Liputan6.com, Brussels - Parlemen Eropa pertama kalinya menyerukan gencatan senjata permanen di Jalur Gaza dan dimulainya upaya politik untuk menemukan solusi atas perang Hamas Vs Israel.
Resolusi, yang hanya bersifat simbolis dan tidak mempunyai bobot hukum, tersebut disetujui dengan 312 suara mendukung, 131 menolak, dan 72 abstain pada Kamis (18/1/2024), setelah kompromi dibuat untuk menenangkan anggota parlemen sayap kanan-tengah.
Baca Juga
Permohonan gencatan senjata tersebut mewakili perubahan signifikan dalam posisi Parlemen Eropa sebelumnya, yang disepakati pada Oktober, yang menyerukan jeda kemanusiaan untuk meningkatkan aliran bantuan yang menjangkau warga sipil Jalur Gaza. Pemungutan suara pada Oktober disahkan dengan 500 suara mendukung, 21 suara menolak, dan 24 suara abstain.
Advertisement
Seruan tajam pada Kamis ini muncul ketika jumlah korban tewas di Jalur Gaza mendekati 25.000 orang sejak 7 Oktober 2023.
Amendemen yang menetapkan bahwa gencatan senjata harus bersyarat pada pembebasan semua sandera yang ditahan di Jalur Gaza dan penumpasan Hamas, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris di Uni Eropa, mendapatkan dukungan dari anggota parlemen Partai Rakyat Eropa (EPP) - kelompok mayoritas di Parlemen Eropa.
"Perdamaian berkelanjutan tidak akan terwujud selama Hamas dan kelompok teroris lainnya membajak perjuangan Palestina dan mengancam keberadaan Israel, satu-satunya negara demokrasi di kawasan itu," kata anggota parlemen EPP Antonio Lopez-Isturiz, seperti dilansir Euronews, Sabtu (20/1).
Israel Beri Respons Positif
Menanggapi resolusi tersebut, perwakilan misi Israel untuk Uni Eropa mengatakan kepada Euronews resolusi tersebut menunjukkan bahwa Parlemen Eropa memiliki pemahaman tentang penyebab perang dan cara untuk mengakhirinya.
"Kami senang bahwa resolusi tersebut menyatakan dengan jelas gencatan senjata diberikan setelah semua sandera dibebaskan tanpa syarat dan organisasi teroris Hamas dibubarkan," tambah perwakilan Israel tersebut.
Anggota Parlemen Eropa turut mengecam respons militer Israel yang tidak proporsional di Jalur Gaza dan mendukung solusi dua negara, solusi diplomatik jangka panjang yang akan menjamin status kenegaraan bagi Palestina.
Advertisement
Berdampak Meski Simbolis
Bruno Lete, peneliti senior di German Marshall Fund, menuturkan kepada Euronews bahwa meskipun hanya bersifat simbolis, seruan dari para pemimpin Uni Eropa dan dunia dapat memberikan dampak.
"Kita telah melihat ... beberapa pemimpin Uni Eropa, pemimpin di dunia Arab, dan bahkan sekutu dekat Israel seperti Amerika Serikat, menyerukan Israel untuk lebih menahan diri dalam tindakannya di Gaza," jelas Lete. "Saya pikir sebagian hal ini berhasil. Kita telah melihat Israel kini menarik sebagian pasukannya dari Jalur Gaza."
Lete mengakui syarat untuk memberantas Hamas dari Jalur Gaza akan sulit dipenuhi. Dia menekankan kedua pihak yang bertikai harus mengupayakan perjanjian gencatan senjata.
Dewan Eropa, yang mewakili 27 negara anggota blok tersebut, belum dengan suara bulat menyetujui seruan gencatan senjata, meskipun ada permintaan dari negara-negara seperti Belgia, Irlandia, dan Spanyol. Sejauh ini, sikap resmi mereka adalah "jeda dan koridor kemanusiaan", istilah yang menyiratkan penghentian permusuhan yang bersifat sementara, bukan berkelanjutan.
KTT Dewan Eropa pada Desember berakhir tanpa kesimpulan baru mengenai Jalur Gaza, meskipun mayoritas anggota blok tersebut, mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan.