurutnya perlu "sedikit bersantai".

Dengan terpilihnya Lai sebagai presiden Taiwan, yang dipertaruhkan adalah perdamaian, stabilitas sosial, dan kemakmuran di pulau tersebut, seiring dengan peningkatan aktivitas militer di sekitar pulau, yang menurut Beijing dapat direbut kembali dengan kekerasan jika diperlukan.

Video Terkini