Liputan6.com, Jenewa - Sejarah dunia mencatat hari ini, 30 Januari 2020, World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia secara resmi menyatakan bahwa wabah Virus Corona COVID-19 adalah Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Kepedulian Internasional.
Selama 6 minggu pertama dekade baru tahun 2020, Virus Corona baru yang dikenal sebagai COVID-19, telah menyebar dari China ke 20 negara lainnya.
Baca Juga
Pada tanggal 30 Januari 2020, seperti dikutip dari situs WHO, mengikuti rekomendasi Emergency Committee (Komite Darurat), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan bahwa wabah ini merupakan Darurat Kesehatan Global.
Advertisement
Dalam pernyataannya, WHO menyebut langkah itu diambil mengingat urgensi wabah COVID-19 ini, komunitas internasional berupaya mencari cara untuk mempercepat pengembangan intervensi secara signifikan. R&D Blueprint atau Cetak Biru Penelitian dan Pengembangan WHO adalah strategi global dan rencana kesiapsiagaan yang memungkinkan aktivasi cepat kegiatan penelitian dan pengembangan selama epidemi. Tujuannya adalah untuk mempercepat ketersediaan tes, vaksin, dan obat-obatan yang efektif yang dapat digunakan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah krisis berskala besar.
Para pakar Virus Corona COVID-19 dunia pun bertemu di kantor pusat WHO di Jenewa pada tanggal 11 hingga 12 Februari 2020, untuk menilai tingkat pengetahuan terkini tentang virus baru ini, menyepakati pertanyaan penelitian penting yang perlu segera dijawab, dan cara bekerja sama untuk mempercepat dan mendanai penelitian prioritas yang dapat berkontribusi untuk mengurangi wabah ini dan mempersiapkan diri menghadapi wabah di masa depan.
Sebuah keharusan global bagi komunitas riset adalah untuk mempertahankan platform diskusi tingkat tinggi yang memungkinkan konsensus mengenai arah strategis, memupuk kolaborasi ilmiah dan mendukung penelitian yang optimal serta cepat untuk mengatasi kesenjangan krusial, tanpa duplikasi upaya.
Peningkatan Kasus Picu Deklarasi Status Darurat
Pekan sebelumnya, mengutip CNN, WHO mengatakan Virus Corona COVID-19 ini belum termasuk dalam deklarasi darurat. Namun dengan meningkatnya jumlah kasus dan adanya bukti penularan dari orang ke orang di luar China, pimpinan WHO meminta komite tersebut kembali berkumpul karena kekhawatiran akan terjadinya wabah yang lebih besar di masa mendatang.
"Alasan utama deklarasi ini bukan karena apa yang terjadi di Tiongkok, namun karena apa yang terjadi di negara lain," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat itu. "Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah, dan tidak siap menghadapinya."
WHO mendefinisikan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional sebagai "peristiwa luar biasa" yang merupakan "risiko kesehatan masyarakat bagi negara lain melalui penyebaran penyakit secara internasional" dan "yang berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi."
Keadaan darurat sebelumnya pernah diterapkan termasuk saat wabah Ebola, Zika dan H1N1.​
Advertisement
Tindakan Saran Komite Darurat WHO
Adapun Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus bertindak berdasarkan saran dari Komite Darurat yang terdiri dari para ahli yang diketuai oleh Profesor Didier Houssin, menyerukan komunitas global "untuk memberikan dukungan kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah agar mereka dapat merespons peristiwa ini, serta memfasilitasi akses terhadap diagnostik, potensi vaksin dan terapi."
Dia mencatat, "Diperkirakan ekspor kasus internasional lebih lanjut dapat terjadi di negara mana pun. Oleh karena itu, semua negara harus bersiap menghadapi pembendungan penyakit, termasuk pengawasan aktif, deteksi dini, isolasi dan manajemen kasus, pelacakan kontak dan pencegahan penyebaran infeksi 2019-nCoV, serta berbagi data lengkap dengan WHO."
"Negara-negara harus memberikan penekanan khusus pada pengurangan infeksi pada manusia, pencegahan penularan sekunder dan penyebaran internasional, dan berkontribusi terhadap respons internasional melalui komunikasi dan kolaborasi multi-sektoral dan partisipasi aktif dalam meningkatkan pengetahuan tentang virus dan penyakit ini, serta memajukan penelitian," ucap Tedros.
Â
Risiko Tinggi Penularan dengan China
Laporan PAHO.org menyebut, komite darurat WHO mendengarkan perwakilan Kementerian Kesehatan China mengenai situasi saat itu dan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang diambil.
Saat itu terdapat 7.711 kasus terkonfirmasi dan 12.167 kasus suspek di seluruh negeri. Dari kasus yang terkonfirmasi, 1.370 kasus parah dan 170 orang meninggal dunia. 124 orang telah pulih dan keluar dari rumah sakit.
Sekretariat WHO memberikan gambaran situasi di negara lain; 82 kasus di 18 negara yang kemudian disebut 20 negara. Dari jumlah tersebut, hanya 7 orang yang tidak memiliki riwayat perjalanan dari China. Telah terjadi penularan dari manusia ke manusia di 3 negara di luar China. Salah satu kasusnya parah dan tidak ada korban jiwa.
Jarbas Barbosa, Asisten Direktur Organisasi Kesehatan Pan Amerika, mengatakan "Deklarasi ini berarti tingkat kewaspadaan masih sangat tinggi. Organisasi ini, dalam penilaian risikonya, telah mengindikasikan bahwa terdapat risiko yang sangat tinggi terhadap China, terhadap negara-negara yang berbatasan dengan China, dan risiko tinggi terhadap semua negara di dunia. Apa yang berubah sekarang adalah keputusan ini dapat memobilisasi lebih banyak sumber daya internasional untuk bertindak di China bersama pemerintahnya guna menghentikan penularan di tempat yang sedang terjadi."
Walaupun begitu, sebelumnya dilaporkan WHO mengatakan mereka tidak merekomenasikan tindakan yang membatasi perjalanan atau perdagangan internasional. Meski cara ini dinilai ampuh untuk membendung penyebaran penyakit, kondisi tersebut belum diperlukan.
"Tidak ada alasan untuk tindakan yang tidak perlu, mengganggu perjalanan dan perdagangan internasional."
WHO melanjutkan, mereka juga percaya pada kapasitas Tiongkok untuk mengendalikan wabahnya.
"Selama diskusi, saya dengan Presiden (Presiden China Xi Jinping) beserta pejabat lainnya, mereka bersedia mendukung negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah dengan apa pun yang dimungkinkan," Tedros melanjutkan.
Advertisement