Liputan6.com, Jakarta - Dana setidaknya USD 15 miliar atau sekitar Rp234 triliun dibutuhkan untuk membangun kembali rumah-rumah di Gaza akibat serangan Israel, demikian diungkapkan oleh Kepala Dana Investasi Palestina Mohammed Mustafa pada Rabu (17/1/2024)
Mustafa mengatakan laporan internasional menunjukkan 350.000 unit rumah telah rusak di Gaza, baik rusak sepenuhnya atau sebagian dan lebih dari 70.000 unit hancur total.
Baca Juga
"Dengan asumsi 150.000 unit rumah perlu dibangun kembali dengan biaya rata-rata USD 100.000 per unit, "itu berarti US$15 miliar untuk unit rumah", katanya di Forum Ekonomi Dunia di Davos, seperti dilansir CNA, Kamis (18/1).
Advertisement
"Kami masih belum membicarakan infrastruktur, kami belum membicarakan rumah sakit yang rusak, jaringan listrik," sambungnya.
Angka tersebut menunjukkan biaya rekonstruksi yang jauh lebih besar dibandingkan anggaran sebelumnya untuk mengembalikan Gaza setelah konflik sebelumnya, lantaran perang telah berlangsung selama lebih dari 100 hari.
Menyusul perang tahun 2014 antara Hamas dan Israel, yang berlangsung selama tujuh minggu dan menewaskan 2.100 warga Palestina, Qatar menghabiskan lebih dari USD 1 miliar untuk proyek perumahan dan bantuan di Gaza.
Mustafa mengatakan kepemimpinan Palestina, dalam jangka pendek, akan terus fokus pada bantuan kemanusiaan termasuk makanan dan air, namun pada akhirnya fokusnya akan beralih ke rekonstruksi.
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Perang Israel Vs Hamas menyebabkan sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza meninggalkan rumah mereka, beberapa di antaranya bahkan telah mengalaminya beberapa kali. Kondisi ini menyebabkan krisis kemanusiaan, dengan makanan, bahan bakar, dan pasokan medis yang semakin menipis.
"Jika perang di Gaza terus berlanjut, kemungkinan besar lebih banyak orang yang meninggal karena kelaparan dibandingkan perang," kata Mustafa.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan makanan, obat-obatan, air dan listrik ke wilayah kantong yang terkepung, tambahnya.
Ketika ditanya apa peran Hamas di masa depan, Mustafa mengatakan "cara terbaik ke depan adalah menjadi se-inklusif mungkin".
Advertisement
100 Hari Perang di Gaza: Israel dan Hamas Sepakati Perjanjian Kiriman Bantuan
Israel dan Hamas sepakat perjanjian tentang bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza. Qatar dan Prancis berkolaborasi sebagai mediator pada perjanjian terbaru ini.
Dilaporkan BBC, Rabu (17/1), perjanjian baru ini menyebut agar obat-obatan dapat diberikan kepada para tawanan di Jalur Gaza. Sebagai timbal balik, Israel akan mengizinkan lebih banyak bantuan pokok masuk ke Jalur Gaza.
Bantuan kemanusiaan akan berangkat lewat Doha, ibu kota Qatar, menuju Mesir pada Rabu kemarin. Kemudian, bantuan itu akan diantarkan ke Gzaza untuk rakyat sipil, sementara obat-obatan akan dibawa untuk tawanan dari Israel.
Obat-obatan itu dikirim karena anggota keluarga para tawanan melaporkan kepada pemerintah bahwa banyak dari korban penculikan Hamas yang butuh obat-obatan, beberapa bahkan dinyatakan dalam kondisi bahaya.
Â
Â
Permintaan dari Sekjen PBB
Sebelumnya, Sekjen PBB Antonio Guterres sempat meminta agar bantuan bisa dibawa ke Jalur Gaza dengan aman. Lebih dari 100 staf PBB juga telah meninggal akibat perang di Gaza.
Amerika Serikat berharap agar ada diskusi-diskusi lanjutan yang bisa membawa pelepasan tawanan. Utusan AS untuk Timur Tengah juga telah berdiskusi dengan Qatar agar hal itu tercapai.
Utusan AS mengatakan diskusi yang terjadi "sangat serius dan intensif" dan diharapkan bisa segera berdampak nyata.Â
Sudah lebih dari 24 ribu orang korban serangan Israel di Jalur Gaza, banyak korban tewas merupakan perempuan dan anak-anak.
Advertisement