Liputan6.com, Texas - Sekolah-sekolah di Amerika Serikat (AS) tidak segan memakai teknologi tinggi untuk menangkap murid-murid yang merokok vape. Murid berprestasi yang ketahuan merokok vape juga bisa ikut tersandung masalah.
Teknologi pemantau yang dipasang sekolah-sekolah seringkali juga tidak diketahui para murid.
Baca Juga
Dilaporkan AP News, Rabu (31/1), salah satu kasus terjadi pada siswi bernama Aaliyah Iglesias dari Texas yang ketahuan merokok di sekolaynya di Texas. Akibat ketahuan nge-vape di sekolah, posisinya sebagai presiden OSIS dan pencapaian lainnya sempat terancam.
Advertisement
Ia juga dikirim ke sekolah alternatif di distriknya selama 30 hari dan disebut bisa terjerat kasus kriminal.
Aliyaah berhasil lulus dan SMA-nya dan berkata ia menyesal karena ikut-ikutan merokok vape. Ia pun berhasil kuliah dengan beasiwa. Pihak sekolah berkata detektor vape bekerja dengan efisien.
"Detektor-detektor vape telah efisien dalam mendeteksi ketika murid-murid merokok vape, sehingga kita bisa menangani masalahnya dengan cepat," ujar pihak sekolah.
Sekolah-sekolah di AS disebut berinvestasi hingga jutaan dollar untuk memiliki tekonologi pemantauan. Uang itu awalnya digunakan untuk membeli sensor kualitas udara untuk mencegah COVID-19.
Selain sensor, sekolah juga memakai kamera pemantau. Ketika sensornya mendeteksi vape, kamera itu bisa merekam murid-murid yang baru pergi dari kamar mandi setelah merokok.
Salah satu produsen sensor itu adalah HALO Smart Sensor. Pihak perusahaan berargumen bahwa sensor mereka bisa digunakan untuk melawan COVID-19, mendeteksi vape, serta pemantauan keamanan.
Meski demikian, ada laporan dari sekolah di California bahwa sensornya tidak selalu efisien karena sensornya terlalu sering berbunyi, sehingga petugas kewalahan untuk selalu mengecek kamera.
Merokok vape di AS bisa terancam denda hingga USD 100. Jika vape itu mengandung THC (bahan kimia di ganja), mereka bisa ditahan aparat.
Sebelumnya, perusahaan vape Juul Labs harus membayar denda hingga nyaris USD 440 juta karena mempromosikan produknya ke anak muda.
Mantan Bos WHO Minta Pemerintah Indonesia Punya Aturan Tegas soal Vape
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama meminta pemerintah Indonesia memiliki aturan tegas soal rokok elektronik atau vape. Hal ini penting dilakukan demi melindungi kesehatan masyarakat dari rokok tersebut.
"Mengingat dampak rokok elektronik maka tentu perlu ada aturan tegas dan tepat yang perlu diterapkan di negara kita, berdasar bukti ilmiah serta bertujuan demi perlindungan kesehatan masyarakat kita," kata Tjandra lewat pesan teks ditulis Minggu (31/12).
Hal ini disampaikan Yoga lantaran prevalensi perokok elektronik terus meningkat tiap tahunnya. Dalam 10 tahun terjadi lonjakan besar pengguna vape.
Menilik hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021, prevalensi perokok elektrik ada di 0,3 persen. Lalu, menjadi 3 persen di 2021. Angka tersebut setara 6,2 juta orang perokok elektronik, yang terdiri atas 5,8 persen laki-laki dan 0,3 persen perempuan.
Pada 14 Desember 2023, World Health Organization (WHO) meminta negara-negara melakukan aksi segera (urgent action) dalam pengendalian rokok elektronik. Hal ini demi melindungi anak-anak, tidak perokok serta meminimalisasi dampak buruk rokok elektrik pada masyarakat.
Advertisement
Pajak Rokok dan Kenaikan Cukai Bikin Beban Industri Vape Makin Berat
Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo), Paguyuban Produsen Eliquid Indonesia (PPEI) Dan Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) menyayangkan regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan pajak rokok elektrik
"Menurut kami selaku asosiasi yang menaungi toko toko ritel vape, yang menyayangkan Regulasi DJPK yang tidak berpihak kepada pelaku UMKM, dan merugikan masyarakat yang merasakan dapat berhenti merokok karena vape," ujar Ketua Umum Arvindo Fachmi Kurnia Firmansyah Siregar dalam keterangan tertulis, Jumat (19/1).
Menurut Fachmi Kurnia, kenaikan cukai 19,5% yang secara bersamaan dengan pengenaan pajak rokok di rokok elektrik semakin membebani pelaku usaha di sektor rokok elektrik ini.
"Ini seakan ingin mematikan industri yang bukan hanya masih baru tapi dibanyak negara juga dianggap solusi lebih rendah resiko untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok" kata Fachmi Kurnia.
Ketidakperpihakan pemerintah terhadap pelaku UMKM juga dapat dilihat dari perbandingan kenaikan cukai tiap kategori. Rokok elektrik (REL) Sistem terbuka (liquid botol) naik 19,5%, REL Sistem tertutup naik 6% dan REL Padat naik 6,5%.
Ketua umum PPEI di bidang produsenDaniel Boy menjelaskan bahwa kenaikan tarif cukai vape sistem terbuka jauh lebih tinggi dibandingkan vape sistem tertutup, hal ini sangat memberatkan dan dirasa tidak adil bagi para pelaku usaha vape.
Padahal vape sistem terbuka notabenenya didominasi oleh para pelaku usaha UMKM yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah, seperti yang diberlakukan pada industri rokok konvensional.
Dinilai Kontradiktif
Paido Siahaan Ketua Umum Akvindo yang menanungi suara konsumen vape di Indonesia, menambahkan langkah sangat kontradiktif sekali disaat pemerintah Inggris memberikan 1 juta vape gratis untuk warganya yang merokok.
Di Indonesia kebijakan yang berjalan malah selalu tidak berpihak pada UMKM dan kesehatan masyarakat.
Tidak menutup kemungkinan langkah yang diambil pemerintah sekarang bisa membuat semakin maraknya vape ilegal yang diperjual belikan di marketplace secara bebas yang masih belum bisa diawasi dan ditindak sesuai hukum yang berlaku oleh pemerintah.
"Jika pajak Rokok Elektrik digunakan untuk kontribusi kesehatan, kami rasa juga kurang tepat jika mengutip UU Kesehatan terkait tingkat bahayanya bagi kesehatan, bahkan Sebuah studi di Inggris mengatakan bahwa Layanan Kesehatan Inggris (NHS), akan menghemat lebih dari £500 juta per tahun jika setengah dari perokok dewasa di Inggris menggunakan vape," ujar Paido Siahaan ketua umum Akvindo yang menanungi suara konsumen vape di Indonesia.
'Kami merasa pemerintah perlu lebih dalam memahami produk ini sebelum membuat kebijakan-kebijakan yang sesuasi profil resiko kesehatan, sesuai amanah UU Kesehatan no 17 tahun 2023 pasal 149 ayat (4).
Advertisement