Liputan6.com, Tehran - Sebuah laporan baru dari kelompok bipartisan AS, Koalisi Nasional untuk Mencegah Senjata Nuklir Iran, yang terdiri dari anggota kongres dan senator ditambah mantan diplomat Amerika Serikat (AS), menuduh Gedung Putih Pemerintahan Donald Trump memojokkan Iran, sehingga menciptakan situasi di mana rezim hanya berada di posisi yang tidak menguntungkan menyisakan dua pilihan: "kapitulasi (menyerah) atau perang".
Kini setelah Trump sekali lagi secara terbuka mencaci-maki Iran dalam pidatonya di PBB pada akhir pekan September 2018 di New York, rezim di Tehran tidak punya pilihan selain mengambil tindakan dan menolak mempertimbangkan untuk melonggarkan cengkeramannya atas kemajuan upayanya di Suriah.
Baca Juga
Pada akhirnya, seperti dilaporkan ABC.Go, Rabu 26 September 2018, Iran yang keras kepala akan menempatkan Israel pada posisi yang lebih tidak menguntungkan, karena Israel terlibat dalam perdebatan sengit dengan teman-temannya di Moskow.​
Advertisement
Rusia dan Iran memiliki kekhawatiran geopolitik yang sama mengenai AS, yang pada akhirnya dapat menjadi ikatan yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, bersama dengan Turki, Rusia dan Iran semuanya menderita akibat sanksi AS dan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Trump.
Adapun Gedung Putih mulai melancarkan serangan anti-Iran semakin keras, dan keraguan atas kemampuan Israel untuk melakukan serangan di masa depan terhadap Iran – dan milisi proksinya, Hizbullah – di wilayah Suriah kemungkinan akan menyebabkan pemerintahan Trump semakin cemas.
Analisis: Israel di Bawah Ancaman Pergeseran Diplomasi Timur Tengah
Sementara itu, salah satu diskusi yang mungkin akan dilakukan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan Presiden Donald Trump pada Majelis Umum PBB di akhir pekan September 2018 di New York adalah hubungan Israel dengan Rusia yang cepat hancur.
Dampak buruknya berasal dari tuduhan Kementerian Pertahanan Rusia bahwa jet tempur F-16 Israel sengaja menggunakan pesawat pengintai militer Rusia Il-20 sebagai perlindungan selama serangan terhadap sasaran di Suriah pekan lalu. Rudal pertahanan udara Suriah menjatuhkan pesawat Rusia, menewaskan 15 anggota militer di dalamnya.
Sebagai tanggapan langsung, Moskow berjanji akan mengerahkan sistem senjata antipesawat canggih S-300 ke sekutunya di Suriah, yang berpotensi menutup seluruh wilayah udara bagi jet tempur Israel.
S-300 jauh lebih canggih dari apapun yang dimiliki rezim Suriah dan menimbulkan ancaman yang jauh lebih besar terhadap pesawat penyerang. Menurut Vladimir Ermakov, direktur departemen nonproliferasi dan pengendalian senjata Kementerian Luar Negeri Rusia, sistem pertahanan anti-udara akan mampu menutup wilayah udara Suriah "jika diperlukan".
Â
Â
Advertisement
Pengaruh Iran di Suriah Meningkat, Israel Rangkul Moskow
Meningkatnya pengaruh Iran di negara tetangga Suriah mengkhawatirkan bagi Israel, dan itulah sebabnya Israel mulai merayu Moskow secara diplomatis, dengan harapan dapat menggunakan hubungan lama mereka sebagai pengaruh.
Kunjungan terbaru Netanyahu bersama Putin ke Kremlin pada bulan Juli lalu adalah yang kesembilan kalinya kedua pemimpin bertemu sejak Rusia memasuki perang Suriah pada tahun 2015. Netanyahu telah bertemu dengan Putin dalam tiga tahun terakhir lebih banyak dibandingkan dengan pemimpin dunia lainnya, termasuk Presiden Obama dan Trump.
Kini setelah rezim Suriah telah merebut kembali hampir seluruh wilayah yang dikuasai pemberontak, dengan hanya Provinsi Idlib yang masih berada di bawah kendali pemberontak dan wilayah di sebelah timur berada di tangan Kurdi, konflik tampaknya memasuki tahap akhir.
Namun ketegangan meningkat antara Iran dan Rusia seiring dengan pergeseran prioritas, dan Israel berupaya memanfaatkan perpecahan tersebut.
Moskow semakin menerapkan pendekatan realpolitik di Timur Tengah, mengupayakan kebijakan yang paling menguntungkan Rusia, dan mengkaji ulang hubungannya dengan Israel, Iran, Turki, Suriah, dan Amerika Serikat.
Â