Liputan6.com, Kyiv - Sejarah dunia mencatat bahwa hari ini 106 tahun yang lalu atau pada 26 Januari 1918, adalah momen Ukraina mendeklarasikan kemerdekaannya.
Mengutip History.com, segera setelah kaum Bolshevik mengambil alih kekuasaan di Rusia yang luas dan bermasalah pada bulan November 1917 dan bergerak menuju perundingan perdamaian dengan Blok Sentral, bekas negara bagian Rusia, Ukraina, mendeklarasikan kemerdekaan penuh.
Baca Juga
Blok Sentral adalah negara-negara Jerman, Austria-Hungaria, Turki Utsmani, dan Bulgaria, yang berperang melawan Sekutu selama Perang Dunia I. Sebutan itu muncul karena negara-negara blok Sentral terletak antara Rusia di timur dan Prancis serta Britania Raya di barat.
Advertisement
Salah satu wilayah paling makmur di Rusia sebelum perang, Ukraina yang luas dan datar (namanya dapat diterjemahkan sebagai perbatasan atau daerah perbatasan) adalah salah satu wilayah penghasil gandum utama di Eropa serta kaya dengan sumber daya mineral, termasuk wilayah dengan simpanan yang sangat besar dari besi dan batu bara.
Mayoritas wilayah Ukraina dimasukkan ke dalam kekaisaran Rusia setelah pembagian kedua Polandia pada tahun 1793, sedangkan wilayah sisanya—Kerajaan Galicia—tetap menjadi bagian dari kekaisaran Austro-Hungaria dan merupakan medan pertempuran utama di Front Timur pada Perang Dunia I.
Segera setelah penggulingan tsar pada Februari 1917, Ukraina membentuk pemerintahan sementara dan memproklamirkan dirinya sebagai republik dalam struktur federasi Rusia. Setelah Vladimir Lenin dan kelompok Bolshevik radikalnya naik ke tampuk kekuasaan pada bulan November, Ukraina—seperti Finlandia, yang merupakan bekas negara milik Rusia—mengambil satu langkah lebih jauh dengan mendeklarasikan kemerdekaan penuhnya pada bulan Januari 1918.
Â
Andil Jerman dan Austria di Kemerdekaan Ukraina
Namun pemerintahan Rada di Ukraina, yang dibentuk setelah pemisahan diri, mengalami kesulitan serius dalam memaksakan kekuasaannya kepada rakyat di hadapan oposisi Bolshevik dan aktivitas kontra-revolusioner di negara tersebut.
Melihat Ukraina sebagai sumber makanan yang ideal dan sangat dibutuhkan bagi rakyat mereka yang dilanda kelaparan, Jerman dan Austria mengerahkan pasukan untuk menjaga ketertiban, memaksa pasukan Rusia yang menduduki negara tersebut untuk pergi berdasarkan ketentuan perjanjian di Brest-Litovsk, yang ditandatangani pada bulan Maret 1918, dan hampir mencaplok wilayah tersebut, sekaligus mengakui kemerdekaan Ukraina.
Seperti yang diungkapkan oleh Wilhelm Groener, seorang komandan tentara Jerman di Kyiv, "Struktur administratif [Ukraina] berada dalam kekacauan total, tidak kompeten dan sama sekali tidak siap untuk mendapatkan hasil yang cepat. Adalah kepentingan kami untuk memperlakukan pemerintah Ukraina sebagai sebuah menutupi dan bagi kita untuk melakukan sisanya sendiri."
Â
Advertisement
Persatuan Dua Negara Bagian Ukraina
Kekalahan Blok Sentral dan penandatanganan gencatan senjata pada November 1918 memaksa Jerman dan Austria mundur dari Ukraina. Pada saat yang sama, dengan jatuhnya kekaisaran Austro-Hongaria, sebuah republik Ukraina Barat yang merdeka diproklamasikan di Kota Lviv di Galicia.
Kedua negara bagian Ukraina memproklamirkan persatuan mereka pada awal tahun 1919, namun kemerdekaan tidak bertahan lama, karena mereka segera terlibat dalam perjuangan tiga arah melawan pasukan dari Polandia dan Rusia.
Pemerintah Ukraina sempat bersekutu dengan Polandia, namun tidak dapat menahan serangan Soviet.
Pada tahun 1922, Ukraina menjadi salah satu republik konstituen asli Union of Soviet Socialist Republics (U.S.S.R.) atau Uni Republik Sosialis Soviet; negara ini tidak akan memperoleh kembali kemerdekaannya sampai runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.
Pada tahun 2022, Ukraina diinvasi oleh Rusia dalam upaya untuk merebut kembali negara tersebut sebagai wilayah Rusia.
Dubes Vasyl Ungkap Kondisi Setahun Perang Ukraina Vs Rusia
Sementara itu, tepat pada Jumat (24/2/2023), merupakan momen peringatan satu tahun perang Rusia Ukraina. Dubes Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengungkap bagaimana kondisi negaranya saat ini.
"Satu tahun sejak invasi Rusia ke Ukraina sangat berbeda dengan pertama kali atau 100 hari saat invasi dimulai," ujar Dubes Vasyl dalam program Liputan6 Update.
Sejauh ini, sambungnya, Ukraina sudah banyak menerima bantuan dari negara-negara mitra terutama negara barat yang membantu Ukraina, dalam keperluan stok militer.
Perang ini menyebabkan banyak kerugian bagi kedua negara tersebut. Ukraina boleh dibilang mengalami kerugian lebih besar dibandingkan Rusia.
"Kondisi Ukraina mengalami kehancuran di fasilitas-fasilitas yang ada dan turut menjadi sasaran akibat dari perang ini. Lebih dari 20.000 sekolah dan bangunan rumah sakit telah hancur akibat invasi Rusia. Selain itu pasokan-pasokan listrik dan juga energi menjadi sasaran empuk Rusia untuk menyerang Ukraina," paparnya.Â
1 tahun telah berlalu, namun apa sebenarnya yang bisa dilakukan Rusia dan Ukraina untuk menghentikan perang ini?Â
Dubes Vasyl mengisyaratkan dari masyarakatnya bahwa pilihannya adalah "run or died" yang berarti masyarakat harus terus berjuang disituasi seperti ini. Ia juga menegaskan bahwa Rusia yang harus pergi dari negara mereka, karena mereka yang menyerang dan mereka yang menghancurkan banyak tempat di Ukraina.
Warga Ukraina di sana sangat menderita akibat dari perang ini, meskipun putus harapan tetapi masyarakat percaya dan berpegang teguh bahwa Ukraina akan merdeka dari Rusia. "Meskipun ada gangguan, yang jelas masyarakat Ukraina terus berjuang di tengah situasi sulit ini," tegas Dubes Vasyl.
Advertisement