Sukses

Pengamat Amerika Serikat Sebut Rusia Mulai Waspadai Dominasi China

Seorang profesor dari Center for International Studies di Universitas St Thomas di Amerika Serikat mengatakan bahwa Tiongkok dan Rusia telah lama berselisih paham mengenai satu wilayah.

Liputan6.com, Moskow - China dan Rusia semakin menunjukkan hubungan kedua negara di tengah ketegangannya dengan negara Barat. Namun dokumen rahasia militer yang baru-baru ini bocor mengungkapkan bahwa hubungan ini tidak sekuat yang terlihat.

Laporan Financial Times tanggal 28 Februari 2024 mengenai 29 dokumen yang bocor mengungkapkan bahwa militer Rusia berlatih dengan senjata nuklir taktis untuk konflik tahap awal melawan kekuatan global termasuk Tiongkok.

Dokumen-dokumen yang disusun antara tahun 2008 dan 2014 yang diautentikasi oleh para ahli ini menunjukkan kesiapan Rusia untuk menggunakan senjata nuklir taktis lebih cepat dibandingkan dengan pengakuan sebelumnya atas sikap yang masih berkaitan dengan pendekatan militer modernnya.

Meskipun Tiongkok dan Rusia berjanji pada tahun 2001 untuk menahan diri dari penggunaan senjata nuklir terhadap satu sama lain, dokumen-dokumen ini mengungkap keraguan Moskow terhadap Beijing.

Simulasi Distrik Militer Timur Rusia terhadap berbagai skenario Invasi Tiongkok menunjukkan kesiapan Rusia untuk serangan pertama nuklir dalam kondisi pertempuran tertentu termasuk menggunakan respons taktis Nuklir untuk mencegah agresi Tiongkok lebih lanjut.

Profesor Yao Yuan Yeh, seorang Associate Professor Center for International Studies di Universitas St Thomas di Amerika Serikat mengatakan bahwa Tiongkok dan Rusia telah lama berselisih paham mengenai satu wilayah, sementara hubungan bilateral mereka semakin kuat.

Hal ini tidak menjamin hubungan harmonis keduanya, ia menunjukkan kerentanan pertahanan Siberia Rusia karena fokusnya pada Ukraina yang menimbulkan potensi risiko agresi Tiongkok.

Sementara itu Shen Ming Shih, direktur Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, berpendapat bahwa pengungkapan tersebut tidak mengherankan karena hubungan Tiongkok-Rusia pada dasarnya didorong oleh kepentingan, dikutip dari laman Hongkong Post, Minggu (10/3/2024).

2 dari 3 halaman

Pengamat: Aliansi China-Rusia Berpotensi Beda Pandangan

Dia mencatat sikap tegas Xi Jjinping terhadap kekuatan dan ambisi teritorial Tiongkok sejak tahun 2012 telah membuat AS memandang China sebagai negara adidaya yang sedang naik daun.

Tindakan agresif Rusia di Ukraina semakin memperumit masalah karena dampaknya terhadap NATO dan Eropa menempatkan AS melawan dua lawan yang tangguh.

Shih memperingatkan bahwa Aliansi Tiongkok-Rusia dapat menghadapi ketegangan jika kepentingan bersama mereka berbeda.

Albert, seorang ahli dari Think Tank Inggris mengamati bahwa meskipun hubungan dekat dengan simulasi pasca-militer, Moskow masih memperkuat pertahanan timurnya dengan banyak sistem yang ditujukan ke China.

Namun, PKC menegaskan tidak ada dasar untuk ketidakpercayaan terhadap Moskow dan pihak Rusia tetap diam dan tidak menanggapi pertanyaan media untuk memberikan komentar.

Pada akhirnya, Profesor Yao Yuan Yeh menyatakan bahwa bagi Tiongkok, mengakui dokumen-dokumen tersebut tidak memberikan keuntungan apa pun.

3 dari 3 halaman

Hubungan Rusia dan China di Berbagai Sektor

Hubungan antara Rusia dan Tiongkok memiliki banyak segi, mencakup kepentingan perdagangan, pertahanan, dan geopolitik. Namun, di balik permukaan terdapat sengketa wilayah yang sudah berlangsung lama dan kadang-kadang melemahkan hubungan kerja sama kedua negara.

Pulau Bolshoi Ussuriysky, yang terletak di pertemuan sungai Ussuri dan Amur, telah menjadi rebutan antara Moskow dan Beijing selama beberapa dekade. Dikenal sebagai Heixiazi dalam bahasa China, sebidang tanah seluas 135 mil persegi ini telah mengalami konflik klaim.

Baru-baru ini, China menerbitkan peta resmi yang mengejutkan. Peta tersebut, yang dirilis oleh Kementerian Sumber Daya Alam, menegaskan kendali atas wilayah sengketa di sepanjang perbatasan selatan dengan India dan bahkan mencakup Taiwan. Hal yang paling menonjol adalah mereka mengklaim keseluruhan Pulau Bolshoi Ussuriysky, mengabaikan perjanjian bilateral yang membagi pulau tersebut antara Rusia dan Tiongkok.

Kementerian Luar Negeri Rusia dengan cepat menolak klaim Tiongkok. Juru bicara Maria Zakharova menegaskan, sengketa wilayah telah diselesaikan lebih dari 15 tahun lalu melalui perjanjian bilateral.

Dia mengutip Perjanjian Tambahan tahun 2005 tentang perbatasan negara Rusia-Tiongkok, yang menggambarkan pembagian pulau tersebut. Zakharova menggarisbawahi pentingnya menjaga hubungan yang stabil dan menyelesaikan sengketa perbatasan secara damai.

Meskipun kedua negara secara terbuka menegaskan tidak adanya klaim teritorial bersama, terdapat rasa ketidakpercayaan yang terpendam. Kekhawatiran strategis Rusia mencakup tekanan demografi Tiongkok yang meluas hingga melintasi perbatasan, persaingan sumber daya, dan ketegasan Beijing di wilayah tersebut. Moskow bertindak hati-hati, menyeimbangkan kerja sama dengan kewaspadaan.

Sengketa wilayah Rusia-Tiongkok masih merupakan isu rumit yang memerlukan diplomasi yang cekatan dan kepatuhan terhadap perjanjian yang telah ditetapkan.