Sukses

2 Februari 1998: Pesawat Filipina Hilang dan Dinyatakan Tabrak Lereng Gunung, Tak Ada yang Selamat dari 104 Orang

Dunia mencatat petaka di dunia penerbangan terjadi hari ini 26 tahun yang lalu. Pada 2 Februari 1998, sebuah pesawat penumpang yang diyakini membawa 104 penumpang dinyatakan hilang kemudian dinyatakan menabrak lereng gunung.

Liputan6.com, Manila - Dunia mencatat petaka di dunia penerbangan terjadi hari ini 26 tahun yang lalu. Pada 2 Februari 1998, sebuah pesawat penumpang yang diyakini membawa 104 penumpang dinyatakan hilang setelah gagal menyelesaikan penerbangan domestik di Filipina.

Angkatan Udara Filipina kemudian dikerahkan mencari DC-9 Cebu Pacific Air berkapasitas 110 kursi yang terbang dari Manila ke Cagayan de Oro di Pulau Mindanao, sekitar 500 mil (800 km) ke arah selatan.

Pesawat tersebut, yang diyakini membawa orang asing di dalamnya, telah berhasil menyelesaikan pemberhentian yang dijadwalkan di Tacloban di Filipina tengah tetapi gagal mendarat di Cagayan de Oro pada Senin (2/2) pagi.

Menurut manajer umum Cebu Diego Garrido, seperti dikutip dari BBC, beberapa saat sebelum pesawat hilang, pilot mengirim pesan ke menara kendali di Cagayan de Oro untuk mengatakan bahwa dia mulai turun dari ketinggian 11.500 kaki (3.488 meter).

Pilot mengatakan dia tidak mengalami masalah dan diperkirakan akan mendarat tepat waktu, kata Garrido.

Namun seorang pejabat bandara dilaporkan mengatakan bahwa pilot telah meminta "pendaratan prioritas" ketika dia berada 37 mil (60 km) dari Cagayan de Oro.

Sebuah pesawat domestik Philippine Airlines juga meminta izin untuk mendarat tetapi awak bandara mengabaikannya untuk memberi jalan kepada pesawat Cebu Pacific, kata pejabat itu.

Laporan mengatakan pesawat meninggalkan Manila pada pukul 09.00 (01.00 GMT). Pesawat tersebut meninggalkan Tacloban pada pukul 10:20 (02.20 GMT) dan dijadwalkan mendarat pada pukul 11:03 (03.03 GMT) di Cagayan de Oro.

Kontak terakhir pilot dengan menara bandara Cagayan de Oro terjadi pada pukul 10:48. (02.48 GMT), kata pejabat bandara.

Pejabat transportasi udara kemudian memeriksa semua bandara dan kota di dekat rute penerbangan pesawat untuk melihat apakah pesawat tersebut melakukan pendaratan darurat, namun mereka tidak menemukan apa pun.

Cebu Pacific merupakan salah satu dari beberapa maskapai penerbangan baru yang didirikan setelah Pemerintah Filipina melakukan deregulasi industri penerbangan beberapa tahun sebelum 1998.​

2 dari 3 halaman

Kemudian Diketahui Menabrak Lereng Gunung

Cebu Pacific Air Flight 387 (Cebu Pacific Air Penerbangan 387), penerbangan domestik di Filipina yang melakukan perjalanan dari Manila ke Bandara Lumbia kemudian diketahui jatuh di lereng Gunung Sumagaya, 2 Februari 1998, mengakibatkan kematian seluruh penumpang dan awak pesawat; 104 orang.

Kawasan Gunung Sumagaya terkenal di kalangan wisatawan lokal dan domestik karena pemandangannya yang tenang dan indah.

Mengutip DailyStar.co.uk, kecelakaan pesawat yang mengerikan dan menewaskan 104 orang di dalamnya terjadi ketika pilot sepertinya diberi ketinggian gunung yang salah di peta.

Pilotnya McDonnell Douglas yang berusia 31 tahun membawa pesawat nahas yang jatuh di lereng Gunung Sumagaya di Gingoog, yang menyebabkan kematian semua orang di dalam jet yang hancur tersebut.

Kecelakaan mengerikan tersebut diperkirakan terjadi karena peta yang digunakan oleh pilot salah mencantumkan ketinggian Gunung Sumagaya sebagai 5.000 kaki (1.500 m) di atas permukaan laut, bukannya 6.000 kaki (1.800 m).

Kesalahan fatal ini membuat pilot mengira mereka terbang jauh dari gunung, padahal kenyataannya pesawat berada pada ketinggian yang berbahaya.

Penyelidikan menyeluruh setelah kecelakaan itu menemukan adanya kekurangan dalam pelatihan pilot.

3 dari 3 halaman

Daftar Warga Asing hingga Kritik untuk Pejabat

Di antara penumpang terdapat 94 warga Filipina, termasuk lima anak-anak.

Ada pula lima penumpang asal Australia, Austria, Jepang, Swiss, dan Kanada serta seorang ahli bedah dalam misi medis dari Amerika Serikat.

Banyak pertanyaan tentang kecelakaan itu yang masih belum terjawab, bahkan lokasi pasti lokasi kecelakaan masih diperdebatkan.

Sebuah laporan yang diterbitkan beberapa tahun setelah kejadian tersebut menimbulkan kegemparan di kalangan pejabat dan tim penyelamat yang terlibat dalam operasi tersebut.

Laporan tersebut, yang diarsipkan di Perpustakaan Nasional di Manila, mengkritik pilot Kapten Paulo Justo dan co-pilot Erwin Golla atas pengambilan keputusan dan pemeriksaan keselamatan di sana.

Mereka konon mengambil rute penerbangan yang kurang familiar dibandingkan biasanya, dan menjadi lebih berisiko karena kondisi cuaca buruk.

Laporan Manila Standard tanggal 27 Maret 1998 menggambarkan para pilot melakukan “beberapa pelanggaran peraturan keselamatan penerbangan” seperti kontrol operasional yang buruk dan mengkritik “kurangnya pelatihan pilot”.

Jesus Dureza, manajer krisis selama penyelamatan, mengungkapkan kengeriannya mendengar kata-kata terakhir pilot sebelum mereka jatuh ke pegunungan. “Suara elektronik yang melengking dari komputer pesawat mulai meneriakkan 'Terrain, Terrain. Pull up; pull up, woof, woof'!" katanya.

Video Terkini